MLS: Liga dengan Pendekatan Bisnis

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

MLS: Liga dengan Pendekatan Bisnis

Sejak didirikan pada 1993, Major League Soccer (MLS) 2015 adalah musim ke-20 MLS sebagai liga tertinggi di Ameria Serikat dan Kanada. Musim pertama MLS baru terjadi pada 1996 dengan sepuluh kesebelasan saja.

Liga modern ini sempat mengalami masalah keuangan dan operasional di bebeapa tahun pertama. Liga kehilangan jutaan dolar, kesebelasan bermain dalam stadion American football yang kebanyakan kosong, dan dua kesebelasan gulung tikar pada tahun 2002, bahkan tahun lalu Chivas USA juga bangkrut.

Sejak itu, MLS telah diperluas menjadi 20 kesebelasan, pemilik kesebelasan juga sudah mulai membangun stadion yang secara spesifik ditujukan untuk pertandingan sepakbola. Rata-rata kehadiran penonton di pertandingan MLS juga semakin meningkat bahkan melebihi NBA (basket) dan NHL (hoki).

Sudah dua dekade berlalu, MLS sudah sangat menguntungkan karena masing-masing kesebelasan dimiliki dan dikendalikan oleh investor liga.

Musim reguler MLS sudah berjalan dari awal Maret ini sampai Oktober nanti. Dari 20 kesebelasan peserta MLS, mereka dibagi menjadi East Conference dan West Conference. Di tengah musim, diadakan istirahat untuk All-Star Game. Pertandingan ini dilangsungkan antara pemain-pemain terbaik di liga dengan kesebelasan undangan dari luar negeri, biasanya dari Eropa.

Pada akhir musim reguler, kesebelasan dengan total poin tertinggi tidak ditahbiskan sebagai juara, melainkan diberikan gelar Supporters’ Shield.

Sementara untuk menentukan juara, kompetisi langsung dilanjutkan oleh 12 kesebelasan yang akan melaksanakan MLS Cup Playoffs pada Bulan November sampai awal Desember. MLS Cup Final adalah pertandingan puncak untuk menentukan juara MLS.

Selengkapnya untuk masalah format MLS, bisa sama-sama kita simak dalam website resmi MLS berikut ini.

Dua masalah yang harus dihadapi oleh MLS

Dua masalah yang harus dihadapi MLS adalah mengenai jadwal kompetisi dan promosi-degradasi. Masalah penjadwalan ini mengalami konflik dengan kalender FIFA dan dengan turnamen musim panas internasional seperti Piala Dunia dan Piala Emas (CONCACAF Gold Cup).

Masalah lainnya, jika liga berubah jadwal menyesuaikan jadwal kalender FIFA, istirahat musim dingin akan diperlukan. Hal ini sangat dipertimbangkan terutama dengan beberapa kesebelasan yang berada di daerah beriklim dingin.

Selain itu, mengubah jadwal kompetisi juga akan menyebabkan konsekuensi bagi MLS untuk bersaing dengan olahraga lain yang lebih populer, yaitu basket dan hoki.

Sedangkan masalah promosi-degradasi juga mencuat terus-menerus. Begitu banyak hal yang harus berubah jika sistem promosi-degradasi diterapkan: kepemilikan MLS, perjanjian sponsorship, dan mungkin yang paling mendasar, yaitu budaya masyarakat AS.

Masyarakat AS masih sangat asing dengan sistem promosi-degradasi, sedangkan playoff adalah bagian dari budaya olahraga AS. Hal ini terjadi juga di NBA, NHL, NFL (American football), MLB (bisbol), dan olahraga lainnya.

Bisnis adalah segalanya untuk MLS

Manfaat dari promosi-degradasi akan membuat tingkat kompetitif semakin tinggi. Tapi MLS adalah liga yang lebih dijalankan dengan pendekatan bisnis daripada olahraga itu sendiri.

“MLS ada dalam posisi yang luar biasa di tahun ke-20 ini,” kata Jeff L'Hote, seorang konsultan manajemen yang mengkhususkan diri dalam bisnis sepakbola global, “Dari sudut pandang itu, hal-hal yang mereka kerjakan tidak akan berurusan dengan promosi-degradasi. Kebanyakan kesebelasan akan fokus pada memaksimalkan pendapatan tiket dan pendapatan sponsor lokal, dan dari sudut pandang mereka, ini akan memaksimalkan rating TV.”

Saat ini MLS memiliki 20 kesebelasan, tapi mereka berencana akan menambah peserta menjadi 24 kesebelasan pada 2020. MLS jelas tidak mengalami kesulitan menghasilkan uang dari investor. Para investor membayar uang besar untuk menjadi bagian dari MLS, tidak menjadi bagian dari divisi dua atau tiga.

Promosi-degradasi tidak akan meningkatkan pendapatan kesebelasan dan liga. Jika MLS didikte oleh bisnis, maka promosi-degradasi tidak akan pernah terjadi. Namun, jika membicarakan hal lain, mungkin kita bisa membuka perdebatan ini pada satu atau dua dekade yang akan datang.

Apakah MLS merupakan sistem yang terbaik? Pada praktiknya, sistem MLS adalah sistem terbaik untuk Amerika Serikat. Di sana, sepakbola bukanlah olahraga yang populer meskipun banyak hal dilakukan untuk mempopulerkan sepakbola. Dari segi bisnis, sistem MLS juga merupakan sistem terbaik yang menghasilkan uang dan juga kestabilan kesebelasan-kesebelasan yang berkompetisi di dalamnya.

Sistem ini bahkan ditiru oleh India Super League (yang disingkat juga akan sama-sama ISL) atau A-League di Australia. Butuh pengorbanan tertentu untuk memajukan sepakbola sebuah negara, dan AS sudah melakukannya dengan luar biasa dengan MLS-nya.

Jangan heran suatu hari nanti MLS akan berubah namanya menjadi MLF: Major League Football. Lalu, American football jadi apa? Rugbi, lah! Dasar, Soccer!

Komentar