Di sejumlah media, kini tengah ramai diperbincangkan tentang reklamasi Bali. Tidak sedikit pihak-pihak yang menentang, terutama penggiat lingkungan. Tapi, masih banyak masyarakat yang belum perduli terhadap isu ini. Banyak dari mereka yang tidak peduli akan isu ini.
Berdasarkan definisi KBBI, reklamasi berarti: 1 bantahan atau sanggahan (dng nada keras); 2 Tan usaha memperluas tanah (pertanian) dng memanfaatkan daerah yg semula tidak berguna (msl dng cara menguruk daerah rawa-rawa); 3 pengurukan (tanah);
Reklamasi yang kini rencananya akan digarap di daerah Tanjung Benoa, adalah pengertian yang kedua. Pemerintah, tentu saja pengusaha bisnis yang tidak memerdulikan lingkungan, begitu ingin reklamasi ini segera dilangsungkan. Menurut mereka, dengan mereklamasi rawa-rawa tersebut, maka akan menghasilkan keuntungan secara materi, bagi Bali pada umumnya, dan secara khusus untuk dompet mereka.
Padahal, menurut UU No 27 Tahun 2007, Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Pada dasarnya, reklamasi merupakan pengubahan kawasan pantai/perairan menjadi daratan. Ini lazim ditemui di negara kaya di timur tengah seperti Qatar dan UEA. Bagaimana mereka membuat pulau buatan di bibir pantai. Pun dengan Singapura yang membuat pulau dengan menggunakan pasir yang didatangkan dari Indonesia.
Reklamasi di Bali
Banyak penggiat lingkungan yang menolak reklamasi ini. Mereka beralasan kawasan rawa di Tanjung Benoa merupakan satu-satunya benteng yang secara alamiah melindungi wilayah Bali bagian selatan dari berbagai bencana seperti banjir dan tsunami.
Pihak pengembang, PT Tirta Wahana Bali rencananya akan membangun kawasan wisata terpadu yang menggabungkan tempat ibadah, taman rekreasi, taman budaya, rumah sakit, perguruan tinggi, perumahan mewah, apartemen hotel, area komersial dan lapangan golf. Berdasarkan rencana awal, luas dari area tersebut mencapai 400 hingga 600 meter.
Dengan reklamasi ini juga dikhawatirkan masyarakat lokal Bali akan tersisih secara sosial dan ekonomi. Ini bisa dilihat jika Anda jalan-jalan ke daerah Kuta. Akan sulit menemukan warga asli Bali yang menjadi pemilik hotel-hotel mewah di sepanjang bibir pantai di sana. Atau mungkin, tidak ada sama sekali. Warga asli Bali dan budayanya hanya dijadikan komoditas bagi para penggemar fotografi untuk memotret kegiatan masyarakat Bali yang kental akan budayanya.
Pembangunan memang menguntungkan dalam mengangkat ekonomi Bali secara keseluruhan. Namun, pembangunan tersebut tidak fokus untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Bali. Pada akhirnya uang-uang tersebut akan mengalir ke Jakarta, atau kota-kota besar lain di dunia.
Ini diperparah dengan sikap pemerintah Indonesia lewat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jelang akhir masa jabatannya, Yudhoyono malah mengeluarkan Peraturan Presiden tentang pengubahan status Tanjung Benoa dari konservasi ke pemanfaatan umum. Warga Bali pun, kecewa, termasuk grup band Superman is Dead yang sering menjadi simbol perlawanan Bali.
Bukan apa-apa, tinggi lahan reklamasi ini mencapai enam meter, sedangkan sejumlah desa di Denpasar tingginya hanya dua meter dari laut. Mereka khawatir akan ada wilayah yang tenggelam karena reklamasi ini.
Orientasi Pemerintah Provinsi Bali pun sama dengan Yudhoyono: materi. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, nyatanya menganggap urusan lingkungan itu nomor dua. Yang penting, masyarakat Bali bisa "bersaing" untuk menghadapi Komunitas Ekonomi Asean 2015. Apa yang ada di kepala Pastika hanyalah pariwisata dan pariwisata. Yang penting uang.
Wajar jika penggiat lingkungan marah dengan pemikiran para pemutus kebijakan ini. Pikiran sederhananya adalah kenapa tidak mengembangkan pariwisata di daerah lain, tapi malah fokus ke Bali yang "daerahnya kecil" (mengutip ucapan Pastika).
Ronaldo Sebagai Pengecoh Isu
Tanjung Benoa sebenarnya sudah direncanakan akan direklamasi sejak 2009. Namun, pada 2013 isu ini bergulir panas karena Yudhoyono tengah menggodog Perpres tentang perubahan status Tanjung Benoa.
Pada Juni 2013, bintang lapangan hijau, Cristiano Ronaldo, didaulat untuk menjadi Duta Mangrove Indonesia. Sebagai kompensasinya, ia mesti menghadiri acara penanaman mangrove di Tanjung Benoa. Katanya, kehadiran Ronaldo diharapkan bisa membangkitkan semangat melestarikan mangrove di negeri ini. Katanya.
Pejabat tenar pun hadir, termasuk Yudhoyono dan ibu negara, Ani Yudhoyono. Nama terakhir sebenarnya tengah giat-giatnya memaksimalkan kamera jinjingnya untuk memotret dan mengunggahnya di media sosial.
Tidak lupa, Yudhoyono membawa rinjing yang berisi Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, dan sejumlah menteri lainnya.
Di acara tersebut, Yudhoyono tak lupa memberikan pidato. Isinya seperti ini: "Mari kita jaga, mari kita rawat, mari kita tanam kemudian pelihara supaya subur dan kembali lingkungan Indonesia baik."
Ronaldo datang ke Bali dengan niat yang begitu tulus. Ia tidak dibayar sama sekali oleh Arta Graha, pimpinan Tommy Winata. Selain karena memang perduli terhadap lingkungan, Ronaldo pun teringat dengan Martunis, bocah yang selamat dari tsunami Aceh dan menggunakan jersey Portugal. Setelah terombang ambing selama 19 hari, Martunis selamat setelah tersangkut di hutan Mangrove.
Dari situ, Ronaldo mulai perduli terhadap mangrove dan pelestarian alam. Dalam pembukaanya Ronaldo menganggap dipilihnya ia sebagai duta mangrove Indonesia adalah sebagai sebuah kehormatan. "Saya senang sekali datang ke Indonesia dan peran saya di Bali pada hari ini dapat memberikan dorongan kepada inisiatif menyelamatkan hutan mangrove," ujarnya.
Kini, tanaman mangrove serta sejumlah wilayah yang ditanami mangrove di Tanjung Benoa, akan diurug untuk direklamasi. Bagaimana perasaan Ronaldo setelah ia tidak dibayar, berkotor-kotor menanam mangrove, tapi itu hanya seperti pengecoh isu saja?
Ronaldo seolah hanya dijadikan alat untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia sunguh perduli terhadap hutan mangrove. Padahal, hutan-hutan tersebut nantinya akan berubah menjadi gedung menjulang, dan pusat komersial.
Sebelumnya, band SID sempat ditawari untuk menjadi duta mangrove. Namun, sang penggebuk drum, Jerinx dengan tegas menolak. Ketika ditanya via akun twitternya ia menjawab singkat: "Krn yg �mengangkat� saya sbg duta akan mereklamasi besar2an pantai di selatan Bali."
Sayangnya, mungkin Ronaldo tidak pernah diberitahu akan hal ini. Mungkin saja, jika ia tahu, Ronaldo tidak akan menginjakkan kakinya di Bali untuk sebuah acara seremonial belaka.
Acara penanaman mangrove tersebut ditenggarai oleh berbagai pihak sebagai pencitraan Yudhoyono untuk menarik investor asing di Bali.
Yayasan Artha Graha Peduli memang bergerak di bidang pelestarian mangrove. Namun, ia juga masih satu grup di bawah PT Tirta Wahana Bali Internasional yang akan mengelola wilayah yang akan direklamasi tersebut.
Kini, apa lacur. Warga Bali tak mungkin mendemo acara tersebut karena menghadirkan Yudhoyono. Anda bisa bayangkan kan, berapa banyak paspampres serta pihak keamanan jika Yudhoyono berkunjung ke suatu tempat?
Satu hal pasti, Ronaldo tak pernah tahu kedatangannya ke Indonesia tersebut hanya dimanfaatkan untuk pencitraan. Indonesia seolah ingin melestarikan lingkungan lewat mangrove, tapi nyatanya mengurug alam demi satu hal bernama "persaingan ekonomi".
Menentang Lewat Sepakbola Ala Greenpeace
Sepakbola bukan tidak bisa dijadikan media untuk demonstrasi. Ini pernah dilakukan aktivis lingkungan, Greenpeace, dalam laga Liga Champions antara tuan rumah FC Basel menghadapi Schalke 04.
Di tengah pertandingan, tiba-tiba saja dari atap stadion meluncur spanduk raksasa berwarna kuning. Di spanduk raksasa itu, terlihat logo dan nama Gazprom dan tulisan berbunyi: "Don`t foul the Arctic" dan "#FreeTheArctic30".
Gazprom adalah perusahaan energi dari Rusia yang lini utama bisnisnya terentang dari mulai eksplorasi, produksi, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan gas, minyak serta listrik. Gas bumi adalah tambang uang terbesar Gazprom. Mereka mengklaim menguasai 77% produksi gas di Rusia dan 15% produksi gas dunia.
Greenpeace melakukan aksinya sebagai bentuk perlawanan terhadap Gazprom yang hendak melakukan eksplorasi di Kutub Utara. Sebelumnya, 30 aktivis Greenpeace nekat memasuki salah satu instalasi eksplorasi Gazprom di Kutub Utara. Para aktivis itu ditangkap oleh otoritas keamanan Rusia dan dikenai dakwaan perompakan
Aksi yang dilakukan Greenpece kemarin memang terkait langsung dengan eksplorasi Gazprom di Kutub Utara yang berujung dengan penangkapan para aktivis Greenpeace. Tapi secara luas, aksi tersebut juga tak bisa dipisahkan dari kampanye bahaya perubahan iklim akibat pemanasan global.
Aksi Greenpeace itu juga menegaskan bahwa perlawanan terhadap mereka yang memanfaatkan sepakbola sebaiknya memang dilakukan juga di lapangan sepakbola.
Ini pula yang mesti ditegaskan dalam upaya reklamasi Tanjung Benoa. Para taipan pengeruk uang, sudah seharusnya menjauhkan sepakbola dari bisnis mereka yang disinyalir bisa merusak lingkungan.
Masyarakat Bali sudah menolak, lantas kenapa pemerintah masih bersikukuh akan rencana tersebut. Tapi, sepakbola bisa saja menjadi alat penyampai pesan yang baik. Jika Ronaldo sungguh-sungguh mencintai hutan mangrove seperti yang ia katakan ketika tiba di Bali tahun lalu, ia bisa saja menyampaikan pesan tersebut lewat kaos yang ditulisi pesan saat ia bertanding.
Ia tidak harus memperlihatkannya ketika mencetak gol karena akan berbuah hukuman. Ia bisa saja membuka kostumnya, dan memperlihatkan pesan tersebut ke seluruh dunia saat pertandingan usai. Masalahnya, siapa yang mau menyampaikan pesan ini ke Ronaldo?
Semoga ada inisiator yang mau melakukan tugas mulia tersebut. Karena sekali lagi, reklamasi pernah gagal di Pulau Serangan, Bali. Lantas kalau gagal, kenapa mau dicoba kembali?
Bali tidak untuk dijual, Bli!
Sumber gambar: viva.co.id
[fva]
Komentar