Tentang Juventus, Calciopoli, dan Wajah Buruk Sepakbola Italia

Editorial

by Ardy Nurhadi Shufi 61853

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Tentang Juventus, Calciopoli, dan Wajah Buruk Sepakbola Italia

Inter Milan Pun Sama-sama Saja

Justru sebaliknya,  fakta terbaru menemukan adanya indikasi bahwa Inter Milan pun melakukan kecurangan. Rekaman percakapan bahwa pertandingan antara Inter Milan melawan Juventus pada 2004 yang berakhir dengan skor 2-2 itu merupakan hasil dari kongkalikong Franco Carraro (presiden FIGC saat itu), Paolo Bergamo (Ketua Komisi Wasit) dan Pasquale Rodomonti (wasit yang memimpin laga tersebut) menjadi bukti kuat Inter coba melakukan pengaturan pertandingan.

Pada rekaman yang juga sempat disiarkan di sebuah stasiun televisi Diretta Stadio itu, kepada Bergamo, Carraro meminta wasit yang akan memimpin Inter-Juve (Rodomonti) tak menguntungkan pihak Juve. Pasalnya, saat itu Inter sedang tertinggal 15 poin dari Juventus, sang pemuncak klasemen.

Dan yang terjadi pun benar adanya. Beberapa keputusan kontroversi lahir dari peluit Rodomonti. Bahkan pasca pertandingan, Pierluigi Collina, wasit yang disebut-sebut sebagai wasit terbaik dunia, mengecam keputusan Rodomonti yang tak memberikan kartu merah pada Francesco Toldo. Menurut Collina, Toldo jelas-jelas menahan laju lari Emerson saat momen satu lawan satu. Juve memang mendapatkan penalti, namun tak mengusir Toldo menjadi pertimbangan lain Collina.

Hal itu diungkapkan oleh Stefano Palazzi jaksa penyidik dari federal Italia. Palazzi sendiri ditunjuk FIGC untuk menyelidiki kasus ini beberapa tahun setelah Juve yang dinyatakan bersalah dan dihukum seberat-beratnya (dua scudetto berpindah tangan ke Inter Milan yang berada di posisi ketiga). Hal ini dilakukan karena kubu Juve terus mengajukan gugatan bahwa prestasi yang didapatkannya itu tak ada kecurangan. Namun karena pihak persidangan menilai telah banyak bukti yang hilang dan meninggalnya saksi kunci seperti presiden Inter, Giacento Facchetti pada 2006, kasus ini pun akhirnya ditutup.



Karena tak mendapatkan dari kasus  inilah Juventus mendapatkan cemoohan paling keras jika mendapatkan keuntungan dari wasit hingga saat ini. Padahal jika melihat realitas yang ada, performa Juventus tiga musim belakangan memang layak menjadi penguasa Serie A saat ini.

Yang sebenarnya perlu dikritisi adalah kepemimpinan wasit-wasit Italia sendiri. Seperti laga Juve-Roma misalnya, wasit Gianluca Rocchi tak hanya merugikan AS Roma, tapi juga Juventus. Insiden kartu merah Konstan Manolas dan Alvaro Morata yang sebenarnya tak perlu diberikan menjadi salah satu dari sekian banyak kepemimpinan buruk Rocchi pada laga panas tersebut.

Maka dari itu, rasanya tak etis jika kita semua terus mencibir Juventus. Karena berdasarkan apa yang telah diungkapkan di atas, sepakbola Italia memang identik dengan kecurangan. Alangkah lucunya jika para pendukung klub Italia saling menuduh bahwa klub rivalnya bermain curang.

Tapi hal itu memang wajar terjadi. Seperti yang pernah Zen R.S. katakan: “Manusia sebenarnya tak pernah berpikir. Apa yang dimuntahkan pikiran manusia hanya apa yang diketahui, di mana hal itu telah terkontaminasi favoritisme. Hal ini pun membuat pikiran kita menjadi sempit, membuat kita malas untuk mencari hal-hal lain yang bertentangan dengan favoritisme kita. Yang pada akhirnya kita sering menutup mata akan kebenaran dan fakta-fakta yang tak kita [ingin] ketahui.”

Ya, pikiran kita seringkali terikat dengan keberpihakan. Warna seragam yang diagungkan akan membuat kita malas mencari atau menerima fakta-fakta yang bertentangan dengan keberpihakan kita.

Jadi apakah Juventus memang identik dengan pertolongan wasit? Jawaban yang paling memuaskan dari pertanyaan ini hanya akan bisa kita temukan jika kita benar-benar telah melakukan kegiatan ‘berpikir’ yang sebenarnya.

foto: flickr.com

Komentar