Lev Yashin, satu-satunya penjaga gawang yang pernah menjadi pemenang Ballon dâOr, hanya mengenal dua penjaga gawang kelas dunia: dirinya sendiri dan Bert Trautmann.
âHanya ada dua penjaga gawang kelas dunia,â ujarnya. âSatu adalah Lev Yashin, satu lainnya adalah pemuda Jerman yang bermain untuk Manchester City.â
Yashin tidak menggunakan kata ganti âakuâ atau âdirikuâ dalam kalimat tersebut. Ia menyebut namanya sendiri, seolah tidak ingin kutipan ini diakui oleh orang lain. Setiap orang adalah âakuâ bagi dirinya sendiri; namun hanya ada satu Lev Yashin.
Dalam kalimat yang sama pula ia tidak menyebut nama Trautmann, walaupun dirinya mengakui kehebatan penjaga gawang yang pernah terus bermain walaupun menderita patah leher di tengah pertandingan tersebut.
Dalam kalimat yang ia ucapkan, Yashin menempatkan dirinya sebagai pusat perhatian. Yang menarik, saat ia terpilih menjadi pemain terbaik, ia tidak mengambil kesempatan tersebut untuk membuat dunia menyepakati rasa bangga yang ia miliki terhadap kemampuannya sendiri.
Saat dirinya dinobatkan menjadi pemenang Ballon dâOr pada 1963, mengalahkan Gianni Rivera dan Jimmy Greaves, Yashin memuji Vladimir Beara yang, seperti dirinya, merupakan seorang penjaga gawang. Mengingat Beara hanya berusia satu tahun lebih tua ketimbang dirinya, jelas sudah bahwa pujian yang diucapkan Yashin bukanlah pujian untuk seorang idola; melainkan pengakuan terhadap kualitas kawan sekaligus lawan.
âAku bukan penjaga gawang terbaik di dunia,â ujar Yashin. âPenjaga gawang terbaik di dunia adalah Vladimir Beara.â Namun dunia lebih mengingat Yashin ketimbang Beara. Bahkan di mesin pencari Google, ada lebih banyak hasil untuk Lev Yashin (365 ribu) ketimbang Beara (sedikit di atas 93 ribu). Namun apalah arti angka-angka tersebut bagi Yashin jika ia sudah menganggap Beara lebih baik darinya?
Beara lahir dari keluarga Serbia pada 2 November 1928 di Zelovo, kota yang kini menjadi bagian dari Kroasia. Di masa mudanya ia mempelajari tari klasik sehingga badannya menjadi lentur dan aksi-aksinya dalam menjaga gawang nampak luwes. Hal tersebut membuat Beara menyandang julukan Manusia Karet dan Penari Balet Bertangan Besi.
Penari Balet Bertangan Besi sewajarnya terdengar dibuat-buat; lembut dan keras tak selalu dapat begitu saja berada dalam satu tubuh yang sama. Namun nyatanya, begitulah Beara: tenang dan berani.
Beara tidak takut berduel dengan lawan dantidak suka pagar betis. Ia lebih memilih berhadapan satu lawan satu dengan eksekutor tendangan; Beara suka melihat bola dengan jelas dan menatap lawan tepat di mata.
Satu keunggulan lain yang Beara miliki adalah perhitungan yang baik terhadap umpan silang. Hal tersebut, bersama dengan tangkapan yang baik, membuatnya menjadi penjaga gawang yang hebat. Mengenai kemampuan ini, Beara mengaku berutang kepada Luka Kaliterna, salah satu pelatihnya.
âKepercayaan diriku di gawang, alasan mengapa aku nampak dapat menangkap bola dengan mudah, dan kemampuanku menjinakkan tembakan, adalah berkat Barbra Luka. Latihan yang ia berikan sederhana saja. Ia memintaku menangkap bola kecil seukuran bola kasti dan karenanya aku lebih mudah menangkap bola sepak,â ujar Beara.
Katanya, hanya mereka yang berada di peringkat pertama yang akan selamanya diingat dunia. Dalam satu kasus tertentu, hal ini tidak sepenuhnya benar. Beara kalah di final cabang olahraga sepakbola di Olimpiade 1952; namun namanya akan selamanya dikenang sebagai penjaga gawang yang mampu menggagalkan tendangan penalti Ferenc Puskás â bintang di era keemasan tim nasional Hungaria. Cerita terbaik mengenai kehebatan Beara, bagaimanapun, bukan itu.
Setelah delapan tahun membela Hadjuk Split, Beara hijrah ke kesebelasan rival: Red Star. Demi memuluskan kepindahan Beara, Red Star rela menjual bus kesebelasan. Demi satu orang pemain yang tidak bisa mencetak gol, Red Star menjual kendaraan yang mempermudah perjalanan dan menawarkan kenyamanan bagi semua pemain dan staf pelatih.
Bersama Red Star, Beara meraih empat gelar juara Liga Yugoslavia dalam lima tahun pertamanya (di Hadjuk, Beara hanya tiga kali menjadi juara). Ditambah lagi, Beara berhasil membawa Red Star dua kali juara Piala Yugoslavia.
Pada 1960 ia pindah ke Jerman, membela Alemannia Aachen hingga tahun 1963. Setelahnya Beara bermain untuk Viktoria Köln selama satu musim sebelum pensiun. Ia tidak pulang ke Yugoslavia, tetapi mengambil kursus kepelatihan di Akademi Hennes Weisweller di Köln. Sebagai pelatih, Beara menangani banyak kesebelasan termasuk tim nasional Kamerun dan cinta sejatinya, Hadjuk Split, sebagai asisten.
Komentar