Duncan Edwards: Menjegal Sepakbola dengan Caranya Sendiri

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Duncan Edwards: Menjegal Sepakbola dengan Caranya Sendiri

“Sulit mendeskripsikan kualitas seseorang tanpa pernah melihatnya bermain. Yang dapat Anda lakukan adalah menyuguhkan fakta dan biarkan orang-orang yang mengenalnya bekerja,” tulis Nabil Hassan dalam tulisannya mengenai Duncan Edwards untuk BBC.

Sebagai permulaan, biarlah Bobby Charlton, salah satu pemain terbesar dalam sejarah Inggris, mendeskripsikan Edwards. Edwards, kata Charlton, adalah satu-satunya pemain yang bisa membuatnya merasa inferior.

“Duncan tak memiliki tandingan. Ia memiliki bakat besar dan saya selalu merasa inferior dibanding dirinya. Saya selalu tidak dapat dengan baik menjelaskan kepada orang-orang sebagus apa Edwards. Kematiannya adalah satu-satunya tragedi yang pernah terjadi kepada Manchester United dan sepakbola Inggris,” ujar Charlton.

Lebih jauh, Charlton berujar: “Saya selalu merasa bahwa saya dapat lebih baik dari pemain manapun – kecuali Duncan. Ia tidak memiliki kekurangan dalam permainannya.”

Bobby Moore, kapten tim nasional Inggris saat menjuarai Piala Dunia 1966, mengaku sangat mengagumi Duncan sampai rela bolos sekolah demi melihat Duncan bermain.

“Saya pernah bolos sekolah untuk melihat Duncan bermain di White Hart Lane. Tak akan pernah ada pemain lain sepertinya,” tulis Moore dalam autobiografinya.

Charlton dan Moore hanyalah dua dari banyak orang yang mengakui kehebatan Edwards. Terry Venables, eks manajer tim nasional Inggris, berpendapat bahwa jika Edwards tidak meninggal, pasti Edwards sudah menjadi kapten Inggris saat Inggris menjadi juara Piala Dunia 1966.

Harry Redknapp, seperti Moore, mengaku mengidolai Edwards dalam buku berjudul A Man Walks On To a Pitch.

“Tidak ada keraguan dalam diri saya bahwa Duncan bisa menjadi pemain terhebat sepanjang masa. Tidak hanya di Inggris, bersama United dan tim nasional Inggris, namun juga di dunia. George Best adalah sosok istimewa, sama seperti Pelé dan Maradona, namun menurut saya Duncan jauh lebih baik dalam hal kemampuan keseluruhan,” ujar Tommy Docherty, eks pemain Celtic FC dan Arsenal, serta manajer Chelsea dan Manchester United.

Dan berbicara mengenai Edwards tidak bisa tidak melibatkan Sir Matt Busby, manajer yang sangat dihormati Sir Alex Ferguson. Manajer Manchester United yang sangat agung sehingga membuat Liverpool (kesebelasan yang tidak pernah akur dengan United) mengakuinya sebagai manajer terbaik sepanjang masa. Bahkan Bill Sahnkly, manajer legendaris Liverpool, dengan sadar merendahkan diri ketika berbicara mengenai Busby. Untuk menyemir sepatu Busby saja, Shankly merasa tidak cukup pantas.

Sehebat itulah Busby, dan dengan bermain saja Edwards mampu membuatnya terpesona sehingga ia bersedia merekrut Edwards.

Perkenalan antara Busby dan Edwards terjadi berkat pemandu bakat United, Jack O’Brien, yang berkata kepada Busby bahwa dirinya telah melihat seorang pemain berusia 12 tahun yang pantas mendapatkan perhatian istimewa. “Namanya Duncan Edwards, dari Dudley,” ujar O’Brien.

Edwards muda kemudian perlahan tapi pasti berkembang menjadi pemain yang cukup baik untuk tim utama United. Ia menjalani debutnya di usia 16 tahun 185 hari, delapan bulan sebelum ia menandatangani kontrak profesional pertamanya.

Walaupun tewas di usia yang masih sangat muda, 21 tahun, Edwards sudah memiliki dua gelar juara liga dan pernah tampil di final Piala FA. Ia juga sempat menulis buku berjudul Tackle Soccer This Way.

Komentar