Kegagalan seolah menjadi rekan akrab bagi tim nasional Indonesia. Terbaru, timnas Indonesia gagal melangkah ke Piala Asia U23. Di laga terakhir melawan Thailand, Indonesia hanya mampu bermain imbang 0-0. Hasil tersebut membuat Indonesia harus puas menempati peringkat ketiga.
Indonesia sendiri sempat tampil gemilang pada laga kedua. Kala itu skuat asuhan Luis Milla ini menumbangkan Mongolia dengan skor telak 7-0. Namun karena di laga pertama tumbang oleh Malaysia, Indonesia akhirnya hanya mampu mengoleksi empat poin saja dari tiga laga, sementara Malaysia enam poin dan Thailand lima poin.
Kagagalan kali ini tentu menjadi pukulan telak bagi federasi Indonesia, PSSI. Pasalnya, sejak diketuai oleh Edy Rahmayadi pada awal 2017 ini, PSSI memiliki serangkaian program agar para pemain Indonesia di bawah usia 23 tahun bisa siap menghadapi tiga ajang berbeda. Selain babak kualifikasi Piala Asia U23, masih ada SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Bahkan SEA Games dan Asian Games ditargetkan juara. Walau mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak, namun PSSI tetap menjalankan programnya demi mencapai hasil instan tersebut.
Yang paling kentara adalah aturan wajib starter pemain di bawah usia 23 tahun di kompetisi teratas Indonesia, Liga 1. Setiap kesebelasan Liga 1 wajib memainkan tiga pemain U23 dengan minimal menit bermain selama 45 menit. Bahkan pergantian pemain yang normalnya tiga pemain, diubah menjadi lima dengan dua tambahan tersebut wajib pemain U23. Aturan ini pun kemudian ditangguhkan setelah timnas mengumumkan 25 nama yang berlaga di babak kualifikasi Piala Asia U23.
PSSI berinovasi agar para pemain U23 memiliki jam terbang di level kompetisi tertinggi. Aturan ini juga diterapkan untuk memudahkan Luis Milla memantau para pemain U23 untuk skuatnya. Tapi ternyata, hal itu tak cukup membuat Indonesia tampil sesuai harapan.
Selain gagal ke Piala Asia U23, timnas Indonesia yang mayoritas mulai dihuni oleh pemain di bawah 23 tahun pun tampil kurang superior pada laga-laga uji tanding. Dari tiga laga, Indonesia hanya menang satu kali, melawan Kamboja. Dua laga lain berakhir imbang (melawan Puerto Riko) dan kalah dari Myanmar.
Menurunkan banyak pemain muda di level internasional, pertandingan resmi FIFA, sebenarnya bagus bagi regenerasi timnas. Apalagi kini banyak pemain muda yang sudah merasakan debut di timnas. Tapi di sisi lain skema seperti ini membuktikan belum bisa membantu timnas Indonesia U23 meningkatkan level permainannya.
Sedari awal, program-program yang diciptakan PSSI ini memang terkesan untuk meraih hasil instan. Karenanya tak sedikit yang menyangsikan dengan rencana-rencana PSSI tersebut. Saya juga sempat menyinggungnya dalam artikel “Soal Regulasi Anyar Kompetisi Indonesia, Semoga Saya Salah….”.
Dengan kegagalan ini, timnas Indonesia tak bisa lagi berkelit dengan argumen bahwa Indonesia gagal karena minim persiapan seperti yang sudah sering terdengar di masa lalu. Apalagi sekarang persiapan timnas Indonesia cukup panjang.
Soal persiapan memang tak bisa lagi jadi alasan. Tengok Malaysia yang mempecundangi Indonesia di laga pertama dan mengakhiri fase grup sebagai juara grup, mereka bahkan punya persiapan minim. Jika Indonesia sudah mengumpulkan pemain sejak 30 Juni, Malaysia baru mengumpulkan para pemainnya pada 12 Juli, atau sepekan jelang laga melawan Indonesia, dan sehari sebelum uji tanding melawan Myanmar. Hal ini terjadi karena padatnya jadwal Malaysia Super League dan Malaysia Cup.
Pelatih timnas Malaysia, Ong Kim Swee, saat itu pun mengeluhkan persiapan minim. Meski begitu, Malaysia tetap mampu mengalahkan Myanmar (2-0), bahkan menjadi juara grup H ketika babak kualifikasi Piala Asia U23 berlangsung.
Thailand pun punya persiapan yang lebih singkat dibanding Indonesia. Para pemain Thailand U23 sendiri masih berlaga bersama kesebelasannya masing-masing pada pekan ke-23 Liga Thailand (atau pekan ke-22 di divisi dua) yang dilaksanakan pada 9 Juli, 10 hari jelang laga pertama Thailand di babak kualifikasi.
Bahkan pelatih Thailand U23, Worrawoot Srimaka, cukup sesumbar jelang laga melawan Indonesia. Menurutnya, para pemain Thailand justru lebih siap meski persiapan mereka tak sepanjang yang dilakukan Indonesia. Menurutnya, para pemain Thailand lebih siap menjalani pertandingan karena match fitness pemain terjaga di liga, tidak seperti para pemain Indonesia yang hanya menjalani satu laga uji tanding melawan tim lokal Bali.
Apa yang dikatakan Srimaka cukup masuk akal. Para pemain timnas Indonesia U23 sudah libur dari pertandingan menjelang akhir bulan Juni karena libur lebaran. Hal itu tak seperti pemain Thailand yang terus menjalani kompetisi hingga 10 hari jelang pertandingan.
Pemain-pemain muda Indonesia bermain karena regulasi, bukan karena kemampuan
Kegagalan Indonesia ke Piala Asia U23 memperpanjang catatan buruk timnas Indonesia yang pada dua edisi sebelumnya, 2014 dan 2016, juga gagal melangkah ke putaran final. Maka tak salah jika kita menyebut bahwa para pemain Indonesia saat ini belum mencapai level yang layak berlaga di Piala Asia U23.
Perlu diingat, saat ini Indonesia dilatih oleh Luis Milla yang punya rekam jejak mentereng sebagai pelatih usia muda. Namun sehebat apapun pelatih, jika kualitas para pemain Indonesianya sendiri ternyata masih belum mencapai keinginan pelatih, dari kualitas individu maupun pemahaman taktik, maka hal tersebut akan cukup sia-sia. Permainan Indonesia di bawah asuhan Milla sendiri sejauh ini masih belum terlihat istimewa.
Para pemain yang dipanggil timnas Indonesia U23 saat ini memang tampil cukup reguler di Liga 1. Namun itu berawal dari regulasi liga, bukan karena kemampuan mereka.
Sementara itu, di Malaysia tidak ada aturan wajib starter untuk pemain U23 seperti yang dilakukan di Indonesia. Pun begitu di Thailand, setiap kesebelasan hanya diwajibkan memasukkan satu pemain U19 dan dua pemain U23 dalam pertandingan tanpa ada ada aturan pemain tersebut wajib bermain, apalagi dengan periode tertentu. Keputusan bermain atau tidaknya setiap pemain tetap di tangan pelatih, bukan regulasi.
Hasilnya terlihat bahwa para pemain U23 yang membela timnas Thailand atau pun Malaysia merupakan pemain yang memang benar-benar layak dipanggil serta benar-benar secara mental dan teknik. Karena pemain-pemain utama Thailand U23 seperti Suriya Singmui (Chiangrai United), Shinnapat Lee-Oh (Chiangrai United), Saringkarn Promsupa (Rayong), Ratthanakorn Maikami (Buriram United), atau sang kapten Chenrop Samphaodi (BEC Tero Sasana), merupakan pemain U23 yang reguler bermain di tim utama kesebelasannya masing-masing karena mereka memang layak dimainkan. Bahkan saat ini pemain seperti Singmui (22 tahun) dan Samphaodi (22 tahun) sudah mendapatkan jam terbang layaknya pemain senior karena sejak 2013 cukup reguler bermain kesebelasan yang ia bela (atau ketika dipinjamkan).
Pemain-pemain Malaysia seperti Adam Nor Azlin (Selangor), Thanabalan Nadarajah (Felcra), Adib Zainuddin (Felcra), Amirul Hisyam (Kedah), Syafiq Ahmad (Kedah), Shamie Iszuan (Sarawak), dan Mohammad Jafri (Penang) pun adalah pemain-pemain yang terpilih karena mampu bersaing dengan skuat utama timnya masing-masing melalui kemampuan individu masing-masing. Bahkan Thanabalan dan Adib Zainuddin (kapten Malaysia U23) merupakan pemain dari kesebelasan divisi tiga Malaysia, namun mereka cukup reguler bermain.
Maka tak mengherankan para pemain Malaysia dan Thailand lebih siap dalam menjajal turnamen internasional dibanding para pemain Indonesia. Para pemain Indonesia dimudahkan dengan adanya regulasi U23. Padahal tanpa sadar, adanya regulasi tiga pemain U23 wajib starter telah menurunkan level kompetisi Liga 1 sendiri, karena tak sedikit kesebelasan Indonesia hanya memainkan para pemain U23 selama 45 menit, hanya sekadar memenuhi regulasi.
***
Dari sini kita bisa melihat bahwa Indonesia mungkin memang layak untuk kembali gagal ke Piala Asia U23. Hal ini juga yang mewajarkan ketika Luis Milla merotasi skuatnya, terlihat adanya ketimpangan. Rotasi di laga yang hanya berselang dua hari memang cukup penting. Namun sayangnya kualitas pemain timnas Indonesia U23 tidak cukup merata.
Tapi kita juga perlu sadar bahwa sedari awal target utama timnas Indonesia yang diasuh Milla ini adalah menjuarai SEA Games 2017. Bahkan PSSI sendiri mengatakan bahwa lolos kualifikasi Piala Asia U23 hanya bonus.
"Sebenarnya target utama kita di tahun ini adalah medali emas SEA Games 2017. Kualifikasi [Piala Asia U23] itu sebenarnya bonus. Namun, kami juga berharap Indonesia bisa lolos karena standarnya adalah kita ingin berprestasi seperti di Islamic Solidarity Games terakhir di mana kita dapat medali perak," ujar Fanny Riawan selaku Deputi Sekjen PSSI pada Maret lalu.
Maka regulasi "aneh" PSSI terkait pemain U23 di Liga 1 ini baru bisa dihakimi usai SEA Games 2017, walau sebenarnya prestise-nya lebih rendah dari Piala Asia U23. Kegagalan Indonesia ke Piala Asia U23 bukan kegagalan bagi PSSI yang memang menyiapkan diri ke SEA Games. Sehingga untuk saat ini, kita hanya bisa mengakui saja bahwa kualitas Indonesia memang belum layak ke Piala Asia U23. Kita nantikan juga apakah Indonesia bisa meraih SEA Games 2017 atau tidak pada Agustus mendatang.
foto: the-afc.com
Komentar