Berikut adalah empat pemain yang, apa pun hasil pertandingan final nanti, tetap pantas disebut sebagai empat terbaik dari ratusan pemain yang terdaftar di Piala Jenderal Sudirman.
James Koko Lomell (Semen Padang)
Tidak sulit menyukai pemain hebat; jauh lebih mudah menyukai pemain yang berguna. Pemain hebat itu penting; jauh lebih penting lagi pemain yang berguna. James Koko Lomell tidak bisa tidak masuk ke dalam daftar ini karena ia sangat berguna untuk Semen Padang.
Saya tidak mengatakan James tidak hebat; yang saya tegaskan adalah: ia berguna. Lain hal, pembicaraan mengenai kehebatan seorang pemain bisa sangat subjektif sementara berguna atau tidaknya seorang pemain adalah pembahasan yang objektif. Namun jika saya memang harus membicarakan kehebatan James, baiklah.
Bagus jika seorang penyerang mampu mencetak banyak gol, namun tidak pun tak apa. Selama, tentu saja, ia memainkan peran utamanya sebagai penyerang (Q: lha, bukankah tugas utama seorang penyerang adalah mencetak gol? A: menurut saya bukan): menghisap keluar rasa tenang dalam diri pemain belakang.
Kebanyakan penyerang menempatkan lawan dalam situasi tidak nyaman dengan selalu terlihat atau selalu dekat yang, pada akhirnya, membuat lawan selalu berada dalam tingkat kewaspadaan tinggi. James bukan penyerang kebanyakan. Ia tidak selalu terlihat dan tidak selalu dekat. Namun itu tidak berarti James tidak membuat pemain belakang lawan berada dalam tingkat kewaspadaan tinggi. Dengan mundur ke lini tengah, James menempatkan lawan dalam tingkat kewaspadaan yang jauh lebih tinggi. James adalah air laut yang surut setelah gempa bawah laut; lawan tahu James akan kembali mendekat dan ketika James melakukannya ia akan sangat berbahaya, namun pengetahuan lawan akan hal tersebut tak akan membuat mereka berada dalam keadaan siap.
Beberapa pemain lawan merespon gaya main James dengan mengikuti pergerakannya. James turun ke lini tengah mereka ikut. James bermain melebar mereka ikut. James benar, mereka yang salah. Para pemain belakang yang mengikuti pergerakan James melakukan kesalahan karena dengan melakukannya, mereka telah membuka celah. Mengikuti James berarti membuka jalan masuk untuk para pemain Semen Padang lainnya.
Patrick Dos Santos Cruz (Mitra Kukar)
Patrick Dos Santos Cruz mencetak lebih banyak gol dari pemain mana pun di Piala Jenderal Sudirman. Mustahil tidak menyertakannya dalam daftar ini. Tidak termasuk gol-gol yang ia cetak dalam adu tendangan penalti, pemain berkebangsaan Brasil ini telah mencetak tujuh gol (mungkin bertambah pada laga final). Terdekat dengannya dalam daftar pencetak gol terbanyak adalah Cristian Gonzáles, yang kesebelasannya â Arema Cronus â telah gugur di semifinal. Itu artinya, kecuali James Koko Lomell mencetak lima gol di pertandingan final (dengan asumsi Patrick tidak mencetak gol), Patrick sudah pasti mengakhiri kejuaraan sebagai pencetak gol terbanyak.
Patrick memulai koleksi golnya ketika mencetak gol tunggal dalam pertandingan kedua Mitra Kukar di Piala Jenderal Sudirman, melawan Bali United. Setelah Bali United tidak lagi Patrick mencetak gol sepanjang sisa fase grup, namun tabungan golnya meroket di delapan besar.
Pada pertandingan pertama saja putaran delapan besar saja ia mencetak tiga gol; Mitra Kukar dibawanya menduduki puncak klasemen setelah menang 3-1 melawan Persija Jakarta. Patrick absen mencetak gol dalam kekalahan 1-2 dari Semen Padang namun mencetak dua dari tiga gol kemenangan Mitra Kukar (satu gol lainnya dicetak Yogi Rahadian) atas PS TNI. Patrick mencetak gol ketujuhnya dalam leg pertama pertandingan semifinal, melawan Arema Cronus.
Satu hal lain mengenai Patrick dan kemampuannya mencetak gol: ia tidak pernah gagal ketika dipercaya menjadi eksekutor tendangan penalti. Tiga kali ia terlibat dalam adu tendangan penalti (melawan PSM Makassar, Semen Padang, dan Arema Cronus), tiga kali pula ia berhasil menjalankan tugasnya.
Cristian Gonzáles (Arema Cronus)
Cristian Gonzáles tak akan menduduki posisi tertinggi dalam daftar pencetak gol terbanyak Piala Jenderal Sudirman. Koleksi enam golnya tak akan bertambah karena Arema Cronus sudah gugur di semifinal. Mengingat ia sudah berusia 39, ada satu kesimpulan sederhana yang dapat kita ambil: Gonzáles bisa mencetak gol sebanyak itu karena ia hebat. Gonzáles bahkan masih cukup hebat untuk mencetak perfect hattrick; ia mencetak tiga gol dengan kaki kanan, kaki kiri, dan kepala dalam pertandingan melawan Bali United.
Kecepatan Gonzáles menurun seiring dengan bertambahnya usia. Namun kekurangan tersebut tidak lantas membuatnya tidak berbahaya. Yang tidak ia miliki ia tutupi dengan kemampuan lain: penyelesaian akhir. Gonzáles juga mahir melindungi bola. Area permainan Gonzáles terbatas di bagian tengah kotak penalti â dari penalty arc ke depan gawang lawan â namun ia mampu memanfaatkan keterbatasan ruang tersebut dengan baik. Di area teersebut ia memantulkan bola untuk pemain lain atau melepas tembakan.
Arema Cronus cukup beruntung memiliki Gonzáles. Di Indonesia tidak banyak pemain sepertinya. Kebanyakan penyerang lokal bertipe penyerang sayap sementara para penyerang asing biasanya adalah poacher. Gonzáles, sementara itu, adalah seorang target man. Masih tajam di usia senja dan mampu memainkan peran yang tidak banyak dikuasai pemain-pemain yang ada di Indonesia rasanya cukup alasan untuk menempatkan Gonzáles di dalam daftar empat pemain terbaik Piala Jenderal Sudirman.
Shahar Ginanjar (Mitra Kukar)
Semen Padang dan Mitra Kukar sama-sama lolos ke final Piala Jenderal Sudirman setelah memenangi adu tendangan penalti di semifinal (masing-masing melawan Pusamania Borneo dan Arema Cronus) sehingga penjaga gawang kedua kesebelasan, Jandia Eka Putra dan Shahar Ginanjar, pantas mendapat pujian. Namun Piala Jenderal Sudirman bukan semifinal dan final saja. Shahar Ginanjar pantas dikedepankan karena sepanjang gelaran Piala Jenderal Sudirman, dari babak penyisihan grup hingga semifinal, Shahar menggagalkan lebih banyak penalti dari penjaga gawang mana pun.
Perbandingan karier kedua penjaga gawang juga membuat Shahar pantas dikedepankan. Tidak pernah mudah menjadi penjaga gawang. Kepercayaan begitu sulit didapat namun terlampau mudah lepas dari genggaman. Sementara Jandia sudah menjadi bagian dari Semen Padang sejak 2009, Shahar harus meninggalkan Persib Bandung â di mana ia menjadi pelapis I Made Wirawan â untuk mendapat tempat utama. Keputusannya bergabung dengan Mitra Kukar untuk bermain di Piala Jenderal Sudirman berbuah manis. Bermodal kepercayaan sebagai penjaga gawang utama Shahar berhasil membuktikan diri. Terutama ketika pertandingan berlanjut ke babak adu penalti. Ia menggagalkan lima tendangan penalti sepanjang gelaran Piala Jenderal Sudirman.
Komentar