Ronald Koeman, Otak Dibalik Kesuksesan Southampton

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Ronald Koeman, Otak Dibalik Kesuksesan Southampton

Sebelum musim liga bergulir, tak sedikit yang memprediksi bahwa Southampton akan tampil mengecewakan musim ini. Prediksi tersebut bukan tanpa alasan, kepergian beberapa figur penting dalam tim menjadi alasan utama mengapa Soton tak akan kembali tampil ciamik seperti musim lalu.

Manajer yang berhasil mengantarkan Southampton finish di peringkat ke-8 musim lalu, Mauricio Pochettino, hijrah ke Tottenham Hostpur. Lalu pemain-pemain andalan yang berhasil mengangkat Soton dari divisi League One hingga ke Premier League: Luke Shaw, Adam Lallana, Rickie Lambert, Dejan Lovren dan Calum Chambers, hengkang ke tim top Liga Inggris.

Karena itulah kekuatan tim berjuluk The Saints ini dinilai tak lagi memiliki kapabilitas untuk berbicara banyak di Premier League musim ini. Bahkan keraguan bisa bertahan di kompetisi teratas Liga Inggris pun sempat menyeruak ke permukaan.

Namun yang terjadi saat ini nyatanya tak demikian. Bahkan diluar dugaan, setelah memasuki gameweek ke-8 Liga Inggris, Southampton berada di peringkat tiga klasemen. Posisinya berada di bawah  Manchester City dengan selisih satu poin, dan pemuncak klasemen, Chelsea, dengan selisih enam poin. Kemenangan telak 8-0 atas  Sunderland akhir pekan lalu pun membuktikan bahwa Southampton musim ini layak diperhitungkan.

Lantas apa yang menjadi modal Southampton berada di papan atas Liga Inggris musim ini? Ronald Koeman. Ya, bersama manajer asal Belanda ini, Soton berhasil menjelma menjadi tim menakutkan di Inggris.

Pemilihan pemain yang direkrut untuk memperkuat timnya menjadi seorang Koeman meracik timnya. Pasca kepergian Pochettino, Koeman memang mendapatkan hak penuh untuk menentukan siapa saja pemain baru yang ingin ia datangkan.

Rickie Lambert dan Adam Lallana yang musim lalu menjadi tumpuan Soton ia gantikan dengan Graziano Pelle dan Dusan Tadic. Pelle adalah anak buahnya kala Koeman melatih Feyenoord musim lalu, sedangkan Tadic dkirekrut dari FC Twente. Meski namanya kurang dikenal, kedua pemain ini merupakan pemain-pemain terbaik Eredivisie.

FC Twente musim lalu menciptakan 133 attempts, di mana kurang lebih sepertiganya dikreasikan oleh Tadic (tertinggi di Eredivisie). Umpan silangnya pun merupakan salah satu yang terbaik di Eredivisie. Total ia menciptakan 64 umpan silang berhasil dalam semusim, jumlah yang lagi-lagi terbaik di Eredivisie.

Sementara itu, Pelle memiliki spesialis berbeda dibanding Tadic. Mantan bomber Parma ini merupakan pemain yang handal dalam duel-duel udara. Sembilan gol yang ia ciptakan lewat sundulan di Eredivisie musim lalu merupakan yang tertinggi di Eredivisie. Secara keseluruhan, Pelle mencetak 23 gol dalam 28 penampilannya musim 2013/2014.

Tadic dan Pelle pun beradaptasi cepat dengan Liga Inggris di bawah asuhan Koeman. Keduanya pun mendapatkan rating tertinggi klub via whoscored.com. Wajar memang, Pelle sudah mengemas enam gol dan satu assist. Sementara Tadic sukses menorehkan tujuh assists dan satu gol.

Secara strategi, Pochettino dan Koeman menerapkan skema yang berbeda. Kala ditangani Pochettino, Soton menerapkan pressing tinggi hingga pertahanan lawan, sementara skema yang diterapkan Koeman lebih memainkan garis pertahanan rendah.

Hal ini dilakukan karena dua gelandang andalan Soton: Victor Wanyama dan Morgan Schneiderlin, bertipikal ball winning midfielder. Keduanya ditugaskan menjadi perebut bola di area depan kotak penalti Soton. Dan sejauh ini, strategi itu berjalan dengan baik karena Soton menjadi tim dengan tackle per game tertinggi di Premier League (24,5 tackle per game).

Keberhasilan strategi Koeman ini pun terlihat dengan minimnya jumlah kebobolan Soton. Saat ini, gawang Fraser Forster baru kebobolan lima gol, jumlah kemasukan paling sedikit di Premier League.

Kredit khusus yang patut diberikan pada Koeman adalah bagaimana ia bisa meramu pemain-pemain Soton yang banyak dihuni oleh pemain muda. Bersama Koeman, nama-nama seperti Nathaniel Clyne, James Ward-Prowse, Jack Cork, dan Victor Wanyama semakin bersinar.

Nama-nama di atas seringkali diturunkan sejak menit awal meski mereka masih berusia muda. Kepergian beberapa pemain inti memang membuat kans bermain mereka menjadi lebih besar. Apalagi Koeman cukup percaya pada talenta mereka.

Koeman memang pelatih yang dikenal mampu memaksimalkan potensi pemain muda yang ditanganinya. Ia tak ragu menjadikan pemain muda sebagai pemain inti dalam timnya (misal Ward-Prowse yang masih berusia 19 tahun).

Ketika menangani Feyenoord musim lalu, terdapat nama-nama talenta muda seperti Bruno Martins Indi, Daryl Janmaat, dan Stefan De Vrij dalam skuatnya. Ketiganya mendapatkan menit bermain sangat banyak dari Koeman. Dan hasilnya, ketiganya terpilih menjadi pemain tim nasional Belanda yang berlaga pada Piala Dunia 2014.

Maka dari itu, apa yang ditorehkan Soton sejauh ini memang tak lepas dari ketepatan manajemen Southampton dalam penunjukkan Ronald Koeman sebagai sukser Mauricio Pochettino. Jika sudah seperti ini, bermain di Liga Champions yang sudah menjadi impian Soton sejak lama pun tak mustahil bisa mereka raih pada akhir musim ini.

foto: wikimedia.org

Komentar