Karir kepelatihan Claudio Ranieri hampir memasuki tahun ke-30. Sepanjang karir melatihnya, tercatat 14 kesebelasan pernah ditukanginya. Hebatnya, setelah mengantarkan Cagliari promosi ke Serie A pada awal 90-an, kesebelasan yang ditanganinya notabene kesebelasan besar dan cukup populer.
Namun dari kesebelasan-kesebelasan yang pernah ditukanginya itu, hanya sedikit yang kemudian berhasil meraih trofi juara sebagai simbol nyata sebuah prestasi. Dari 28 tahun melatih, hanya lima trofi juara yang berhasil ia raih, yang di antaranya tak ada satupun trofi juara liga.
Bagi kesebelasan yang ditanganinya, Ranieri hanyalah sebagai penaruh pondasi bagi kesebelasan tersebut untuk menjadi kesebelasan lebih hebat. Namun kemampuannya yang terbatas membuat pondasi tersebut lebih bisa dimaksimalkan oleh pelatih lain.
Tengok saja apa yang ia lakukan pada Valencia. Ranieri memang berhasil mengakhiri paceklik gelar Valencia selama 20 tahun dengan menjuarai Copa del Rey. Ia pun berhasil mengeluarkan kemampuan terbaik lulusan akademi Valencia macam Gaizka Mendieta, Miguel Angulo, dan Javier Farinos.
Tapi ketika Ranieri digantikan Hector Cuper, para pemainnya itu berhasil mencapai babak final UEFA Champions League dua musim berturut-turut. Sementara ketika Valencia ditangani Rafael Benitez, Valencia berhasil menjuarai La Liga.
Hal serupa dilakukannya pada Chelsea. Ranieri dengan percaya diri memberikan jam terbang yang banyak bagi John Terry. Pada musim keduanya, bahkan Terry menjadi bek utama Chelsea menyisihkan William Gallas, Marcel Desailly, dan hengkangnya Frank Lebouef.
Pun begitu dengan keberhasilannya terhadap mengembangkan bakat Frank Lampard. Ranieri dengan gagah berani melepas Gustavo Poyet dan Dennis Wise yang merupakan idola pendukung Chelsea, untuk memberikan tempat pada eks gelandang West Ham tersebut.
Terry dan Lampard kemudian menjadi andalan bahkan legenda Chelsea, bahkan setelah Roman Abramovich mengakuisisi kesebelasan asal London tersebut. Namun Chelsea tetap tanpa gelar hingga Ranieri pergi dari Stamford Bridge. Justru Jose Mourinho-lah yang memulai kejayaan Chelsea bersama Abramovich.
Setelah Chelsea, Ranieri kembali ke Valencia, yang dilanjutkan menukangi Parma, Juventus, AS Roma, Internazionale Milan dan AS Monaco. Tapi Ranieri kembali gagal memberikan trofi juara. Pencapaian terbaiknya hanyalah menyelamatkan Parma dari jurang degradasi dan mempromosikan Monaco ke Ligue 1. Tak lebih dari itu.
Gagal bersama klub, Ranieri mencoba peruntungannya melatih tim nasional Yunani yang gagal pada Piala Dunia 2014. Tapi ternyata nasibnya pun tak lebih baik. Baru menjalani empat pertandingan, pelatih yang kini berusia 63 tahun itu langsung diberhentikan karena hanya meraih satu seri dan tiga kali kalah.
Ranieri Tetap Memiliki Uang Berlimpah
Secara prestasi, Ranieri memang tak memiliki sederetan trofi. Tapi soal pendapatan yang ia terima, pelatih kelahiran kota Roma ini bisa dibilang merupakan pelatih penghasil uang dan bisa disejajarkan dengan pelatih top di dunia. Apalagi ketika ia seringkali dipecat oleh kesebelasan yang ia latih.
Ya, dipecat bagi Ranieri tampaknya menjadi berkah. Karena dengan dipecatnya Ranieri, ia akan mendapatkan uang kompensisi atas pemutusan kontraknya tersebut.
Di Chelsea, Ranieri dikabarkan bergaji dua juta poundsterling pertahun. Saat diputus kontrak pada 2004, Ranieri masih memiliki kontrak selama tiga tahun dengan kesebelasan asal London tersebut. Setelah negoisasi, akhirnya kompensasi yang diterima Ranieri adalah satu juta pounds per tahun, yang artinya ia mendapatkan tiga juta pounds untuk tiga tahun sisa kontraknya.
Setelah dipecat Chelsea, Ranieri menandatangani kontrak berdurasi tiga tahun dengan kesebelasan lamanya, Valencia. Tapi ternyata, Ranieri hanya bertahan selama delapan bulan karena rentetan hasil negatifnya. Ketika (mungkin) uang tiga juta poundsnya dari Chelsea belum habis, rekening Ranieri mendapat tambahan empat juta pounds dari kesebelasan asal Spanyol tersebut.
Dengan uang sebanyak itu, ia pun tak ragu menolak tawaran-tawaran yang memiliki nilai kecil. Akhirnya, ia menghabiskan dua musim tanpa menangani satupun kesebelasan.
Parma kemudian menjadi kesebelasan berikutnya yang ditangani Ranieri. Berkat kemampuannya, kesebelasan yang bermarkas di Ennio Tardini ini berhasil lolos dari jerat degradasi pada akhir musim. Ini membuat sejumlah kesebelasan besar, salah satunya Manchester City, tertarik menggunakan jasanya. Namun Ranieri lebih memilih Juventus yang saat itu baru promosi dari Serie B, terdegradasi karena tersandung kasus calciopoli.
Sempat mengantarkan Si Nyonya Tua finish di urutan ketiga Serie A pada musim pertamanya, Ranieri tampil mengecewakan pada musim kedua. Juve pun memutus kontraknya yang saat itu masih tersisa satu tahun.
Manajemen Juve dan pihak Ranieri sempat kesulitan menemui kata sepakat terkait uang kompensasi untuk Ranieri. Namun setelah melewati pengadilan, akhirnya Ranieri mendapatkan kompensasi sekitar satu juta poundsterling.
Bersama AS Roma yang menjadi kesebelasan yang ia tukangi setelah Juventus, ia hanya dikontrak selama dua musim. Dan Roma, kesebelasan kota kelahirannya, tak mendapatkan perlakuan serupa seperti kesebelasan lain dari Ranieri. Ranieri memutuskan untuk mengundurkan diri sebelum kontraknya berakhir pada musim keduanya, yang artinya Ranieri pergi tanpa kompensasi.
Ranieri tampaknya berbaik hati hanya pada kesebelasan kota kelahirannya tersebut. Karena Internazionale Milan dan AS Monaco bernasib seperti Chelsea, Valencia, dan Juventus. Performa buruk Ranieri membuatnya mendapatkan uang kompensasi yang cukup besar.
Bersama Inter, Ranieri menandatangani kontrak berdurasi dua tahun. Namun ternyata Ranieri hanya bertahan selama enam bulan saja. Bergabung pada 22 September 2011, dipecat pada 26 Maret 2012. Posisi Inter yang terlempar ke peringkat delapan setelah hanya meraih satu kemenangan dari 10 pertandingan menjadi biang dipecatnya Ranieri.
Bagaimana dengan Monaco dan timnas Yunani? Awalnya, durasi kontrak Ranieri dan Monaco yang bernilai 2,5 juta poundsterling per tahun (termahal ke-18 di dunia) hanya selama dua tahun. Namun promosinya Monaco ke Ligue 1 membuat Ranieri mendapatkan tambahan kontrak satu musim. Kontraknya diputus setelah gagal memberikan gelar meski telah mengeluarkan biaya transfer lebih dari 100 juta euro. Sedangkan bersama timnas Yunani, kontraknya yang berdurasi dua tahun sudah berakhir dalam waktu tiga bulan.
Ini artinya, Ranieri mendapatkan kompensasi karena kontraknya bersama Inter, Monaco dan Yunani, diputus di tengah jalan. Dengan uang kompensasinya tersebut, Ranieri pun masih memiliki uang yang cukup banyak ketika tak memiliki klub pada akhir tahun 2014 hingga pertengahan 2015.
Jika dihitung-hitung, uang kompensasi yang didapatkan Ranieri ini mencapai lebih dari 10 juta poundsterling dalam 10 tahun terakhir. Jika dirata-ratakan, Ranieri mendapatkan tambahan pendapatan sekitar satu juta poundsterling per tahun.
Ini artinya, pendapatan Ranieri per tahun bisa mencapai 3,5 juta poundsterling, dengan asumsi tarif gaji Ranieri sebesar 2,5 juta poundsterling. Jumlah ini merupakan gaji tertinggi ke-10 di dunia, mengalahkan Manuel Pellegrini, Jorge Jesus, Brendan Rodgers, Sam Allardyce, Roy Hodgson, Roberto Mancini, Rafael Benitez, Luciano Spaletti, Laurent Blanc, dan Antonio Conte.
Kesebelasan mana pun yang tergiur dengan pengalaman melatih Ranieri, tampaknya akan lebih baik jika menawarkan kontrak berdurasi satu tahun saja. Ya, kecuali jika kesebelasan tersebut bersedia menjadi mesin penghasil uang tambahan bagi Ranieri di kemudian hari seperti yang sudah dialami beberapa kesebelasan di atas.
Begitulah Ranieri. Ia mungkin bukan pelatih juara namun jelas ia pelatih yang berkelas, punya kelas tersendiri. Dan tetap berkelimpahan uang.
foto: edition.cnn.com
Komentar