Seri Pertama Football Manager dan Nasib Wonderkid yang Gagal Bersinar

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Seri Pertama Football Manager dan Nasib Wonderkid yang Gagal Bersinar

Untuk mengukur sejauh mana pesepakbola bisa berkembang, para manajer, pelatih, maupun pemandu bakat, bisa mencobanya lewat game simulasi seperti Football Manager. Tidak lupa, pengembang game tersebut menyelipkan nama-nama pemain yang menurut pemantauan mereka bisa bersinar di kemudian hari.

Lalu munculah nama-nama seperti Marco Veratti, Nathan Axe, Ignasi Miquel, Christian Eriksen, Callum Chambers, Luke Shaw, hingga Eric Dier.

Karena publikasi semacam ini pula, tuntutan terhadap pemain menjadi besar, sesuai dengan nilai transfer yang melambung di tinggi. Nama-nama yang diangkat oleh game Football Manager tak semuanya bersinar. Ada yang meredup atau bahkan hilang.

Untuk mencari atribut dari setiap pemain, diperlukan pantauan yang matang. Oleh karena itu, jangan heran jika pengembang Football Manager menempatkan para pemandu bakatnya di penjuru dunia. Atribut yang didapatkan nantinya dikalkulasi oleh mesin, untuk menentukan sejauh mana sang pemain dapat berkembang.

Pemain muda khususnya yang dianggap akan bersinar, akan mendapat label sebagai “wonderkid”. Biasanya, daftar nama wonderkid ini sudah beredar luas sehingga mudah dicari. Dengan sistem yang tepat, para pemain dapat mengelola wonderkid ini sebagai superstar di masa yang akan datang.

Namun, bagaimana dampaknya dengan di dunia nyata? Bukankah game Football Manager adalah game simulasi yang mendekati dunia nyata? Apakah database mereka berisi informasi yang tepat?

Edisi pertama game Football Manager lahir pada 2005. Mereka pada awalnya mendapatkan database awal pemain dari game Championship Manager. Game ini dikembangkan oleh Sports Interactive dan dipublikasikan oleh Sega. Hingga saat ini, game Football Manager adalah game simulasi manajer terlaris di dunia.

Terdapat sejumlah nama yang “dipromosikan” FM di seri pertamanya ini. Banyak di antara mereka yang kini menjadi langganan timnas dan bersinar di klub.

Nama-nama seperti Phillip Lahm (Stuttgart), Vincent Kompany (Anderlecht), Fernando Torres (Atletico Madrid), Carlos Tevez (Boca Juniors), Javier Mascherano (River Plate), Cesc Fabregas (Arsenal), Gael Clichy (Arsenal), Bastian Schweinsteiger (Bayern Munich), dan Cristiano Ronaldo (Manchester United) terbilang berhasil. Setidaknya, mereka (akhirnya) bermain di tim yang pernah menjadi juara liga di Eropa.

Namun, FM 2005 pun memiliki sejumlah wonderkid yang diramalkan akan bersinar, tapi faktanya tak demikian. Mereka begitu disorot untuk bisa mengeluarkan kemampuan terbaik dan berprestasi. Dari daftar wonderkid tersebut setidaknya ada lima pesepakbola yang namanya pernah melambung, tapi kini tak terdengar lagi secara masif.

Freddy Adu


Freddy Adu dan Pele (Sumber gambar: ign.com)

Namanya melambung tinggi saat sedang musim yang namanya “Soccer Mom”. Saat menginjak usia 10 tahun, Inter Milan dikabarkan pernah menawarinya kontra, tapi ditolak oleh sang ibu. Di usia 14 tahun, ia sudah memulai debutnya sebagai pesepakbola di MLS.

Karir Adu ya begitu-begitu saja. Setelah dilepas Real Salt Lake pada 2007, ia hijrah ke Liga Portugal bersama Benfica. Di klub tersebut ia hanya bermain 11 kali dan mencetak dua gol. Hingga 2011 ia menghabiskan waktunya untuk dipinjamkan ke klub lain. Kini Adu bermain untuk klub Serbia FK Jagodina dan akan menghabiskan waktunya hingga Desember tahun depan.

Fernando Cavenaghi


(Sumber gambar: Taringe.net)

Cavenaghi adalah pesepakbola asal Argentina yang mengawali karirnya di River Plate. Di usia 18 tahun, ia sudah membela klub Argentina tersebut dan mempersembahkan 72 gol. Catatan golnya yang fantastis membuat namanya disebut-sebut menjadi ujung tombak utama Argentina. Faktanya, ia baru dipanggil timnas tahun 2008 dan hanya bermain sebanyak empat kali.

Anthony Vanden Borre


Nama Vanden Borre begitu bersinar kala masih membela Anderlecht dari tahun 2003 hingga 2007. Di penghujung kontraknya bersama klub Belgia tersebut, Borre mendapat sejumlah tawaran dari Ajax, Inter Milan, Tottenham Hotspur, dan Juventus.

Namun, kepindahannya ke Italia (Fiorentina dan Genoa) membuat namanya meredup. Minimnya menit bermain membuat kans Borre ke timnas menjadi surut. Sejak 2004, ia telah membela timnas Belgia sebanyak 26 kali dan mencetak satu gol.

Igor Akinfeev


Akinfeev adalah salah satu idola pemain Football Manager. Untuk mendapatkannya tidak mudah meski klub memiliki dana yang cukup besar. Akinfeev disebut-sebut sebagai kiper terbaik Rusia, di FM tentunya.

Benar saja, hingga saat ini, Akinfeev amat betah di CSKA Moscow. Menjadi starter sejak memulai debutnya pada 2003, membuat Akinfeev menghiraukan tawaran dari klub lain. Sayangnya, penampilan dan prestasi timnas Rusia di ajang internasional, tak juga mengangkat namanya, meski ia telah menjadi kiper utama sejak 2005.

Vagner Love



Brasil dan wonderkid bagaikan rumah tanpa fondasi. Talenta-talenta muda seolah bertebaran di Brasil sehingga seringkali pemandu bakat salah mengartikan potensi yang ada.

Salah satunya adalah Vagner Love. Bermain sebagai penyerang, pria kelahiran 1984 ini terbilang hebat kalau soal urusan mencetak gol. Mengawali karirnya  di Palmeiras, ia mencetak 27 gol dari  42 pertandingan atau 0,64 gol per pertandingan.

Saat ada klub Eropa (timur) yang merekrutnya, ia iya-iya saja. Di CSKA Moscow, Vagner diisukan tak betah karena sebenarnya ia tak ingin bermain di sana. Maka, pada 2009 dan 2010 ia sempat dipinjamkan ke Palmeiras dan Flamengo.

Di CSKA ia tak buruk-buruk amat. Bermain 241 kali ia mencetak 117 gol atau 0,48 gol per pertandingan. Hal ini pun menegaskan kalau ia memiliki peran yang besar di klub tersebut.

Vagner sempat mencicipi rasanya menjadi pemain timnas Brasil pada 2004 hingga 2007. Ia bermain 20 kali dan mencetak empat gol.

Setelah hijrah dari CSKA pada 2012, ia memahami kalau karirnya tinggal di penghujung jalan. Vagner pun kini berseragam tim Liga Tiongkok, Shandong Luneng, dan “bersenang-senang” di sana.

Komentar