Musim yang Baik untuk Si Nyonya Tua Jerman

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Musim yang Baik untuk Si Nyonya Tua Jerman

Dalam Soccernomics disebutkan bahwa peta kekuatan sepakbola Eropa, yang sebelumnya terpusat di kota-kota industri, telah bergeser ke ibu kota dan/atau kota terbesar di sebuah negara. Teori ini terbukti benar di beberapa negara, termasuk Spanyol, Inggris, dan Prancis.

Tapi hal tersebut tidak (atau masih belum) berlaku di Jerman. Berlin – ibu kota negara sekaligus kota dengan jumlah penduduk terbesar di Jerman – menjadi sebuah pengecualian.

Ketika Allianz Arena menjadi tempat penyelenggara final Champions League pada 2012, Bayern München berhasil mencapai partai puncak dan bertanding di stadion yang mereka pakai bersama dengan TSV München tersebut. Namun ketika Olympiastadion menjadi tempat penyelenggaraan final Champions League 2015, Hertha BSC – satu-satunya kesebelasan yang menggunakan Olympiastadion sebagai kandang walau stadion tersebut bukan milik mereka – tidak ambil bagian dalam pertandingan.

Jangankan bermain di final Champions League di kandang sendiri, mencapai final DFB-Pokal yang sejak 1985 diselenggarakan di Olympiastadion pun, baru sekali Hertha merasakannya; pada 1993 tepatnya. Sebagai catatan, Hertha sebenarnya telah tiga kali mencapai final DFB-Pokal. Namun dalam dua kesempatan sebelum 1993 – pada 1977 dan 1979 – pertandingan final dilangsungkan di Niedersachsenstadion yang terletak di Hannover. Dalam ketiga kesempatan tersebut tidak sekali pun Hertha keluar sebagai juara.

Begitu menarik hubungan (atau ketiadaan hubungan?) antara Hertha dan final DFB-Pokal hingga pemandu stadion tour dari Olympiastadion pun menyinggung jarangnya Hertha tampil di pertandingan final yang selalu dilangsungkan di kandang mereka. Ia menyinggung masalah itu dengan rapi dalam sebuah gurauan, serapi ia menyampaikan trivia mengenai trek lari dan ruang ganti. Gurauannya mengenai Hertha lucu karena yang ia katakan benar.

Kami tidak tahu namanya karena kami terlambat dan bergabung dengan rombongan setelah tur berjalan; kami memanggilnya Funny Guy.
Kami tidak tahu namanya karena kami terlambat dan bergabung dengan rombongan setelah tur berjalan; kami memanggilnya Funny Guy.

Saya yang beberapa waktu lalu mengunjungi Olympiastadion bersama dua dari empat kawan yang menjalani stadion tour bersama saya – seorang pendukung Liverpool bernama Faisal dan seorang pendukung Chelsea bernama Miko – langsung menyatakan diri sebagai pendukung Hertha setelah kunjungan ke Olympiastadion (dua lainnya adalah pendukung Bayern bernama Katrin dan Kukuh, dan tidak akan ada yang dapat menjauhkan mereka dari Bayern). Miko bahkan menggoda saya untuk berpaling dari Schalke 04, namun saya menolak karena saya rasa Hertha lebih buruk dari Schalke; secara rutin Schalke menduduki peringkat yang lebih tinggi. Sebulan sejak kunjungan tersebut, saya terbukti salah. Setidaknya untuk saat ini.

Hertha berada di peringkat ketiga klasemen sementara Bundesliga. Hanya Borussia Dortmund yang memisahkan mereka dari Bayern München. Tepat di bawah kesebelasan berjuluk die alte Dame – Si Nyonya Tua – tersebut secara berturut-turut ada VfL Wolfsburg, Borussia Mönchengladbach, dan Bayer Leverkusen – tiga dari empat wakil Bundesliga di Champions League musim ini (walau Mönchengladbach dan Leverkusen sudah tersingkir). Peluang Hertha menjuarai Bundesliga, dengan Bayern dan Dortmund yang sedang gila-gilanya, jelas kecil.

Namun, performa Hertha di Bundesliga musim ini (sembilan kemenangan dan dua hasil imbang dari 16 pertandingan) adalah indikasi bahwa mereka berbeda dengan musim sebelumnya. Musim lalu Hertha mengakhiri liga tepat di atas zona degradasi. Itu pun berkat keunggulan selisih gol dari Hamburger SV.

Hertha, menurut Raphael Honigstein dalam tulisannya untuk the Guardian, berada di posisi mereka saat ini karena mereka efisien. Hertha mengubah nasib tanpa perlu belanja banyak pemain bintang. Jika ada satu individu yang pantas mendapat banyak pujian untuk efisiensi Hertha, sosok tersebut adalah Pál Dárdai, sang pelatih kepala yang statusnya kini  sudah permanen setelah menjabat posisi pelatih kepala sementara sejak 5 Februari hingga 28 Mei tahun ini. Begitu efisien Hertha dalam menyerang sehingga untuk mencetak empat gol dalam kemenangan terbarunya saja (4-0 dalam pertandingan tandang melawan SV Darmstadt) Hertha hanya membutuhkan lima peluang.

“Jika Anda secara rutin menyaksikan kami berlatih, Anda tidak perlu membicarakan keajaiban, namun kerja keras. Kami tidak perlu bergantung kepada keberuntungan sampai sekarang,” ujar Dárdai yang membawa Hertha memenangi lima dari tujuh pertandingan Bundesliga terakhir. Dua pertandingan yang gagal Hertha menangi dalam tujuh pertandingan tersebut, sebagai catatan, adalah melawan Mönchengladbach (yang saat itu belum terkalahkan) dan Bayern. Kalah melawan dua kesebelasan tersebut adalah wajar.

Walau gelar juara Bundesliga masih jauh dari jangkauan, Hertha dapat meraih banyak hal dengan efisiensinya. Menjuarai DFB-Pokal adalah salah satunya. Andai mereka tidak mampu mengakhiri penantian menjadi juara di rumah sendiri pun, dengan performa saat ini, Hertha bisa mengakhiri musim di zona Champions League dan ambil bagian dalam gelaran musim depan.

Saya yakin tidak terlalu dini untuk mengatakan bahwa ini adalah musim yang baik bagi Die Alte Dame atau Si Nyonya Tua, julukan Hertha Berlin. Faisal dan Miko memilih tahun yang tepat untuk menjadi pendukung Hertha.

Komentar