Filipina, Semakin Kuat Atas Bantuan Tenaga Asing

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Filipina, Semakin Kuat Atas Bantuan Tenaga Asing

Indonesia tergabung dalam grup A pada Piala AFF 2014 yang mulai digelar pada 22 November. Pada grup ini, kesebelasan 'Garuda Jaya' akan tergabung bersama Filipina, Laos, dan tuan rumah, Vietnam.

Pada artikel ini, kami akan mencoba membedah kekuatan salah satu lawan yang akan dihadapi Indonesia pada turnamen yang digelar per dua tahun sejak 2008 ini. Dan tim pertama yang akan coba kami bedah adalah Filipina.

Sejatinya Filipina bukan lawan yang sepadan bagi timnas Indonesia. Dalam total 21 pertemuan, Indonesia tak pernah sekalipun dikalahkan tim berjuluk ‘The Azkals’ tersebut. Bahkan Indonesia berhasil menorehkan 19 kemenangan, di mana itu artinya, hanya dua kali Filipina berhasil mengagalkan Indonesia meraih kemenangan.

Indonesia sendiri berhasil dua kali mencetak gol sebanyak satu lusin. Dua kemenangan itu diraih dengan skor 12-0 pada Piala Presiden 1972 dan 13-1 pada Piala Tiger 2002. Satu kemenangan besar lain diraih pada 1962 di mana saat itu Indonesia berhasil mencukur habis Filipina dengan skor 9-0.

Namun lain dulu, lain sekarang. Saat ini, sepakbola Filipina telah berbenah diri dan siap memberi perlawanan sengit bagi kesebelasan-kesebelasan peserta Piala AFF 2014, termasuk Indonesia. Salah satu upaya mereka untuk bisa berprestasi adalah dengan memaksimalkan para pemain naturalisasi.

Ya, dalam beberapa tahun terakhir, Filipina muncul dengan wajah-wajah ‘barat’ yang cukup memiliki talenta. Sejak dimulainya era Younghusband bersaudara (James dan Phil) pada tahun 2006, timnas Filipina tak lagi jadi bulan-bulanan setiap lawannya.

Tak hanya sampai di situ, pada 2009, Filipina benar-benar berusaha mereformasi sepakbola mereka. Saat itu, mereka memprofesionalkan kompetisi kasta tertinggi Filipina lewat sekelompok pemuda yang menamakan dirinya Football Alliance. Lewat Football Alliance ini, terciptalah United Football League (UFL) sebagai kompetisi Liga Primer Filipina.

Dengan liga yang semakin terorganisir, para pemain naturalisasi pun mulai tertarik bermain di Liga Filipina, di mana ini membuat mereka bisa terbiasa dengan kultur sepakbola Filipina. Dan hasilnya langsung terasa pada Piala AFF 2010 dan 2012. Tanpa diduga, The Azkals atau yang berarti 'Anjing Jalanan' ini berhasil mencapai babak semi-final dalam dua edisi Piala AFF secara beruntun. Dan yang perlu digaris bawahi, prestasi tersebut merupakan yang terbaik sepanjang sejarah Filipina di Piala AFF.

Peringkat Filipina pun semakin membaik dari tahun ke tahun. Sempat terpelanting jauh ke peringkat 195 pada 2006, saat ini Filipina berada di peringkat 129 dunia, yang merupakan peringkat terbaik di Asia Tenggara. (peringkat FIFA per Oktober)

Para pemain naturalisasi tersebut memang sangat berpengaruh pada kualitas timnas Filipina. Bahkan lebih dari itu, para pemain lokal asli pun mulai tersisihkan karena kalah kualitas. Misalnya pada Piala AFF 2010, hanya 10 pemain Filipina yang bukan pemain naturalisasi (hasilnya mencapai babak semi-final). Padahal pada Piala AFF 2008, hanya tujuh pemain naturalisasi yang diikutsertakan timnas Filippina (hasilnya menjadi juru kunci pada babak grup).

Pada Piala AFF berikutnya (2012), pemain lokal asli semakin tergerus. Dari 25 nama, hanya empat pemain yang bukan pemain naturalisasi. Mereka adalah Eduard Sacapano, Jasion Sabio, Emelio Caligdong, dan Ref Cuaresma. Maka tak heran jika pada Piala AFF dua tahun lalu, Filipina kembali mengulang keberhasilannya dengan mencapai babak semi-final.

Bagaimana dengan Piala AFF kali ini? Sepertinya para pemain lokal benar-benar akan kembali terpinggirkan. Dalam skuat yang disiapkan pelatih Thomas Anthony Dooley kala melawan Thailand beberapa hari lalu, hanya Amani Aguinaldo, Simone Rota dan Patrick Deyton yang bukan pemain naturalisasi. Sedangkan sisanya merupakan pemain 'asing' yang ditemukan melalui proses scouting.

Selain para pemain naturalisasi, siapa pelatih mereka pada Piala AFF kali ini pun perlu mendapat perhatian tersendiri. Berbeda dengan Michael Weib, pelatih Filipina sebelumnya, Dooley yang menukangi Filipina sejak Februari 2014 ini memiliki catatan sejarah yang cukup baik.

Weib, hanya pernah menjadi pelatih timnas Rwanda sebelum melatih timnas Filipina. Bahkan pelatih asal Jerman ini hanya bertahan tiga bulan ketika menangani klub Romania, Otelul Golati, setelah didepak Filipina.

Sedangkan Dooley yang memiliki kebangsaan Amerika-Jerman, merupakan mantan pesepakbola aktif ketika masih menjadi pemain. Ia sempat membela Bayer Leverkusen (1994-1995) dan Schalke 04 (1996-1997).

Pelatih yang kini berusia 52 ini pun merupkan pemain tim nasional Amerika Serikat dengan 81 caps. Meski kala bermain berposisi sebagai sweeper, Dooley berhasil mencetak 7 gol bagi kesebelasan negeri Paman Sam tersebut. Pada 2011, Dooley pun pernah diangkat menjadi asisten pelatih timnas Amerika Serikat.

Memang, prestasinya kala menjadi pelatih tak secemerlang prestasinya ketika masih menjadi pemain di mana ia berhasil mengangkat trofi German Super Cup, Bundesliga, DFB Pokal, dan UEFA Super Cup. Namun dengan pengalamannya tersebut, tentunya bisa menjadi keunggulan tersendiri bagi pelatih pelatih kelahiran Jerman ini.

Maka dari itu, Indonesia sudah sewajarnya tak boleh meremehkan kekuatan Filipina saat ini. Karena setelah menang telak 13-1 pada 2002, Indonesia mulai kesulitan menghadapi Filipina. Memang, Indonesia tak pernah kalah (tiga kemenangan satu imbang). Namun dari tiga kemenangan itu, Indonesia hanya menang tipis (1-0, 1-0 dan 2-0). Berbeda dengan beberapa dekade lalu di mana Filipina selalu pesta gol ke gawang Filipina.

foto: philnews.ph

Komentar