Jika sebagian besar orang terinspirasi kesuksesan orang lain, maka lain cerita dengan tim nasional perempuan Amerika Serikat. Mereka justru terinspirasi dengan kekalahan.
Empat tahun lalu, tepatnya 17 Juli 2011 di Frankfurt, Jerman, kesebelasan perempuan Amerika Serikat bersua Jepang di final Piala Dunia Perempuan 2011. Saat itu, mata tertuju pada Jepang yang menjadi kuda hitam turnamen yang tak pernah terprediksikan bisa melaju hingga final. Amerika Serikat tentu saja berstatus unggulan.
Pertrungan berjalan ketat, bahkan gol yang ditunggu-tunggu baru tercipta hampir satu jam kemudian. Alex Morgan yang melepaskan diri dari jebakan offside berhasil menyarangkan bola ke pojok kiri gawang Jepang. Skor 1-0 di menit 69 sepertinya akan membawa Amerika menjadi juara dunia untuk yang ketiga kalinya. Tapi pada menit 81, Aya Miyama berhasil mengubah kedudukan menjadi 1-1 dan memaksa pertandingan harus dilanjutkan hingga perpanjangan waktu.
Namun, skuat Amerika Serikat harus menanggung kesalahan mereka sendiri hingga sekarang. Sempat unggul kembali dengan skor 2-1 lewat Abby Wambach, Jepang berhasil kembali menyamakan kedudukan tiga menit sebelum bubaran melalui gol Homare Sawa.
Adu penalti tak dapat terhindarkan. Skuat Amerika Serikat 2011 lalu bukanlah skuat Amerika Serikat 1999 yang berhasil menang adu penalti atas China di rumah mereka sendiri. Jepang secara mengejutkan dunia dengan menjadi juara dunia untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
Abby Wambach, sang pencetak gol Amerika Serikat di perpanjangan waktu, seakan tak percaya dengan apa yang terjadi saat itu.
***
Amerika Serikat datang ke Kanada dengan kepercayaan diri yang tinggi demi menambah koleksi bintang â tanda juara dunia di atas badge mereka sekaligus memupus dahaga juara dunia sejak 1999 lalu.
Empat belas pemain, termasuk Abby Wambach di skuat Amerika Serikat, adalah alumni 2011. Mereka datang dengan inspirasi yang sama untuk juara dunia kembali dan inspirasi itu datang dari kekalahan oleh Jepang.
Selebrasi gol Homare Sawa, gol pemaksa pertandingan menuju adu penalti (sumber: media.cleveland.com)
Entah bisa dibilang beruntung atau tidak, takdir final antara Amerika Serikat versus Jepang kembali terulang di Vancouver. Amerika Serikat mengangkangi Jerman di semifinal dan Jepang secara dramatis ke semifinal pasca mendapatkan âbingkisanâ di menit-menit akhir dari pemain bertahan Inggris, Laura Bassett.
Pertemuan Amerika Serikat dan Jepang tentu sedikit banyak akan mengundang komentar serta nostalgia bagi kedua pihak. Â Shannon Boxx, Carli Lloyd dan Tobin Heath adalah tiga nama yang gagal menendang penalti ketika melawan Jepang. Boxx, Lloyd dan Tobin kini berada di final 2015 bersama 11 temannya yang lain demi membalas dendam mereka empat tahun lalu.
Salah satu pemain yang paling menyesal, selain mereka yang gagal menendang penalti, adalah pemain bertahan Amerika Serikat, Krieger. Â Gol Aya Miyama di menit 81 seharusnya tidak terjadi jika Krieger berhasil membuang bola liar di depan gawangnya sendiri. Namun sapuan bolanya malah meluncur ke arah kaki Aya Miyama.
Usai pertandingan tersebut ia berujar: "Saya tak pernah menyangka akan terjadi sedemikian rupa.â
Kini, ia memberikan pernyataan kembali, sehari sebelum final esok hari. Ia bilang akan memastikan hal-hal seperti itu, kesalahan-kesalahan tidak perlu seperti yang dilakukannya di menit 81 pada final 2011, takkan terjadi kembali esok.
Sebetulnya, setahun pasca pertandingan di Frankfurt tersebut, Amerika Serikat kembali menghadapi Jepang di perebutan medali emas cabang sepakbola perempuan di London 2012. Carli Lloyd cs., berhasil unggul 2-1 dari Jepang dan membawa medali emas bagi negaranya.
Namun nyatanya, Piala Dunia tetaplah Piala Dunia, berbeda jauh gengsinya dengan pertandingan cabang sepakbola di Olimpiade. Karena, penahbisan ratu sepakbola sejagat (mungkin) hanya bisa ditentukan lewat Piala Dunia Perempuan.
Kini, kans untuk revans di final Piala Dunia semakin mendekat. Supaya tak ada lagi penyesalan bagi empat belas orang tersebut, mereka mesti tampil habis-habisan dan meminimalisir kesalahan yang mungkin akan dimanfaatkan Jepang. Karena, jika terjadi, perihnya kalah dari negara yang sama di partai sebesar final Piala Dunia Perempuan tentu akan menjadi siksa batin tersendiri bagi keempat belas orang tersebut. Selama-lamanya.
Bagi 14 orang alumni 2011, kekalahan tragis itu justru menjadi api yang akan memaksa mereka untuk bertarung sebisanya agar tak ada lagi penyesalan sepanjang karirnya.
***
Sudah enam belas tahun berlalu Brandi Chastain merayakan gol dengan cara ikonik usai tendangan kaki kirinya menembus gawang China yang dikawal Gao Hong. Perayaan tersebut menjadi penanda bagi rekor juara Piala Dunia Perempuan yang kedua kalinya dan menjadi ikon kebangkitan sepakbola perempuan di Amerika Serikat.
Selebrasi ikonik Brandi Chastain saat menjuarai Piala Dunia Perempuan 1999 lewat adu penalti. (sumber: bloguin.com)
Namun, ironisnya, perayaan itu justru -- sejauh ini-- menjadi penutup pintu mereka untuk menjuarai Piala Dunia (lagi). Sejak saat itu Amerika tak pernah lagi jadi juara.
Sembari menanti kebangkitan balas dendam Amerika Serikat atas Jepang, mari berharap berkesempatan menyaksikan perayaan-perayaan ikonik lainnya -- seperti yang pernah dilakukan Brandi Chastain enam belas tahun yang lalu.
Tulisan lainnya tentang kisah-kisah Piala Dunia Perempuan:
- Kisah Tunawisma yang Menjadi Pemilik Caps Terbanyak Timnas Inggri
- Depresi Fran Kirby dan Sepakbola Amatir yang Menyelamatkannya
- Jangan Remehkan Perempuan-perempuan Asia
- Mimpi-mimpi Perempuan Thailand di Piala Dunia
- Persoalan Marta, Permasalahan Messi
- Yang Menarik dan Ditunggu dari Piala Dunia Perempuan 2015
- Menggugat FIFA Sejumlah Pesepakbola Perempuan Diancam
- Kisruh Penggunaan Rumput Buatan pada Piala Dunia Perempuan 2015
- Kisah Muslim Kosovo yang Jadi Pesepakbola dan Akhirnya Menjadi Ibu
- Tragedi Laura Bassett
Tulisan diolah dari berbagai sumber
Komentar