Manipulasi Berlusconi Lewat Media dan Kekuasaan
Milan menjelma menjadi klub raksasa sejak pengakuisisian klub oleh Silvio Berlusconi, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Italia. Berlusconi menyelamatkan Milan yang mengalami masa sulit dengan kekuatan media dan pemain-pemain asing berkualitas.
Berlusconi sedikit meniru cara Juve perihal untuk meraih kesuksesan di Serie A. Lewat tangan kanannya, Leonardo Meani, Milan menjalin hubungan dengan banyak wasit Serie A. Tujuannya jelas, memiliki hubungan baik dengan wasit akan menguntungkan ketika Milan menjalani sebuah pertandingan. Kecurangan Meani sendiri terhenti setelah ia dihukum satu tahun penjara dan denda 20 ribu euro karena terlibat calciopoli 2006.
Pada awal kepemimpinannya bersama Milan, Berlusconi bersekutu dengan banyak mafia untuk memperoleh kekuasaan di Italia. Dengan statusnya sebagai Perdana Menteri, media-media tak berani bercerita jelek tentangnya. Karena jika dilakukan, karir mereka sebagai pewarta bisa tamat di tangan Berlusconi dengan sekali jentikan jari.
Manipulasi media adalah cara Berlusconi membungkus permainan ciamik AC Milan. Agar media Italia tak memberitakan hal negatif tentangnya, Berlusconi memberikan fasilitas menarik pada media. Ia mengijinkan para pemain bintangnya seperti Manuel Rui Costa, Paolo Maldini, Alessandro Nesta dan lain-lain, untuk âbercengkramaâ dengan para jurnalis hingga berjam-jam. Di mana tim lain, khususnya Juventus, seringkali dilarang berbicara banyak pada media.
Menurut taksiran Mario Sconcerti, seorang redaktur harian Corriere dello Sport, memanipulasi pers dilakukan untuk mempertinggi nilai sebuah tim sebanyak âenam poinâ. Maksud dari enam poin di sini tentunya bukan dalam arti sebenarnya, melainkan manipulasi pers ini bisa memberikan tekanan pada wasit sebuah pertandingan sehingga mengunggulkan sebuah tim hingga beberapa pertandingan.
Sconcerti pun mengakui bahwa ia pernah melakukan manipulasi ini. Pada tahun 2000, Sconcerti yang dikenal pemberontak dunia media Italia mengecam sikap sepakbola Italia (lewat wasitnya) yang terlalu pilih kasih pada AC Milan dan Juventus lewat Corriere. Karena pemberitaan yang terus dibesar-besarkan itu, akhirnya pada 2000 dan 2001 Lazio dan AS Roma berhasil meraih scudetto.
Cara ini kemudian diikuti oleh Inter Milan. Namun tim yang bermarkas di stadion Giuseppe Meazza tersebut melakukannya dengan cara lebih ekstrim, yaitu skandal calciopoli.
Calciopoli sendiri bermula ketika harian Gazzetta dello Sport memuat transkip rekaman pembicaraan antara General Manager Juventus, Luciano Moggi, dengan  komisi wasit. Pembicaraan Moggi bersama petinggi klub Milan, Lazio, dan Fiorentina pada tahun 2004 pun termasuk dalam transkrip ini.
Masalahnya, Gazzetta dello Sport ini dimiliki oleh seorang bernama Carlos Buora. Danyang perlu digarisbawahi adalah, Buora merupakan seorang Interisti dan secara âkebetulanâ menjabat sebagai wakil presiden Inter Milan saat itu.
Gazzetta dengan rajin menebarkan isu panas calciopoli, sehingga akhirnya publik mendesak FIGC mengusut skandal ini. Adriano Galliani sebagai presiden FIGC pun dituntut mundur karena Milan diduga terlibat kasus ini. Sebagaimana yang kita ketahui, Galliani menjabat sebagai wakil presiden AC Milan bahkan hingga saat ini.
Galliani pun lengser, Guido Rossi mengambil alih kepemipinan FIGC dan mulai menyelidiki kasus calciopoli. Siapakah Guido Rossi? Penting untuk kita ketahui bahwa Rossi adalah salah satu pemegang saham di Inter Milan. Ia pun merupakan teman dekat dari Massimmo Moratti, mantan presiden Inter Milan, dan beberapa direktur Inter pada (1995-1999).
Calciopoli sebagai skenario Inter Milan pun semakin tercium ketika Juventus dinyatakan bersalah dan harus dihukum ke Serie B, Guido Rossi mundur dari jabatannya. Ia kemudian menjadi presiden TIM (Telecom Italia), perusahaan yang menyediakan bukti-bukti penyadapan untuk membuktikan adanya skandal Calciopoli. Di sini terlihat Rossi hanyalah eksekutor yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Soal TIM, jajaran direksi perusahaan ini pun dihuni oleh Interisti lain. Selain Rossi, pribadi lain yang tergabung dalam kepemimpinan TIM adalah Moratti dan Buora (pemilk Gazzetta), serta Marco Provera (yang juga berstatus sebagai pemilik Pirelli, sponsor utama Inter Milan pada masa itu). Hebatnya lagi, Provera pun sempat memiliki saham kedua tertinggi di Inter Milan pada era Giacento Facchetti.
Lewat hubungan pelik inilah Calciopoli berhasil mempreteli Juventus, AC Milan, dan beberapa tim lain yang dilibatkan dalam kasus ini. Inter yang memiliki orang-orang penting pada tubuh Gazzetta, TIM, dan FIGC pun bisa mengatur skenario ini tanpa memberatkan Inter Milan. Sehingga dalam Calciopoli, Inter Milan terlihat bersih, meski pada kenyataannya mendapatkan perlakuan yang sama dari wasit.
Juventus sebenarnya tak dinyatakan bersalah pada kasus ini. Hanya Luciano Moggi, General Manager Juve saat itu, yang terbukti bersalah. Kesalahan Moggi pun seharusnya hanya mendapatkan hukuman satu hingga tiga poin (dan denda) karena melanggar peraturan artikel 1 tentang memiliki hubungan dekat dengan wasit, bukan artikel 6 (dengan hukuman degradasi) tentang pengaturan skor seperti yang sidang Italia putuskan.
Selanjutnya: Inter Milan Pun Sama-sama Saja
Komentar