Sederhana sekali cara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan rumah. Menurut KBBI, "rumah" berarti [1] bangunan untuk tempat tinggal dan [2] bangunan pada umumnya (seperti gedung). Begitu sederhana, nyaris tanpa emosi, pengertian "rumah" menurut kamus itu.
Padahal rumah tak sekadar kata benda. Rumah juga bisa menjadi kata sifat, sebab semua tahu pada bangunan bernama rumah itu terdapat berbagai hal yang biasa diklasifikasikan sebagai kata sifat: hangat, aman, nyaman, dll. Bahkan rumah juga memuat kandungan makna yang bisa diklasifikasi sebagai kata kerja, setidaknya perlu dikerjakan: hasrat, mimpi, cita-cita, dll.
Ada sebuah novel luar biasa tentang rumah. Judulnya dalam edisi Indonesia adalah Sepetak Rumah untuk Tuan Biswas. Novel itu ditulis oleh Vidiadhar Surajprasad Naipaul alias VS Naipaul, seorang imigran berdarah India yang meraih Nobel Sastra pada 2001.
Novel realis ini, yang sangat realis, bahkan beberapa kritikus menyebutnya sebagai salah satu novel realis paling murni yang ditulis pada abad-20, mengisahkan seorang tokoh utama bernama Mohun Biswas, berdarah India dan menjadi imigran di Trinidad. Ia tinggal bersama keluarga besarnya di dalam sebuah rumah di lingkungan yang miskin. Biswas tumbuh di tengah rumah yang begitu pekak, riuh, bising dan penuh dengan konflik remeh-temeh yang sungguh menekannya dari hari ke hari. Karena itulah Biswas terobsesi ingin memiliki rumah sendiri. Baginya, rumah sendiri adalah pembebasan atas ikatan bernama puak yang menekan, yang membelenggu, juga penuh dengan perang watak yang tak kunjung sudah.
Cerita penuh humor gelap ini dengan amat sangat baik menjelaskan kompleksitas arti rumah bagi manusia dan kemanusiaan. Membaca novel Naipaul itu niscaya akan membuat siapa pun mengerti bahwa rumah memang tak sesederhana pengertian dalam kamus.
Berikut beberapa pengertian rumah bersama detail penjelasannya:
Rumah adalah terjemahan surga. Rumah ialah surga bagi seorang pemula
-- Charles Henry Parkhurst.
Kakeknya memang bukan seorang fans sepakbola. Tapi sang kakek sangat bangga dengan Atletico Madrid. Ia tumbuh di rumah yang sangat mencintai Atletico. Kendati memulai karirnya di Rayo, pada umur 11 tahun ia sudah bergabung dengan Atleti, tentu saja kakeknya sangat bangga melihat sang cucu bisa bermain dengan kesebelasan yang amat dihargainya.
Maka Atleti pun dengan cepat memberikan surga bagi seorang pemula sepakbola, surga bagi seorang yang bercita-cita menjadi pemain sepakbola. Di usia 15 tahun, ia sudah menjadi pemain terbaik Eropa di usianya setelah memimpin Atleti menjuarai Piala Nike. Di usia itu pula ia menandatangani kontrak profesional pertamanya. Bersama Atelti, surga bagi seorang pemula, impian bagi setiap bocah yang ingin menjadi pemain sepakbola.
Rumah ialah tempat yang ingin kau tinggalkan ketika sedang tumbuh dan ingin kau kembali ketika mulai menua
-- Ralph Waldo Emerson
Hanya ada satu gelar juara yang berhasil diraihnya semasa di Atletico: Segunda Division musim 2001/02. Tapi ia tidak miskin gelar. Bersama tim nasional Spanyol U-16, ia berhasil menjadi juara Piala Eropa 2001. Satu tahun setelahnya, pada 2002, dia didapuk menjadi juara Eropa bersama tim nasional Spanyol U-19. Pada dua kejuaraan tersebut ia juga selalu berhasil menyandingkan penghargaan pemain terbaik dengan pencetak gol terbanyak. Tidak berlebihan jika Atletico disebut tak cukup besar untuknya.
Walaupun kepercayaan besar sebagai kapten telah ia dapatkan, toh ia akhirnya memilih pergi. Kesebelasan kaya sejarah asal kota sepakbola (ia sendiri yang menyebut kota asal The Beatles itu sebagai kota sepakbola) menjadi tujuan. Cara paling tepat untuk mengiringi kepergiannya dari Atletico adalah dengan memakluminya.
Saat rumah dirasa sudah terlalu sempit untuk seorang yang sedang tumbuh, maka kemungkinan ia akan pergi mencari rumah yang lebih besar. Dan itulah yang ia lakukan.
Saya percaya bahwa seseorang tak pernah bisa meninggalkan rumah. Saya percaya bahwa seseorang membawa bayangannya dan ketakutan-ketakutannya di bawah kulitnya sendiri, di sudut yang tajam dari mata seseorang, mungkin juga di bawah tulang rawan daun telinga.
-- Maya Angelou
Ia mengaku bahagia di Kota Beatles. Ia juga tak pernah berkata bahwa London, setelah pindah dari Kota Beatles, membuatnya tak nyaman, walaupun di kesebelasan tersebut ia menjadi olok-olok banyak orang. Ia sendiri berkorban untuk kesebelasan C dari London. Ia rela tidak menjadi sorotan utama. Ia memang tidak pernah berkata tidak bahagia di kesebelasan C. Namun ia tidak dapat selamanya membohongi banyak orang.
Saat ia pergi ke Kota Mode, ia juga tak kunjung membaik penampilannya. Golnya seret. Lagi-lagi ia tak pernah mengatakan dirinya tak betah. Ia tampak selalu resah. Ia mulai jengah menjadi cemooh. Alih-alih diabadikan sebagai patung, ia malah diabadikan lewat berbagai meme.
Ia kemudian menyadari, dan akhirnya memutuskan, untuk kembali ke rumahnya.
Untuk bisa merasakan kehangatan rumah, tinggallah di rumah.
-- Clifton Fadiman
Kebahagiaan dan rasa nyaman hanya dapat ia temukan di Atletico. Di rumah yang tak pernah bisa ia tinggalkan. Berbahagialah, kepulangannya tak dicibir atau diolok-olok oleh penghuni rumah. Ia disambut dengan hangat. Puluhan ribu orang memadati stadion saat ia kembali diperkenalkan sebagai si bocah hilang yang kembali pulang. Simak video penyambutannya di sini
Ia harus tahu rasanya tinggal di Kota Beatles, London, dan Kota Mode sebelum menyadari bahwa hanya di kota Madrid, di salah satu bagian kecil kota Madrid, ia bisa merasakan kehangatan rumah. Dan ia memilih waktu yang cukup tepat untuk kembali. Tiga puluh tahun bukanlah usia yang terlampau tua untuk menjad tidak berguna. Ia masih bisa diandalkan oleh rumah tuanya. Ia masih dapat membalas sambutan hangat para pendukung setia, bukan menerimanya begitu saja tanpa memberi mereka sesuatu yang dapat dirayakan.
Rumah ialah tempat kelahiran yang disempurnakan oleh kenangan
-- Henry Anatole Grunwald
Di Atletico ia memulai karirnya, menarik perhatian dunia, dan menjadi kapten dalam usia sangat muda. Di Atletico ia dipuja sebagai pahlawan. Semua itu ia tinggalkan. Setelah lebih dari tujuh tahun pergi, ia memilih untuk pulang. Ia memilih untuk memulai kembali. Dengan semua rasa nyaman yang ia dapatkan, rasanya kejayaan lama bisa ia ulangi.
Dan tadi malam, di laga besar pertamanya setelah pulang ke rumah, melawan rival terbesar rumahnya sendiri, Real Madrid, ia berhasil mencetak dua gol. Hasilnya memang seri, tapi Si Jemawa nan Kaya itu berhasil disumpal di kandangnya sendiri, berkat dua gol si-anak-hilang-yang-baru-pulang.
Masih ada waktu untuk membuktikan bahwa ia masih berguna dan masih jauh dari sia-sia. Ia ingin memberikan kenangan manis bagi para penghuni rumah yang lain. Dan dengan itulah ia akan selamanya dikenang. Sebab dengan itulah rumah akan dikukuhkan dan namanya akan dipatri sebagai ornamen di salah satu dindingnya.
******
Begitulah beberapa orang memahami rumah. Semuanya bernada melankolik. Juga nostalgik. Apakah memang demikian melankolik yang namanya rumah? Entahlah.
Yang pasti, dengan menapaktilasi pengertian-pengertian rumah di atas yang di-jukstaposisi-kan dengan karir seorang pemain bola yang demikian cemerlang di masa muda tapi beranjak menjadi sosok cemoohan di masa berikutnya, banyak yang bisa mengerti betapa rumah juga terkait perasaan. Dan tidak ada perasaan yang sama. Setiap sedih atau riang punya kadar dan teksturnya masing-masing.
Demikianlah, cepat atau lambat, pada saat yang lebih (ny)aman dari tekanan yang beraneka, ketika kenangan telah kehilangan kekuatannya untuk menyakiti, ... maka mereka akan jatuh pada tempatnya masing-masing dan kembali lagi pada masa lalu.
Begitulah, seperti pada paragraf di atas sebelum baris ini, VS. Naipaul menguraikan perasaan Torres, eh... Biswas.
Komentar