Masih Adakah Tempat di Barcelona bagi Pemain Binaan La Masia?

Cerita

by Redaksi 38

Redaksi 38

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Masih Adakah Tempat di Barcelona bagi Pemain Binaan La Masia?

Ketika Barcelona ikut andil mengantarkan Lionel Messi, Andres Iniesta dan Xavi Hernandez ke podium utama gala Balon d’Or 2010 lalu (ketiganya menjadi nominator terkuat peraih Balon d'Or kala itu), orang memuji-muji setinggi bintang keberhasilan La Masia memproduksi pemain. Tiga nama itu semuanya produk La Masia, belum menghitung nama seperti Sergio Busquets hingga Pedro dan Gerard Pique yang sempat mematangkan diri dulu di Old Trafford di bawah gemblengan Sir Alex Ferguson.

Dampak lanjutan dari kesuksesan itu adalah standar tinggi yang diterapkan publik, termasuk suporter Barcelona sendiri, perihal produk-produk La Masia. Datang tuntutan yang sulit ditolak soal keharusan Barcelona mengorbitkan nama-nama pemain hasil produk La Masia berikutnya. Sebagian suporternya menuntut secara tidak langsung agar Barcelona segera mengorbitkan Messi-messi yang lain, atau Xavi-Iniesta yang lain, ke tim utama.

La Masia sebagai akademi sepakbola yang mendadak masyhur dalam beberapa tahun terakhir tampaknya mulai diragukan kapabilitasnya dalam mencetak pemain bertalenta (lagi). Memang, di skuat uatama sekarang, masih ada Lionel Messi, Andres Iniesta, Gerard Pique sampai Pedro Rodriguez yang telah mengantarkan kejayaan Blaugrana dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, nama-nama diatas sudah mulai tergerus usia dan bukan tak mungkin akan hengkang mencari kesebelasan baru untuk mendapatkan tantangan dalam karir sepakbolanya.

Demi meluruskan persepsi kita atas pemain binaan La Masia yang (katanya) mulai menurun kualitas dan kuantitasnya, kita harus mempelajari, atau minimal mengetahui sejarah panjang akademi Barcelona ini yang telah ada sejak tahun 70-an ini.

Sebelum tahun 70-an, Barcelona memang mempunyai tim junior untuk bertanding di level junior. Namun pembinaan pemain muda mereka tak beraturan sehingga terkesan asal-asalan saja. Masih jauh dari sistematis dan terpola.

Sampai akhirnya tim junior Barcelona kalah dari CF Damm, presiden Barcelona saat itu, Agusti Montal, sangat berang karena kalah dari tim yang disponsori pabrik bir tersebut. Jadilah, Laureano Ruiz dikontrak untuk membenahi tim muda Barcelona. Ia pula yang diminta membenahi sistem pembinaan tim muda mereka.

cruyff barca

Hasilnya memang tak serta merta terlihat. Bahkan, Johan Cruyff yang saat itu menjadi pemain, mesti mengusulkan kepada sang presiden untuk membangun asrama khusus akademi tim muda supaya lebih fokus. Jelas, Cruyff terinpirasi dari akademi Ajax Amsterdam yang menuai banyak kesuksesan di masanya.

Tahun 1979 asrama akademi dibuka dan diberi nama La Masia. Asrama La Masia itu baru baru menghasilkan nama-nama pesepakbola berbakat yang bisa menembus tim utama pada 1988 ketika Guillermo Amor dan Josep Guardiola dipromosikan ke skuat utama the dream team asuhan Johan Cruyff.

Bahkan pada dekade 90-an, nama-nama pemain berbakat tak melulu muncul tiap tahunnya. Seorang Carles Puyol muda, yang memulai debutnya pada 1999, harus bersaing dengan Frank De Boer dan Reizeger. Begitupun Xavi muda, ia melakoni debutnya tahun 1998.  Jika dua nama tersebut adalah produk sukses di tim utama, maka jangan lupa dengan nama Mikel Arteta yang akhirnya bernasib menjadi pemain pinjaman pasca membela tim Juvenil Barcelona dan Barcelona B saat awal perjalanan karirnya dulu.

Nasib Pemain Muda La Masia di Tim Utama Sekarang

Pasca hengkangnya Martin Montoya ke Inter Milan dengan status penjaman, kini Barcelona hanya menyisakan nama-nama seperti Marc Bartra (24 tahun), Sergi Roberto (23 tahun), Rafinha (22 tahun), Sergi Samper (20 tahun), Sandro (20 tahun) dan Munir (19 tahun) saja di skuat yang meraih treble winners musim lalu. Nama-nama di atas itu pun bukanlah pilihan utama Luis Enrique. Mereka hanya pemain pelapis.

Kegelisahan mulai melanda nama-nama gemblengan La Masia yang tak kunjung mendapatkan tempat di tim utama. Bahkan saking gerahnya, Martin Montoya (24 tahun) mesti hijrah menuju Inter Milan karena merasa kesempatannya terhalangi oleh datangnya Douglas Pereira di musim lalu dan Aleix Vidal baru-baru ini.

Dari situlah muncul pertanyaan menarik: jika berbicara mengenai kesempatan bermain bagaimana peluang mereka untuk musim depan? Apakah nasib mereka akan berakhir menjadi pemain pinjaman sana-sini seperti Bojan Krkic ataupun Deulofeu?

Memang, masalahnya cukup pelik jika pemain binaan akademi sendiri seperti Montoya harus menyerah dengan keadaan karena tak mampu bersaing dengan pemain yang kurang popular seperti Douglas yang didatangkan dari Brasil. Alih-alih menampilkan performa yang mmeukau, Douglas yang direkrut awal musim lalu malah lebih sering menjadi penghuni bangku cadangan. Buruknya, ia juga menjadi bahan olok-olok media Brasil dan Katalunya.

Jika melihat beberapa aspek, kesempatan bagi pemain yang sebetulnya yang sangat mendesak adalah Marc Bartra. Dengan umurnya yang sudah menginjak 24 tahun semestinya ia mulai dipasangkan secara reguler dengan Gerard Pique ataupun dengan Mascherano sebagai mentornya di lapangan.

Marc Bartra, dalam segi postur tubuh dan kemampuannya sebagi bek tengah, tentu tak buruk-buruk amat bagi pemain seusianya. Dengan kurangnya jam bermain musim lalu, wajar jika Bartra mulai gelisah. Musim depan pun belum tentu ia akan mendapatkan kesempatan bermain lebih besar karena dikabarkan Thomas Vermaelen sudah siap berkompetisi memperebutkan tempat di pertahanan (setelah dirundung cedera panjang di musim lalu).

Saat pemain muda La Masia (Bartra) mendapatkan jatah bermain menggantikan pemain bintang (Mascherano) (Sumber: barcachief.files.wordpress.com)
Saat pemain muda La Masia (Bartra) mendapatkan jatah bermain menggantikan pemain bintang (Mascherano) (Sumber: barcachief.files.wordpress.com)

Sebetulnya pemain lain yang umurnya masih terhitung muda seharusnya tidak perlu khawatir dengan pembelian Arda Turan dan Aleix Vidal musim ini ataupun kedatangan Luis Suarez, Bravo, Mathieu dan Rakitic musim lalu. Mengapa demikian?

Karena, sepanjang sejarahnya, tim utama Barcelona memang gemar mendatangkan pemain-pemain bintang. Tahun 70-an dulu, Barcelona sempat merekrut Johan Cruyff dan Hans Krankl. Dua nama tersebut adalah pesepakbola terbaik di negaranya, Belanda dan Austria, untuk generasinya masing-masing. Jika ditarik lebih jauh lagi, pada dekade 1950-an, Barca pernah merekrut Ladislau Kubala yang juga menjadi magnet datangnya Sandor Kocsis dan Zoltan Czibor, anggota skuat megah berlabel The Mighty Magyars, julukan tim nasional Hungaria saat itu.

Lagipula, jika menghitung umur produktif dalam bermain sepakbola, nama-nama di skuat utama sekarang usianya juga terus bertambah dan mungkin akan memilih hengkang ke kesebelasan lain jika umurnya sudah menginjak 31 tahun lebih. Bersamaan dengan hal tersebut, maka pemain yang baru berumur 22 tahun akan berumur 25 tahun, pemain yang baru 19/20 tahun akan berumur 22/23. Tak terlalu tua untuk melengkapi skuat Blaugrana di empat musim mendatang.

Tentu beda kasusnya jika Barcelona benar-benar mendatangkan pemain bintang muda dengan harga selangit seperti Paul Pogba yang baru berumur 22 tahun. Sangat besar kemungkinan Pogba akan lebih diutamakan ketimbang binaan La Masia sendiri yang berusia sama namun minim pengalaman. Jarang sekali pelatih yang menyia-nyiakan pemain berharga mahal untuk membiarkannya duduk-duduk santai di bench, bukan?

Oleh karena itu, hanya kesabaran, keberuntungan serta keuletan dalam mengembangkan diri yang menjadi kunci sukses para pemain muda binaan La Masia ini. Dulu, Xavi muda berkompetisi dan belajar dari Guardiola, Iniesta muda berkompetisi dan belajar dari Deco atau bahkan Busquets berkompetisi dengan Yaya Toure.

Selain itu, mari kita memaklumi bahwa selama masih ada generasi Messi, Iniesta, Pique, Busquets, Pedro, dkk di skuat utama Blaugrana, maka (mungkin) selama itu juga ada generasi yang hilang dan tak mampu bersinar di tim utama Barcelona. Bagaimana pun, memang akan sangat sulit bersaing dengan pemain-pemain yang mutunya seperti mereka. Jika sudah demikian, apa boleh bikin, beberapa nama barangkali mesti bersiap untuk meniti karir di tempat lain.

Tulisan diolah dari berbagai sumber.

Komentar