Liverpool memasukkan 50 juta poundsterling pada musim panas tahun lalu ke dalam rekening kesebelasan Southampton. Setelah kehilangan Luis Suarez, uang sebanyak ini mereka investasikan untuk memperkuat skuat mereka menjelang bergulirnya Liga Primer Inggris.
Satu hal yang sangat diharapkan jelas ketika Anda sudah mengeluarkan uang sebanyak itu untuk tiga pemain adalah, pastinya setidaknya satu saja dari tiga pemain tersebut menjadi pemain langganan di daftar susunan sebelas pemain utama.
Itu juga yang Brendan Rodgers harapkan tentunya saat ia merekrut Adam Lallana, Dejan Lovren, dan Rickie Lambert dari The Saints.
Jika kita melihat pertandingan semalam (22/02) saja, ternyata ada Lallana dan Lovren yang menghuni starting XI Liverpool. Sementara Lambert duduk di bangku cadangan bersama dua penyerang lainnya, Daniel Sturridge dan Mario Balotelli.
Pada dasarnya di awal musim ini, Southampton diharapkan untuk menjadi tim yang kesusahan karena beberapa pemain mereka (selain tiga pemain di atas) telah "dirampok" oleh tim yang "lebih bertradisi".
Namun, enam bulan berlalu dan, meskipun mereka kalah 0-2 semalam dari Liverpool di kandang mereka sendiri, Soton masih bisa tersenyum dengan menempati peringkat ke lima di klasemen sementara: di atas Lallana, Lovren, dan Lambert (Liverpool) di peringkat ke-6, tapi masih di bawah Callum Chambers (Arsenal) di peringkat ke-3, dan Luke Shaw (Manchester United) di peringkat ke-4. Sangat ketat.
Seperti yang kita semua saksikan, Liverpool dan trio mantan The Saints mereka kembali ke rumah mereka, Stadion St Mary, kandang Southampton.
Untungnya, ke tiga pemain tersebut bisa sedikit berlega karena Liverpool berhasil menang dan meminggirkan anggapan orang-orang bahwa mereka sudah salah langkah dengan pindah ke Merseyside. Tapi, jika mau jujur, bagaimana sebenarnya nasib mereka di Anfield jika dibandingkan dengan di Southampton di musim lalu?
Biaya sebesar 4 juta poundsterling memang bukan nilai yang terlalu besar untuk dinilai sebagai "perjudian" bagi The Reds. Uang ini mereka habiskan untuk mendatangkan Lambert pulang ke kampung halamannya sebelum Piala Dunia 2014.
Lambert adalah pemain pertama, dari tiga pemain di atas, yang bergabung dengan Liverpool. Pemain Inggris berusia 33 tahun ini hanya bermain sebagai starter lima kali di liga dan juga hanya berhasil mencetak dua gol musim ini.
Ia telah turun dari bangku cadangan sebanyak 13 kali tapi jarang sekali ia menjadi rencana cadangan bagi Rodgers.
Bahkan, Liverpool sempat siap untuk "membuang" Lambert pada akhir jendela transfer Januari ke Aston Villa, sebelum akhirnya sang striker menyatakan keinginannya untuk tetap bertahan. Tapi, jika ia masih belum juga bisa membuat dampak yang signifikan bagi Liverpool, tidak heran jika kita melihatnya pergi pada musim panas nanti.
Padahal musim lalu, Lambert menjadi penyerang Inggris dengan produktivitas paling tinggi ke dua dengan 13 golnya. Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya performa Lambert adalah jarangnya ia bermain sebagai starter, sementara musim lalu ia bermain 31 kali sebagai starter bagi the Saints.
Selain waktu bermain, jika dibandingkan dengan musim lalu, sebenarnya Lambert tidak terlalu jauh berbeda.
Ia masih memiliki akurasi tembakan sebanyak 50 persen. Hal ini juga berlaku bagi rata-rata akurasi operannya (70 persen pada musim lalu, dan 69 persen di musim ini) dan rata-rata memenangkan duel bola udara (42 persen berbanding 40 persen).
Satu poin yang menjadi jelas memang mau-tidak-mau ketika kita melihat statistik menit per tendangan ke arah gawang, yaitu setiap 68,7 menit pada musim lalu, sementara musim ini ia melakukan tembakan ke gawang setiap 98,8 menit.
Begitupun dengan kemampuannya menciptakan peluang yang turun drastis dari angka 53 ke 7 saja pada musim ini, dengan rata-rata ia bisa mengkreasi peluang setiap 52,1 menit pada musim lalu, sementara 84,7 menit saja pada musim ini. Tidak heran juga musim ini ia belum berhasil mencetak satupun assist.
Asumsi yang bisa diterima untuk Lambert selalu adalah, bahwa sebagai seorang penyerang tinggi dan besar dengan kemampuan sundulan yang menakutkan, ia adalah seorang target man klasik. Ini yang menjadi "perangkap" bagi Rodgers.
Senada dengan pernyataan di atas, Lambert tertangkap offside hampir dua kali lebih sering ketika ia di Liverpool daripada saat ia di Southampton.
Di Liverpool, ia sering didorong lebih jauh di lapangan dan ditempatkan sebagai pemain terdepan. Sedangkan di Soton, ia berada lebih ke dalam untuk menghubungkan permainan dengan Lallana dkk sebagai penggerak pembangunan serangan dari lini tengah.
Kemudian dengan pembelian Balotelli, keberadaan Fabio Borini, dan Raheem Sterling yang akhir-akhir ini, termasuk semalam, sering bermain di luar posisi alaminya (pemain sayap), yaitu sebagai striker, membuat jelas bahwa Rodgers ingin penyerangnya adalah seseorang yang cepat dan gesit.
Ia meninggalkan Lambert "membusuk" di bangku cadangan. Ditambah dengan Divock Origi yang sudah siap menjadi pemain Liverpool dan Iago Aspas yang juga akan kembali, sehingga kita semua bertanya-tanya kenapa Rodgers membelinya di awal musim.
Keputusan nasib Lambert Pembelian Gagal
Bagaimana Southampton bisa "move-on" Graziano Pellè (dibeli dari Feyenoord Roterdam)
Setidaknya peran yang lebih bersifat rotasi memang sudah diantisipasi untuk seorang penyerang, tapi tidak demikian dengan bek tengah. Lovren direkrut sebagai sosok "penjaga keperawanan gawang" yang baru di jantung pertahanan setelah musim debutnya yang luar biasa di pantai selatan.
Pemain asal Kroasia ini didatangkan dengan harga 20 juta poundsterling, yang menjadikannya sebuah kesepakatan terbaik pada musim panas tahun lalu... tetapi untuk Southampton.
Untuk seorang bek tengah, Lovren telah menjadi bencana di Merseyside. Kocaknya, akhir-akhir ini ia sering kehilangan tempatnya di lini pertahanan karena harus rela seorang gelandang, Emre Can, bermain sebagai bek tengah.
Enam buah kesalahan defensif Lovren (errors led to shot) menjadikannya pemain yang paling banyak melakukannya di liga. Empat dari enam kesalahan tersebut berbuah menjadi gol (errors led to goal). Bandingkan dengan musim lalu ketika di Southampton, ia hanya melakukan sekali kesalahan (satu-satunya juga kesalahan yang berbuah gol).
Selain itu, ia juga dinilai telah bermain buruk di posisi yang lebih dalam di Anfield, membuatnya kehilangan hampir setengah dari banyaknya intersepsi per pertandingan di Liverpool (1,5) daripada di Southampton (2,7) ketika ia memainkan permainan yang lebih reaktif.
Di awal musim, Lovren memang meninggalkan rasa pahit di kalangan suporter The Saints setelah kepindahannya ke Liverpool. Tapi justru setelah itu suporter Liverpool yang merasakan hal serupa bagi mantan pemain Olypique Lyonnais ini.
Tidak dapat diandalkan dan rawan melakukan kesalahan adalah kombinasi yang buruk untuk seorang pemain di jantung barisan belakang. Sepertinya tidak mengejutkan untuk melihat dia pindah di akhir musim nanti.
Keputusan nasib Lovren Pembelian Gagal
Bagaimana Southampton bisa "move-on" Toby Alderweireld (dipinjam dari Atlético de Madrid)
Halaman berikutnya: Adam Lallana dan reaksi Ronald Koeman
Komentar