Dua bulan lalu di Surabaya, Guntur Triaji merayakan keberhasilan menjuarai Piala Kemerdekaan bersama PSMS Medan. Dalam waktu dekat, bukan tidak mungkin ia akan kembali mengangkat piala. Kesebelasannya saat ini, PS TNI, sudah satu langkah lebih dekat ke final Piala Jenderal Sudirman.
Guntur sendiri optimis mengenai peluang juara kesebelasannya, walau ia tahu bahwa tujuh kesebelasan lain yang lolos ke delapan besar bersama PS TNI memiliki peluang juara yang sama besarnya. PS TNI, kata Guntur ketika saya wawancarai, mewaspadai semua kesebelasan. Optimis, iya. Meremehkan kesebelasan lain? Tentu tidak.
âKita seratus persen optimis, Mas,â ujar Guntur. âSemua pemain di sini optimis bisa berikan yang terbaik karena situasi tim juga lagi kondusif, lagi bagus. Ya kita optimis Mas 100 persen kita bisa juara tapi ya tanpa meremehkan tim-tim yang lain. Kita fokus ke diri sendiri supaya bisa tampil konsisten seperti di penyisihan, mudah-mudahan kita bisa juara.â
Optimisme Guntur bukan tanpa alasan. Menurutnya PS TNI memang memiliki keunggulan. Komposisi kesebelasan yang berbeda dengan kesebelasan-kesebelasan lain menjadi keunggulan tersendiri.
âKeunggulan kita, pertama, semangat juang,â ujar Guntur. âKarena di sini rata-rata kan diisi prajurit ya, Mas. Terus juga kekompakan. Ya kita senang disebut tim underdog, tim amatir, karena itu buat kita makin semangat buat nunjukkin kalau kita tuh mampu bersaing dengan tim-tim yang levelnya di atas kita.â
Di luar keunggulan tersebut, Guntur merasa bahwa kesebelasannya memang harus tampil optimal karena Piala Jenderal Sudirman memiliki arti tersendiri: âKalo buat kita ini kan bisa dibilang hajatnya TNI. Jadi kalau buat kita ya ini turnamen penting, Mas, karena, ya, kita harus... kita bawa nama TNI, kita harus tampilin yang terbaik, Mas.â
Pemanah yang Belum Lama Pindah ke Sayap Kanan
Tidak perlu heran melihat Guntur berada di titik ini di usia yang masih muda, 22 tahun. Keberhasilannya saat ini adalah buah dari kerja keras dan tanggung jawab atas pilihan yang ia ambil saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dengan memilih karier sebagai pemain sepakbola, Guntur menempuh jalan yang berbeda dari keluarganya, keluarga pemanah.
Mewawancarai Guntur nyaris tidak ada bedanya dengan berbicara dengan seorang prajurit. Nyaris selalu ada kata âsiapâ yang tegas di setiap jawaban yang ia berikan. Termasuk, di antaranya, adalah ketika saya bertanya mengapa ia lebih memilih sepakbola ketimbang panahan.
âSiap! Karena memang dari kecil itu hobinya lebih ke bola. Saya ikut panahan itu mungkin karena dorongan orang tua saja. Terus kakak, semua di keluarga panahan jadi saya mungkin ingin ikut-ikut saja tapi setelah jalan berapa tahun tetap, ah, tetap pengen di bola ajalah. Terus akhirnya bilang ke Bapak âudah, saya ke bola saja nggak usah panahanâ. Gitu akhirnya.â
Walau menekuni olahraga yang berbeda, sang ayah tetap memainkan peran penting dalam karier Guntur sebagai pemain sepakbola. Ketika saya bertanya apakah ada pengaruh latar belakang atlet di keluarga terhadap perkembangan karir Guntur, ia menjawab: âAdaâ. Dan tidak hanya satu kali, tetapi tiga.
âJadi, awalnya panahan,â lanjut Guntur. âTapi setelah SMP itu â karena bola dengan panahan saya jalan terus bareng â jadi setelah SMP saya pilih bola. Bapak saya kasih pilihan mau panahan atau bola, akhirnya saya pilih bola terus saya masuk (Diklat) Ragunan. Terus bapak saya selalu support saya âyaudah kalau ini udah pilihan kamu harus diniatin, ditekunin, harus bisa jadi orang lewat sepakbola, harus bisa banggain keluarga.â Jadi itu. Selalu itu yang ditekankan setiap mau saya main jadi buat nambah motivasi saya saat main, Mas.â
Keluarga yang mendukung keputusan Guntur membuatnya berkembang. Namun bukan hanya kepada keluarganya saja ia mengaju berutang budi. Ketika diminta menyebutkan dua pelatih terbaik yang pernah menanganinya, ia menyebut dua nama yang sangat berjasa kepadanya: Bambang Warsito dan Suharto AD.
âBambang Warsito yang di Ragunan karena dia yang bentuk saya bisa jadi sekarang karena dulu di Ragunan saya dari kampung, belum tau apa-apa jadi dia yang ajarin saya sampai lulus sekolah. Sedangkan coach Suharto AD dia yang memberikan saya kepercayaan sekarang sampai saya bisa muncul kembali seperti ini, Mas.â
Sementara Bambang Warsito membekali Guntur dengan dasar-dasar sepakbola, Suharto AD mengajaknya melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Guntur awalnya adalah seorang bek kiri. Suharto AD mengubahnya menjadi seorang sayap kanan; dan Guntur baru menjalani peran barunya di Piala Kemerdekaan.
âAwalnya dulu di gelandang, pertama datang itu gelandang. Tapi awalnya dulu, basic-nya, awalnya dulu pas di Diklat Ragunan masuk pertama kali itu aslinya bek kiri. Dari bek kiri masuk ke gelandang, sekarang sayap kanan,â ujar Guntur menjelaskan.
Bersambung....
Guntur: Balas Budi Dulu ke PSMS, Baru Pulang ke Persija
foto: twitter @gunturtriaji
Komentar