Yannick Bolasie, 'Penangkap Merpati' yang Ditempa Kerasnya Sepakbola Taman

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Yannick Bolasie, 'Penangkap Merpati' yang Ditempa Kerasnya Sepakbola Taman

Di antara sedikit orang yang menulis tentang Yannick Bolasie, Rob Draper memulai tulisannya – yang dimuat di Mail on Sunday pada 21 November lalu – lebih baik dari semua orang: “Anda pasti tahu Yannick Bolasie. Mungkin baru belakangan para pemain belakang Premier League menyadari betapa merepotkannya Bolasie. Namun Anda akan mengingatnya sebagai orang yang merusak perpisahan Steven Gerrard di Anfield Mei lalu dengan begitu baik hingga the Kop memberinya tepuk tangan; sebagai orang yang mengacak-acak Chelsea di awal musim ini ketika menang di Stamford Bridge masih barang mewah; sebagai orang yang kembali ke Anfield dua pekan lalu dan memainkan peran sentral dalam mengalahkan Liverpool sekali lagi.”

Yannick Bolasie lahir di Lyon namun tidak pernah sekali pun membela kesebelasan Prancis. Sepanjang kariernya ia selalu bermain untuk kesebelasan Inggris kecuali ketika menghabiskan satu musim bersama Floriana di Malta. Bolasie merasa dirinya adalah orang Inggris walau lahir di Prancis. Tim nasional yang ia bela? Kongo. Padahal Bolasie cukup baik untuk bermain membela Prancis atau Inggris.

“Belum ada penawaran (untuk Bolasie) namun kami tahu, jika ia diobral dengan harga 5 juta poundsterling, akan ada antrian dari sini hingga entah ke mana,” ujar Alan Pardew, manajer Crystal Palace, setelah Bolasie menandatangani perpanjangan kontrak dengan kesebelasannya 26 September lalu.

“Ia pantas dihargai jauh lebih mahal dari itu, dan karena sekarang ia terikat kontrak selama tiga setengah tahun, harganya naik lagi. Selalu saya katakan pemain ini perlu meningkatkan kemampuannya mencetak gol di momen-momen penting, dan jika ia mampu melakukannya tiga setengah tahun dari sekarang ia pasti sudah tidak di sini,” tambah Pardew.

Bolasie memang belum sempurna, namun Pardew tidak rela kehilangan pemainnya untuk biaya transfer lebih rendah dari 25 juta poundsterling. Dan kabarnya gelandang berusia 26 tahun tersebut sudah memiliki peminat. Bolasie memang masih harus meningkatkan kualitas penyelesaian akhir, namun ia yang sekarang saja sudah cukup baik sehingga Tottenham Hotspur dikabarkan berminat. Mungkin karena Bolasie pernah melakukan ini:



Kecepatan dan kemampuan mengelabui lawan adalah senjata utama Bolasie. Sedari dulu ia dikenal seperti itu. Paul Sturrock, manajer yang membawa Bolasie ke Plymouth Argyle pada 2008, menggambarkan kecepatan Bolasie seperti ini: “Ia mampu menangkap merpati. Kecepatannya mengerikan.” Keith Millen yang membawa Bolasie ke Bristol City memiliki pertimbangan lain lagi: “Bukan hanya ia lebih cepat dari Albert (Adomah, pemain sayap Bristol), ia juga lebih kuat. Yannick adalah pemain yang dapat memberi perbedaan, seseorang yang dapat mengubah permainan.”

Sturrock memuji kecepatan dan Millen memuji kekuatan. Namun tidak ada satu manajer pun yang membahas kamus tipuan Bolasie yang kaya. Bukan karena Bolasie tidak memilikinya, namun karena tidak ada manajer yang pantas mengaku tipuan-tipuan Bolasie sebagai hasil kerjanya. Besar di London dan merasa dirinya lebih Inggris ketimbang Prancis atau Kongo, Bolasie tidak tumbuh seperti pemain Inggris kebanyakan.

“Semua ini berkat bermain sepakbola di taman, bersama 30 orang, yang semuanya berusaha mencetak gol ke satu gawang yang sama dengan satu bola yang sama,” ujar Bolasie mengenai pendidikan sepakbola non-formal yang membawanya menjadi seperti sekarang. “Secara harfiah kita dipaksa menggiring bola dan berhadapan dengan lawan dan kita harus menghindar dengan berbelok ke kiri lalu ke kanan karena taman begitu padat. Kita dipaksa mengubah arah secepat mungkin. Banyak keadaan tidak terduga saya rasa.”

Bermain di taman dengan jumlah lawan yang banyak tidak hanya meningkatkan kemampuan Bolasie melewati lawan, namun juga membaca keadaan sekitar.

“Rintangannya bukan hanya manusia, namun juga benda-benda mati,” ujar Bolasie pada Mail on Sunday. “Bisa saja itu berada di depan dan kita terpaksa memutarinya atau melompat di atasnya. Benda-benda seperti seluncuran anak-anak atau rumah-rumahan tempat mereka bermain. Kita harus masuk ke dalamnya. Beberapa orang akan menendang bola melewati celah dan memutari rumah, atau menendang dan berlari melewatinya. Jika ada orang baru yang datang ke taman dan kita berhadapan dengannya, kita tahu cara memanfaatkan benda-benda mati lebih baik darinya dan mereka akan kebingungan.”

Atas apa yang telah dilewati Bolasie, jangan heran jika tiba-tiba nanti ia melakukan tipuan-tipuan tak terduga lainnya. Dan jangan heran pula jika pada akhirnya ia berlabuh di kesebelasan yang lebih besar dari Crystal Palace yang ia bela saat ini.

Komentar