Soal "Chant" di Spanyol, LFP Terlalu Berlebihan

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Soal

Sudah tiga bulan Romero Taboada wafat. Suporter Deportivo La Coruna tersebut terlibat perkelahian massal yang melibatkan pendukung Deportivo dengan Atletico Madrid pada Minggu (30/11/2014). Sejak kejadian itu, Federasi Sepakbola Spanyol (LFP) lebih ketat dalam menyoroti tribun La Liga Spanyol.

Nyatanya, chant dari suporter juga bisa memicu konflik. Ejekan terhadap ikon kesebelasan pun kian nyaring terdengar seperti nyanyian anti-Cristiano Ronaldo dan anti-Lionel Messi. Suporter Elche misalnya, menyanyikan chant dengan kalimat "Cristiano, kau sangat tidak baik," pada laga melawan Real Madrid di Stadion Manuel Martinez Valero, Senin (23/2/2015).

Penggemar Barcelona apalagi. Mereka menyanyikan chant dengan kalimat “Ronaldo pemabuk” dalam laga Copa del Rey melawan Villareal di Stadion Camp Nou, Kamis (12/2/2015).

Akibatnya, Blaugrana terancam sanksi laga tanpa penonton. Namun, keputusan ini masih ada di tangan LFP. Kabar tersebut memancing protes suporter. Mereka memilih bungkap pada 12 menit pertama pertandingan berlangsung dalam laga menghadapi Levante di Camp Nou, Minggu (15/2/2015). Setelah itu, chant anti-Ronaldo pun kembali terdengar, dengan sejumlah "perbaikan" kata-kata menjadi lebih sopan.  Chant tersebut merupakan sindiran bagi Ronaldo yang merayakan pesta ulang tahun saat Madrid baru kalah 0-4 dari Atletico pada Februari silam



LFP kian tak suka dengan apa yang dilakukan suporter Barcelona. Mereka masih menyelidiki rekaman dan tengah menyiapkan hukuman untuk dijatuhkan. Sebelumnya, LFP juga melarang 17 suporter Madrid datang ke Stadion Santiago Bernabeu. Pasalnya, mereka terbukti bersalah karena menyanyikan chant dengan kalimat "Messi terbelakang", serta "Catalan terbelakang".

Andy Mitten, penulis laman EuroSport, menganggap ancaman sanksi yang diwacanakan LFP berlebihan. Pasalnya, Mitten meragukan apakah sang pemain, dalam hal ini Ronaldo, tersinggung atau tidak jika dipanggil pemabuk. Mitten juga menuliskan bahwa bisa saja para suporter tersebut sesungguhnya peduli terhadap pola hidup CR7.

Nyanyian tersebut sebenarnya tidak semenjijikan suporter lain yang menghina "Tragedi Munich", atau tentang orang tua Emmanuel Adebayor. Seharusnya, ejekan yang pantas mendapat hukuman seperti saat suporter Granada menghina Alvaro Negredo sebagai seorang gay. Ini akan sesuai dengan apa yang disorot LFP sebagai rasisme dan kekerasan.

LFP mestinya bisa membedakan mana yang perlu diberi sanksi dan mana yang tidak. Kasus "Ronaldo pemabuk" merupakan hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan.

Jika berandai-andai, apakah suporter yang meneriakan "pemain gendut" juga perlu mendapatkan hukuman?  Tentu saja tidak. Mitten mengungkapkan jika sepakbola diibaratkan lahan ranjau. Di mana kata "Negrito" pun bisa jadi merupakan ungkapan sayang kepada kulit hitam.

Jelas berbeda saat David Beckham mengatakan "Sh*t" kepada wasit Liga Spanyol; Atau nyanyian “Sh*t” dari suporter Sevilla kepada Real Betis. Ini merupakan animo biasa persaingan suporter, seperti laga-laga sepakbola lainnya.

Rumit memang ketika LFP menentukan mana yang boleh, atau tidak boleh. Kini sebaiknya bagaimana LFP lebih cermat membedakan masalah-masalah di mana memang layak dihukum atau tidak, tanpa mengurangi animo persaingan sepakbola. Jika tidak, maka akan terus rumit dan berlebihan, sama seperti membedakan mana yang terbaik diantara Ronaldo atau Messi.

Baca juga: Sejarah Ultras di Spanyol

Hikayat Hooligans dari Cambridge

Persaingan Hellas dan Chievo di Kota Verona

Komentar