Sepakbola Selamatkan Montero dari Kebun Pisang

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Sepakbola Selamatkan Montero dari Kebun Pisang

Pada Piala Dunia 2014 di Brazil lalu, Ekuador menjadi kontestan yang cukup mengejutkan. La Tricolor, julukan Ekuador, berhasil melaju hingga babak perempat final ajang empat tahunan tersebut. Penampilan impresif tersebut memunculkan satu nama--selain Antonio dan Enner Valencia--yang menarik perhatian beberapa klub Premier League.

Pemain tersebut bernama Jefferson Montero. Ia tampil 16 kali di babak kualifikasi dan babak utama Piala Dunia 2014. Ia pun mencetak tiga gol dari penampilannya tersebut. Atas penampilan gemilangnya di PD 2014, dirinya direkrut Swansea dari Morelia, klub asal Meksiko. Transfer ini sekaligus menjadikannya sebagai pemain ke-10 asal Ekuador yang merumput di Premier League, bersama dengan Enner Valencia yang kini berseragam West Ham United.

Sejak Premier League musim 2014/2015 bergulir, Montero selalu menjadi pilihan utama Pelatih Swansea, Gary Monk. Meski belum mencetak gol, Montero telah menyumbangkan tiga assist. Selain itu, dirinya merupakan salah satu pemain yang memiliki dribble paling efektif. Montero berada di peringkat enam di bawah Eden Hazard, sebagai pemain paling banyak menggocek bola di Liga Inggris.

Rata-rata di setiap pertandingannya, dribble Montero berhasil mengalahkan minimal tiga orang. Terakhir, bek kanan Tottenham, Kyle Walker, merasakan bagaimana sulitnya mengawal Montero. Atas kemampuan dribble-nya itu, dirinya mendapatkan julukan "Si Turbin" dari rekan-rekannya.

Rupanya, pencapaian Montero bisa berlaga di Premier League butuh perjuangan yang lumayan panjang. Dimulai ketika minat bermain bolanya sudah terlahir sejak kecil. Akan tetapi, beberapa hambatan muncul kepadanya. Terutama dalam urusan sekolah dan berkebun di ladang pisang.

Rumah Kecil di Kebun Pisang

Montero tinggal di sebuah rumah kecil di Ibukota Provinsi Los Rios, Babahoyo. Jalan menuju rumah Montero pun terbilang sempit dan panjang. Di kiri kanan jalan, tumbuh subur kebun pisang yang menjadi industri dan mata pencaharian utama warga Babahoyo. Mayoritas dari 153.000 warga di sana mencari nafkah menjadi petani kebun pisang. Otomatis, ayah Montero pun berprofesi sebagai seorang petani di kawasan tersebut. Sedangkan ibunya menjalani sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.

Di antara tiga bersaudara, Montero satu-satunya anak menyukai sepakbola ketimbang kakak dan adiknya. Dirinya biasa main bola sejak kecil bersama ayahnya yang seorang fans berat klub Barcolona Sporting Club di Ekuador. Bahkan, ayahnya itu menyarankan kepada Montero kecil, jika suatu saat nanti ingin menjadi pesepakbola, maka perkuatlah klub idolanya tersebut.

Kendati mendukung berkarir di sepakbola, tapi ayah Montero tetap menuntut anaknya itu untuk membantu di kebun. Sayangnya, pekerjaan itu bukanlah hal yang disukai oleh pria kelahiran 1 September 1989 ini. Kebun pisang merupakan suatu tempat yang paling dihindarinya. Montero secara blak-blakan tidak ingin meneruskan bisnis keluarganya sebagai petani kebun pisang. Dirinya menegaskan bercita-cita menjadi pesepakbola. Sama seperti idonya di Arsenal saat itu, Robert Pires.

Dirinya sempat bercanda, jika kecepatan kakinya tidak akan berfungsi, ketika mengikuti ayahnya ke kebun pisang. Montero pun sering kabur ketika sedang membantu ayahnya mengelola kebun. Hal itu dilakukannya untuk mencuri-curi waktu agar bisa bermain sepakbola. Pasalnya, ia tidak memiliki cukup waktu untuk bermain sepakbola. Setiap hari harus bangun pukul lima pagi. Kemudian membantu ayahnya berkebun, pergi sekolah, lalu berkebun kembali.

"Saya bekerja di perkebunan untuk sementara waktu, tapi saya malas. Saya hanya ingin bermain sepakbola. Selalu, semua yang saya inginkan adalah sepakbola,” ungkapnya seperti yang dilansir Daily Mail.

Dirinya pun bergabung dengan klub lokal di Babahoyo. Apalagi dari hal tersebut, Montero mendapatkan hibah untuk sekolahnya. Kabarnya, di Ekuador, murid yang tergabung dengan klub lokal, diberikan hibah untuk sekolah. Walau begitu, rutinitas sepakbola tidak berbanding lurus dengan prestasi di sekolahnya. Montero hanya muncul di sekolah, paling lama hanya hadir 10 hari dalam jangka waktu satu bulan. Dirinya juga mengaku sering bolos sekolah karena bermain sepakbola.

Hal tersebut tidak membuat senang guru-gurunya. Atas prestasi jeblok itu, Montero sempat diultimatum agar berhenti bemain sepakbola, "Kamu perlu belajar, karena sepakbola itu tidak akan memberikan apa-apa," ujar Montero ketika menceritakan perkataan gurunya itu.

Apalagi, Montero sering disindir tidak akan berhasil menjadi pemain bola. Mengingat postur tubuhnya yang kecil saat itu. Bisa dibilang saat itu dirinya memiliki kelainan hormon. Sehingga tinggi badannya pendek untuk anak seumuran dirinya. Selain pengajar di sekolah, ibunya pun menentang Montero menjadi pesepakbola. Apalagi mengingat jika Montero kecil, sering kabur ketika sedang membantu ayahnya di kebun pisang.

Kini Ayahnya Tidak Perlu Bekerja Lagi

Atas berbagai tekanan itu, tidak dijadikan Montero sebagai hambatan untuk tetap menggeluti si kulit bundar. Justru dijadikan lecutan bagi pemain setinggi 169 cm itu, untuk semakin serius di dunia sepakbola.

Saat memasuki umur 16 tahun, dirinya meninggalkan klub lokal yang menjadi awal mula karirnya. Montero hengkang ke Emelec yang mengendus bakat sepakbola jalanannya. Walau klub tersebut merupakan rival dari Barcelona Sporting Club. Atas keputusannya itu, dirinya sempat mendapatkan larangan dari sang ayah. Akan tetapi karena tekadnya sudah bulat, Montero mendapatkan restu dari sang ayah.

Berkarir di Emelec dan menghasilkan dua gol dari 22 penampilannya di musim 2007. Kemudian pindah ke Independiente del Valle yang bermarkas di Sangolqui Ekuador. Dirinya sempat pula dipinjamkan ke Dorados dan kembali lagi ke Indepediente. Atas raihan 19 gol dari 37 penampilannya itu, bakat Montero terendus Villareal B.

Kiprah pertamanya di daratan Spanyol itu, membuahkan 32 penampilan dan 10 gol di musim pertamanya. Tidak lama, ia langsung dipromosikan ke skuad senior tim berjuluk Yellow Submarine itu.

Dalam debutnya di tim senior Montero bahkan masuk mengantikan pemain idolanya, yakni Robert Pires. Secara terang-terangan Pires merupakan idolanya sejak kecil dan Arsenal merupakan klub favoritnya. Tidak menutup kemungkinan jika Montero berkemungkinan berseragam The Gooners, suatu hari nanti.

Saat berseragam Villareal, dirinya juga satu tim dengan Santi Cazorla. Montero juga mengaggumi permainan dari pemain yang saat ini berseragam Arsenal tersebut. Pemain Swansea bernomor punggung 20 itu, kagum akan kekuatan kedua kaki Cazorla. Di tim senior Villareal, Montero berlaga sebanyak sembilan kali dan menyumbangkan satu gol. Kemudian di bursa transfer januari 2011, Montero dipinjamkan ke Levante dan menikmati 11 laga.

Pada waktu itulah Montero diduga terlibat pengaturan skor untuk membantu Real Zaragoza lolos dari degradasi. Musim berikutnya, ia dipinjamkan ke Real Betis dan mengecap 32 kali pertandingan. Satu gol disumabngkan oleh pemain 25 tahun ini.

Ketika tahun 2012, karirnya di Eropa mesti terhenti sementara. Pasalnya, Montero dibeli oleh Morelia. Dirinya bermain 63 kali dan mencetak 10 gol selama dua musim. Atas penampilan gemilangnya, Montero termasuk ke dalam skuad Ekuador di PD 2014.

Aksi ciamiknya di PD 2014, membuat Swansea tertarik memboyongnya. Untuk mendapatkan Montero, The Swans disaingi oleh Cardiff City untuk mendaratkan Montero. Bahkan ia mengungkapkan hampir bergabung dengan Cardiff City. Akan tetapi saat proses transfer, mantan agennya membatalkan kepindahannya. Sehingga lebih memilih Swansea sebagai karirnya di Premier League 2014/2015.

Atas pencapaiannya tersebut, kini cita-cita Montero sudah tergapai. Impiannya menjadikan pesepakbola sebagai mata pencaharian utama akhirnya terwujud. Dirinya mengatakan jika sepakbola membantu dirinya untuk melarikan diri dari kebun pisang. "Saya telah mampu membantu keluarga yang selalu menjadi impian. Sekarang Ayah saya tidak harus bekerja lagi,” tutur Montero.

Komentar