Legenda Manchester United, Eric Cantona, buka suara terkait tragedi penembakkan kantor redaksi Charlie Hebdo. Menurutnya apa yang terjadi saat ini bukanlah alasan untuk menyerang Islam. Fanatisme ada di mana-mana tapi hanya ada dalam diri segelintir orang.
âSisanya adalah penganut Katholik, Buddha, dan Muslim biasa. Aku pikir sangat penting untuk memandangnya lewat sudut pandang sejarah. Sangat penting untuk mengingat bahwa semua yang telah terjadi ini dilakukan oleh kelompok teroris yang tidak Islami,â kata Cantona kepada Euronews.
Meskipun demikian, ia mengaku amat terkejut akan penyerangan tersebut. Namun, ia mengungkapkan bahwa ini bukanlah kali pertama adanya penyerangan terhadap kebebasan berekspresi. Pemain yang tidak pernah ragu-ragu mengutarakan pikiran dan perasaannya, termasuk menendang fans lawan ini, mencontohkan Bioskop Saint Michel yang dibakar pada Oktober 1988. Penyebabnya bioskop tersebut memutar fil âThe Last Temptation of Christâ. Para penyerang tersebut berasal dari kelompok Katholik.
â40 orang terluka, empat korban menderita luka seriuuusss, dan itu adalah serangan kriminalitas, tujuannya untuk membakar hidup-hidup 50 orang,â ujar Cantona.
Cantona berpendapat kita seharusnya tidak hanya terpaku pada kejadian dan isu yang berkembang saat ini. Kita mestinya belajar dari masa lalu tentang kejadian yang sama bahwa ekstrimis adalah bagian dari minoritas, yang mana tidak memiliki keyakinan yang sama dengan kepercayaan mayoritas.
âAku yakin 10% Muslim saat ini merasa tidak nyaman dan mereka malu atas apa yang terjadi. Ini penting untuk dikatakan bahwa seorang Muslim adalah moderat jika dia hanya warga negara seperti Anda dan saya. Apa arti âmoderatâ sebenarnya? Apakah itu berarti bahwa Islam adalah agama ekstrimis? Ini adalah provokasi laten, Anda lihat? Dan ini sangat berbahaya,â tegas Cantona.
Cantona memang bukan pemain biasa. Sejak pensiun, dia menjelma menjadi kritikus yang pedas terhadap berbagai hal yang tidak ia sukai. Pernah ia berkampanye anti sistem perbankan karena menurutnya sistem itu telah memperkaya segelintir orang. Beberapa waktu lalu, Cantona juga mengkritik pedas gelaran Piala Dunia 2014 yang menurutnya dihelat dengan cara yang sewenang-wenang.
Bangkitnya Kelompok Ultra-Nasionalis
Kelompok ekstrimis kanan yang fundamentalis agama maupun yang ultra-nasionalis akan bangkit bersama-sama. Saat kelompok teroris melancarkan aksinya, kelompok ultra-nasionalis pun hadir tujuannya sama: saling membenci. Dua-duanya pada akhirnya akan berdiri sama kuat. Dan hal itu yang dikhawatirkan terjadi di Prancis.
Kelompok ultra-nasionalis Prancis hampir merebut kursi kepresidenan pada 1998. Popularitasnya makin meningkat lima tahun berselang.
Cantona, pemain jenius kelahiran 24 Mei 1966, berpendapat bahwa hal tersebut awalnya terjadi karena krisis ekonomi. Kelompok ultra-nasionalis tidak akan tumbuh di Prancis andai tidak ada krisis pada 1929 dan Adolf Hitler tidak berkuasa dengan menduduki daerah-daerah sekitarnya.
âSelama krisis, orang-orang mulai jatuh ke dalam keputusasaan. Mereka tidak tahu lagi harus bergantung pada apa, dan ini yang kemudian melahirkan ekstrimisme. Hal paling berbahaya, sekali lagi, adalah mengambil keuntungan dari keputusasaan orang-orang untuk menyebarkan ide-ide gila,â lanjut Cantona, âMereka yang melakukannya, membentuk dan mengembangkan kebencian demi kepentingan politis, untuk mendapatkan kekuatan. Dan aku pikir hal tersebut menyedihkan dan tercela.â
Kebangkitan kelompok ultra-nasionalis secara langsung akan mengganggu ketenangan dan kenyamanan mereka yang berbeda, utamanya kaum imigran. Cantona sendiri membintangi film dokumenter berjudul âFootball and Immigration: a 100 Years Common Historyâ.
Hal terbaik dalam sepakbola, khususnya olahraga adalah Anda hanya bisa meraih sesuatu saat Anda menjadi yang terbaik ketimbang yang lain. Siapapun Anda, bagaimanapun warna kulitnya, itu tidak berarti apa-apa dalam olahraga.
Hal berbeda ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Imigran biasanya kerap sulit menyekolahkan anaknya, hingga mencari pekerjaan.
Sepakbola Masa Kini
Cantona mengaku bahwa ia masih mencintai sepakbola. Ia mencontohkan bagaiamana Messi dan Ronaldo bermain. Keduanya melakukan hal yang menyenangkan di atas lapangan.
âJika ada pebisnis yang berkuasa sebagai pemilik Chelsea, atau Berlusconi yang menggunakan AC Milan untuk kepentingan politik, semua itu terjadi karena besarnya terpaan media terhadap sepakbola,â ujar Cantona.
Sementara itu, ketika ditanya mengenai tendangan kungfunya ke arah penonton di tribun kala menghadapi Crystal Palace, ia tidak menjawab dengan tegas apakah ia menyesal atau tidak.
âHidupku seperti itu. Di mana aku berada hari ini adalah hasil dari langkah yang telah aku tempuh. Jika aku tidak mengalaminya dalam hidupku, aku tidak akan ada di tempat aku sekarang. Dan aku sangat senang ada di sini, di hadapan Anda,â tutup Cantona.
Sebuah pembelaan yang jenial dan intelektual, dari seorang pemain bengal yang pernah mengeluarkan pernyataan legendaris tentang ikan sardin dan burung camar ini.
Sumber gambar: france24.com
Komentar