Presiden FIFA, Sepp Blater, mengungkapkan pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 adalah sebuah kesalahan. Banyak pandangan negatif yang disuarakan Blater untuk Qatar, salah satunya adalah soal cuaca.
Piala Dunia biasanya berlangsung pada Juni-Juli atau saat rehat kompetisi sepakbola di berbagai negara di dunia. Di saat yang sama, di belahan bumi utara tengah memasuki musim panas.
Qatar memiliki kondisi geografis yang mayoritas berbasis padang gurun. Meskipun Qatar dikelilingi lautan, ini tidak membuat suhu di Qatar menjadi rendah. Suhu di Qatar umumnya berkisar di angka 30-40 derajat celsius.
Suhu ini bisa bertambah panas ketika Qatar sedang memasuki musim panas. Pada masa itu, berdasarkan data dari Accu Weather, suhu terendah di malam hari hanya mencapai 31 derajat celsius, atau hampir setara dengan panasnya Denpasar di siang hari. sedangkan suhu terpanas di Qatar pada tahun ini mencapai 48 derajat celsius pada Mei lalu.
Beragam spekulasi mengenai Piala Dunia 2022 keluar dari ucapan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Sekretaris Jendral FIFA, Jerome Valcke, yang menyarankan Piala Dunia 2022 tidak digelar pada Juni-Juli, melainkan Desember-Januari, yang bertepatan saat musim dingin.
Terlepas dari kontroversi penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah, cuaca panas memang menjadi tantangan yang berat. Ini merupakan pekerjaan yang harus dihadapi baik oleh FIFA sebagai penanggung jawab, maupun oleh Qatar sebagai penyelenggara.
FIFA memiliki tanggung jawab karena mereka lah yang memilih Qatar lewat pemungutan suara. Demikian dengan Qatar yang menjanjikan terciptanya Piala Dunia yang megah. Meski baru akan dimulai delapan tahun mendatang, tapi, voting ulang untuk menentukan tuan rumah pengganti Qatar, sudah diwacanakan.
Padahal, delapan tahun bukanlah waktu yang singkat bagi teknologi untuk berkembang. Contoh paling mudahnya bisa dilihat dari teknologi telepon genggam selama delapan tahun ke belakang. Para pengguna tentu tidak akan menyangka, telepon genggam akan memberikan dampak besar  pada kehidupan manusia. Ini terjadi karena fitur-fitur yang memaksa manusia bergantung pada telepon genggam.
Telepon genggam hanyalah bagian kecil dari kemajuan teknologi. Di sisi lain, bukan tidak mungkin, para insinyur dapat membuat sebuah lingkungan yang tahan panas. Dan Qatar, jelas telah menyiapkan dana tersendiri untuk menyelenggarakan Piala Dunia yang nyaman untuk siapa saja.
Contoh dari teknologi tersebut adalah Burj Al Khalifa, sebuah bangunan vertikal setinggi 828,9 meter. Berdasarkan pemaparan dari sejumlah ahli kosntruksi, menara yang berlokasi di Kota Dubai, Uni Emirat Arab ini, tidak akan mampu menahan panasnya udara dari luar ruangan, meskipun menggunakan banyak pendingin ruangan sekalipun.
Gedung yang dikelilingi kaca akan menjadikan efek rumah kaca. Ketika matahari menyinari Burj Al Khalifa, udara panas yang masuk akan terkurung di dalam dan sulit untuk keluar dari bangunan tersebut. Dikhawatirkan, suhu panas tersebut malah akan merusak konstruksi gedung.
Mereka, akhirnya menggunakan tambahan lapisan kaca di sekeliling Burj Al Khalifa. Ini membuat suhu panas tidak akan langsung masuk ke dalam gedung, melainkan dipantulkan kembali ke luar.
Apa yang dilakukan kontraktor Burj Al Khalifa, sepertinya dapat dicontoh oleh Pemerintah Qatar. Bukan tidak mungkin, Qatar akan menerapkan sistem yang sama di setiap stadionnya. Setiap stadion akan dilapisi kaca penahan panas. Sehingga, bentuk stadion tidak lagi terbuka, tapi tertutup seperti layaknya sporthall.
Di dalam stadion, tentu saja akan dipasang pendingin ruangan dengan jumlah yang masif, agar penonton tidak  kepanasan karena suhu panas yang tidak masuk akal di Qatar. Saat ini, Pemerintah Qatar telah menyiapkan âteknologi pendinginâ di beberapa lokasi seperti fan zone, tempat latihan, dan di beberapa lokasi seperti metro dan stadion.
Melihat hal ini, sulit untuk mendukung pendapat negatif seperti yang Sepp Blater katakan. Pemilihan Qatar jelas merupakan keputusan yang demokratis di bawah pengawasan FIFA. Terlepas dari adanya dugaan suap terhadap pejabat-pejabat FIFA, tapi penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah adalah sesuatu yang wajar.
Jika terbukti ada indikasi kasus suap maupun  korupsi, sudah seharusnya FIFA beres-beres dan bukan ribut mengurusi apa yang telah mereka putuskan. Menyalahkan Qatar menandakan ada yang janggal dari perilaku FIFA pada saat ini.
Suhu panas yang dijadikan kambing hitam, bisa saja dituntaskan dengan perkembangan teknologi yang selalu sulit untuk diduga kemajuannya. Qatar adalah negara dengan kemampuan finansial yang sehat. Emir di Qatar tentu tak akan segan-segan menggelontorkan uang untuk membeli teknologi demi kemegahan Piala Dunia.
Jika benar-benar terjadi, setiap pemain tentu harus melakukan aklimatisasi dengan cuaca gurun seperti di Qatar. Kami pernah menuliskannya di sini.
Lantas, apakah kita akan menyaksikan teknologi baru di Piala Dunia 2022? Ataukah, negara lain yang akan menyelenggarakannya? Atau malah, kita akan menyaksikan pejabat-pejabat FIFA di penjara?
Sumber gambar: Sporteology.com
[fva]
Komentar