Menapaki Penantian Panjang 25 Tahun Napoli

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Menapaki Penantian Panjang 25 Tahun Napoli

Napoli bermain imbang kala menjamu Wolfsburg 2-2 pada babak perempatfinal Europa League. Hasil ini memastikan Napoli melangkah ke babak semifinal karena pada pertemuan pertama, skuat asuhan Rafael Benitez ini menang telak 4-1.

Napoli melaju ke babak empat besar ditemani oleh Sevilla, Dnipro Dnipropetrovsk, dan wakil asal Italia lainnya, Fiorentina. Melihat kekuatan kesebelasan lain yang cukup merata, kesempatan meraih juara Europa League bagi kesebelasan berjuluk partenopei pada musim ini pun masih terbuka lebar.

Melangkah ke babak semifinal menjadi sinyal positif bahwa Napoli telah menemukan kekuatannya kembali kala berlaga di kompetisi Eropa. Terakhir kali kesebelasan asal kota Naples ini berlaga pada babak semifinal sendiri terjadi 25 tahun yang lalu, tepatnya pada musim 1988-1989, di mana pada akhir kompetisi keluar sebagai juara.

Saat itu Napoli memang tengah berada pada masa jayanya. Jelang akhir 80-an, dua runner up dan dua trofi Serie A berhasil diraih. Ditambah lagi dengan dua kali mencapai babak final Coppa Italia, satu laga berhasil menjadi pemenang. Piala Super Coppa dan UEFA Cup (yang sekarang bernama Europa League) melengkapi koleksi trofi Napoli.

Prestasi-prestasi itu diraih Napoli bersama legenda sepakbola dunia, Diego Armando Maradona. Maradona ditransfer dari Barcelona pada awal musim 1984-1985 dengan mahar 12 juta euro. Besarnya pengaruh legenda Argentina ini semakin terlihat ketika dirinya dinyatakan positif menggunakan doping berjenis kokain.

Maradona saat masih berseragam Napoli. (via: tuttocalcio.it)
Maradona saat berseragam Napoli. (via: tuttocalcio.it)

Ya, doping tersebut membuatnya dihukum selama 15 bulan tak boleh berlaga. Maradona kemudian memutuskan untuk meninggalkan Napoli dan bergabung dengan Sevilla setelah masa hukumannya berakhir. Dan tanpa Maradona, era keemasan Napoli kian memudar.

Setelah sempat meraih titel juara Super Coppa pada 1990, bayang-bayang kemunduran Napoli mulai terlihat. Hengkangnya sejumlah pemain pilar pada 1994 seperti Gianfranco Zola, Ciro Ferrara, dan Daniel Fonseca semakin menurunkan kualitas Napoli. Hingga pada musim 1997-1998, kesebelasan yang bermarkas di San Paolo ini hanya mengemas tiga kemenangan di Serie A sehingga harus terlempar ke Serie B.

Sempat kembali promosi ke Serie A pada musim berikutnya, 1999-2000, Napoli hanya bertahan satu musim. Napoli akhirnya kembali ke Serie B setelah terus berkutat di zona degradasi pada musim itu. Namun kegagalan promosi pada musim 2001-2002 lah yang menyebabkan Napoli semakin diambang kehancuran.

Terus coba mempertahankan para pemain terbaiknya, hutang Napoli kemudian kian menumpuk karena hanya berkutat di Serie B dengan pemain bergaji mahal. Puncaknya pada Agustus 2004, hutang sekitar 70 juta euro harus membuat Napoli tak berdaya dan dinyatakan bangkrut.

Seorang produser film asal kota Naples, Aurelio De Laurentiis, kemudian berusaha menyelamatkan Napoli. Federasi sepakbola Italia, FIGC, menyetujuinya namun Napoli tak boleh lagi menggunakan nama Sportiva Societa Calcio Napoli dan harus memulai kompetisi dari Serie C1.

De Laurentiis sendiri kemudian dikenal sebagai presiden klub yang gila.

Meski bermain di divisi rendah, Napoli tetap tak kehilangan daya tariknya. Rekor penonton terbanyak dicetak Napoli di Serie C dengan 51 ribu penonton. Berkat dukungan yang terus mengalir, Napoli yang saat itu berganti nama menjadi Napoli Soccer promosi ke Serie B pada akhir musim 2005-2006.

Napoli terus menapaki tangga promosi setelah hanya semusim bermain di Serie B dan mendapatkan tiket promosi ke Serie A bersama kesebelasan tertua Italia, Genoa. Pada musim perdananya di Serie A, 2006-2007, Napoli langsung finish di urutan ke-8 dan berlaga di Piala Intertoto.

Sejak saat itu, era baru Napoli untuk kembali menjadi kesebelasan papan atas Italia dimulai. Namun pemain-pemain berkelas macam Edinson Cavani dan Marek Hamsik belum bisa memberikan trofi lebih bergengsi dari Coppa Italia yang diraih pada 2011-2012 dan 2013-2014. Kesulitan bersaing di Eropa pun membuat Napoli harus merelakan kepergian Cavani, dan juga Ezequiel Lavezzi.

Kebangkitan Napoli bermula dari hadirnya trio Cavani-Lavezzi-Hamsik. (via:zimbio.com)
Kebangkitan Napoli bermula dari hadirnya trio Cavani-Lavezzi-Hamsik. (via:zimbio.com)

Sebelum mencapai babak semifinal pada musim ini, prestasi terbaik Napoli di Eropa hanyalah mencapai babak 16 besar Europa League. Namun setidaknya, Napoli mulai secara rutin berlaga di kompetisi Eropa, bahkan sempat selama dua musim berlaga di Liga Champions.

Kini bersama Rafael Benitez, pelatih yang pernah mengantarkan Liverpool juara Liga Champions, Napoli semakin dekat untuk mencapai raihan terbaik mereka di masa lalu: menjadi juara kasta kedua kompetisi Eropa, walau dirinya sempat terancam dipecat karena performa buruk di Serie A. Meskipun begitu, mencapai babak semi-final pun sudah menjadi pertanda baik bahwa Napoli terus meningkatkan kualitas dan prestasinya.

Hasil ini pun setidaknya membuktikan bahwa Napoli tak butuh pemain dengan level Maradona untuk bisa berbuat banyak di kompetisi Eropa. Dengan pemain berkualitas macam Gonzalo Higuain, Marek Hamsik, dan Jose Callejon, serta pelatih yang tepat seperti Benitez, Napoli sudah layak kembali menjadi salah satu kesebelasan terkuat Italia dan ditakuti oleh kesebelasan-kesebalasan Eropa.

Baca juga tentang kebangkitan kesebelasan Italia yang sudah di depan mata.

Jika pada akhir kompetisi Europa League musim ini Napoli menjadi juara, bukan tak mungkin Juventus yang kini tengah mendominasi Serie A pun akan mulai mendapatkan ancaman yang nyata dari Napoli beberapa musim ke depan. Saat ini, Napoli berada di urutan ke-4. Tapi mulai musim depan, Napoli pasti akan menjadi lebih kuat dan siap mengganggu hegemoni Juventus di Italia.

foto: canalenapoli.it

Komentar