Kebangkitan Sepakbola Italia Sudah di Depan Mata

Editorial

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Kebangkitan Sepakbola Italia Sudah di Depan Mata

“Dari Italia, kau hanya mendengar kabar jelek belaka.”

Kalimat yang diungkapkan sejarawan Roma bernama Cornelius Tacitus itu telah meresap benar dalam otak saya. Karenanya, sebagai penggemar sepakbola Italia, sudah tak aneh lagi jika berita-berita tak mengenakkan dari Negeri Pizza tersebut berseliweran di berbagai media.

Dari calciopoli yang terus berdengung, kepemimpinan wasit yang tak becus, klub-klub Seven Sisters (Sette Sorelle) yang mengalami permasalahannya masing-masing, hingga kasus rasisme yang silih berganti, semuanya telah menjadi bagian dari ‘kabar jelek’ yang dikatakan Tacitus di zaman sekarang  ini. Maka tak heran sepakbola Italia pun semakin kehilangan marwahnya.

Namun saya pun pernah menuliskan artikel tentang sepakbola Italia yang tumbuh memang lewat krisis. Bahwa krisis adalah bagian integral dari sejarah sepakbola Italia. Krisis demi krisis adalah makanan sehari-hari sepakbola Italia. Dan nyatanya, meskipun sepakbola Italia telah dipandang sebelah mata oleh sebagian besar pecinta sepakbola, terutama dicemooh karena korupsi dan calciopoli, lambat laun geliat sepakbola Italia telah tumbuh dan kini sudah masuk tahap menjelang bangun dari tidurnya.

Terus Bertambahnya Pemain Berlabel Bintang di Serie A

Italia identik dengan para pemain tua. Ini dikarenakan kesebelasan-kesebelasan yang berlaga di Serie A kesulitan mendatangkan pemain top. Krisis finansial yang dialami banyak tim tersebut membuat kesebelasan Italia tak bisa bersaing dengan kesebelasan dari negara Eropa lain seperti Spanyol, Inggris, dan Jerman.

Namun pada bursa transfer Januari ini, Inter yang kini dimiliki oleh pengusaha asal Indonesia, Erick Thohir, menggebrak dengan perekrutan dua nama besar. Lukas Podolski yang menjadi bagian skuat Jerman Piala Dunia 2014, berhasil didatangkan. Kurang dari seminggu kemudian, pemain berjuluk ‘Messi dari Alpen’, Xherdan Shaqiri, menjadi penggawa anyar Nerazzuri berikutnya.

Keduanya tentu saja diharapkan mampu mendongkrak peringkat Inter yang saat ini tercecer di peringkat sembilan. Target menjuarai Europe League pun semakin ditegaskan pelatih anyar mereka, Roberto Mancini, setelah kedatangan dua pemain top tersebut.

Tak hanya Inter, rival sekota mereka pun berhasil mendatangkan salah satu talenta terbaik Italia, Alessio Cerci. Cerci yang tak mendapatkan menit bermain yang banyak di Atletico Madrid ini pun diharapkan bisa mengkatrol posisi Milan yang hanya satu strip di atas Inter Milan pada klasemen sementara.

Datangnya Podolski, Shaqiri, dan Cerci ini tentunya menjadi sinyal positif bagi sepakbola Italia. Meski kepindahannya karena ketiga pemain ini hanya menjadi penghuni bangku cadangan di tim yang mereka bela sebelumnya, ketiganya tentu akan semakin menyemarakkan sepakbola Italia.

Jika melompat ke belakang, tepatnya pada bursa transfer musim panas musim ini, keberhasilan beberapa kesebelasan mempertahankan pemain terbaiknya membuat Serie A memiliki cukup banyak pemain bintang. Para pendukung Juventus lega karena tak ada satupun Arturo Vidal, Paul Pogba, dan Claudio Marchisio yang hengkang meski diincar beberapa klub top Eropa.

Penonton Serie A pun masih bisa menyaksikan Kevin Strootman, Juan Cuadrado, Mateo Kovacic, dan Stephan Lichtsteiner pada musim ini. Padahal pada bursa transfer lalu, para pemain tersebut digoda oleh raksasa-raksasa Eropa.

Bursa transfer musim panas lalu memang menunjukkan bahwa sepakbola Italia masih menarik di mata para pemain berkualitas. Sebagai buktinya, beberapa pemain yang berlaga di Piala Dunia 2014, memutuskan untuk hijrah ke kesebelasan Italia.

AS Roma yang kehilangan Mehdi Benatia mampu mendatangkan pengganti yang sepadan. Kostas Manolas, bek timnas Yunani pada Piala Dunia 2014 mampu menjadi tembok kokoh sehingga Serigala Ibu Kota masih bisa bersaing untuk titel juara.

Bahkan selain Manolas, Roma pun mampu mendatangkan Jose Holebas, bek timnas Yunani lainnya. Padahal kala itu pemain yang berposisi sebagai bek kiri ini diincar pula oleh beberapa klub Spanyol dan Inggris.

Selain Roma, klub ibu kota lainnya, Lazio berhasil mendatangkan bek timnas Belanda, Stefan De Vrij. Padahal kala itu, Lazio harus bersaing dengan Manchester United yang memang membutuhkan bek tengah.

Keberhasilan transfer pun dilakukan oleh kesebelasan Italia lainnya. Inter berhasil mendatangkan timnas Cile, Gary Medel. Tim sekelas Sampdoria pun berhasil membuat kiper timnas Argentina, Sergio Romero, tak pindah ke lain klub meski diincar Liverpool dan MU.

Dari banyaknya pemain-pemain yang disebutkan di atas, tampaknya sudah cukup membuktikan jika kesebelasan Italia mampu bersaing dengan kesebelasan negara lain perihal transfer pemain. Kesebelasan Italia pun tak tergoda dengan jutaan euro yang datang pada mereka. Di mana ini artinya, finansial kesebelasan Italia memang telah berangsur membaik.

Simak cerita-cerita menarik lainnya dari sepakbola Italia

Ketika Pemain-pemain Serie A Hidup Dalam Dunia Donal Bebek

Fokus Italia untuk Sepakbola Perempuan

Conte dan Energi yang Terbuang Sia-Sia di Timnas Italia

Menjaga Harapan Bangkitnya Liga Italia

Mencaci dan Memuji ala Fans Inggris dan Italia

The Italian Job (2006) Bedah Kultur Sepakbola Italia dan Inggris Lewat Perjalanan Vialli

Mengenal Sistem Co-Ownership ala Sepakbola Italia


Enam Klub Masih Bertahan di Kompetisi Eropa

Setelah Inter Milan menjuarai Liga Champions pada 2010, tak ada lagi kesebelasan Italia yang merajai Eropa. Bahkan lebih buruk, para perwakilannya gugur sejak dini pada kompetisi Eropa, baik di Champions League maupun Europe League.

Pada 2011, hanya empat kesebelasan yang bertahan setelah babak fase grup Eropa. Udinese dan Lazio menjadi perwakilan Italia di Europe League, sementara duo Milan melenggang ke babak 16 besar Liga Champions.

Namun pada tahun-tahun berikutnya, kesebelasan Italia semakin bisa bersaing di Eropa. Pada 2012, Juve berhasil lolos ke babak 16 besar Liga Champions, bersama AC Milan. Karenanya, total lima kesebelasan yang bertahan di kompetisi Eropa. Pasalnya, Inter, Lazio dan Napoli melenggang ke babak 16 besar Europe League.

Prestasi tersebut kembali berulang pada tahun 2013, musim lalu. Terdapat lima kesebelasan Italia di kompetisi Eropa. Bedanya, pada musim lalu Juve harus terlempar ke Europe League karena tak bisa bersaing dengan Galatasaray dan Real Madrid.

Bagaimana dengan musim ini? Peningkatan prestasi semakin terlihat. Enam kesebelasan Italia masih bertahan pada babak 16 besar, baik Champions League maupun Europe League.

Musim ini kesebelasan Italia memang mengalami peningkatan kualitas. Meski AS Roma gagal melenggang ke babak 16 besar Liga Champions, mereka masih bisa tampil di Europe League. Dengan begitu, di Europe League tahun ini terdapat lima kesebelasan asal Italia.

Juventus yang tertatih pada babak grup musim lalu, mampu bertahan di peringkat dua grup A dari pekan keempat hingga keenam. Ini setidaknya telah menunjukkan bahwa level Si Nyonya Tua di Eropa lebih baik dari musim lalu.

Kesebelasan sekota Juve, Torino, muncul menjadi kejutan di Europe League musim ini. Meski ditinggal top skorer Serie A musim lalu, Ciro Immobile, dan Alessio Cerci, mereka masih bertahan dan melenggang ke babak 16 besar. Mereka kini dihuni oleh dua mantan penyerang Juventus, Fabio Quagliarella dan Carvalho Amauri. Mereka mampu menyisihkan langganan kompetisi Eropa, FC Copenhagen.

Prestasi ini tentunya menjadi sinyal baik baik sepakbola Italia.  Tim sekelas Torino yang biasanya berkutat dengan zona degradasi, kini berlaga di kompetisi Eropa.

Prestasi Torino ini pun bisa menaikkan nilai koefisien Serie A mereka pada musim depan karena adanya enam kesebelasan Serie A di babak 16 besar kompetisi Eropa. Apalagi jika salah satu dari enam kesebelasan Italia ini berhasil meraih trofi, bukan tak mungkin dalam waktu dekat Serie A akan kembali mengirimkan empat perwakilannya di Liga Champions seperti di masa jayanya (musim ini hanya tiga).

Sinyal Positif dari Timnas Italia

Semenjak Antonio Conte mengisi kursi kepelatihan timnas Italia, banyak hal positif tersaji dari Gli Azzuri. Sebagai gambaran umum, pelatih yang mengantarkan Juventus meraih tiga scudetto secara berturut-turut ini, masih tak terkalahkan dari empat empat pertandingan babak kualifikasi Piala Eropa 2016.

Kini Italia bertengger di peringkat dua klasemen grup H. Gianluigi Buffon cs hanya kalah selisih gol dari Kroasia yang menjadi pemuncak grup. Keduanya sama-sama memiliki nilai 10 dari tiga kemenangan dan satu seri. Hasil seri pun diraih kala keduanya saling berhadapan.

Ya, pada babak kualifikasi Piala Eropa ini, Italia masih cukup perkasa bagi empat kesebelasan lainnya. Selain Kroasia, Italia pun tergabung dengan Norwegia, Bulgaria, Malta, dan Azerbaijan. Hanya Bulgaria yang belum mereka hadapi.

Yang perlu menjadi catatan, Italia di bawah asuhan Conte ini berbeda dengan Italia era Cesare Prandelli, pelatih yang gagal memberikan prestasi bagi Italia di Piala Dunia 2014. Hanya sedikit pemain-pemain yang telah dimakan usia. Beberapa pemain debutan pun berani diturunkan pelatih berusia 45 tahun tersebut.

Beberapa pemain debutan pun tampil cukup mengesankan. Ciro Immobile, Simone Zaza, dan Graziano Pelle berhasil mencetak gol perdananya bagi peraih empat trofi Piala Dunia ini.

Tentunya ini menjadi hal yang positif bagi timnas Italia. Sebelumnya, Italia cukup kesulitan mencari penyerang. Setelah era Luca Toni habis, nyaris tak ada penyerang yang bisa diandalkan sebagai ujung tombak. Akhirnya Prandelli terus mengandalkan Mario Balotelli meski penampilannya tak konsisten.

Dengan hadirnya nama-nama baru di lini depan, tentu saja harapan kembalinya Italia meraih kejayaan kembali meninggi. Meski masih minim jam terbang, dengan waktu setahun lebih rasanya cukup bagi mereka untuk bisa meningkatkan level sehingga menjadi penyerang papan atas di Eropa, bahkan dunia.

Bisa Menyaksikan Serie A dan Coppa Italia di TV Swasta Indonesia

Masyarakat Indonesia pecinta Serie A Italia pasti merasakan masa-masa sulit untuk menyaksikan kesebelasan kesayangannya di layar kaca beberapa tahun belakangan. Di mulai dari tak rutinnya pertandingan yang disiarkan tiap pekannya, hingga hanya klub itu-itu saja yang disiarkan.

Bahkan terkadang, laga-laga big match seperti AC Milan-Inter Milan, Juventus-Inter Milan, Juventus-AC Milan, AS Roma-Lazio tak disiarkan oleh pemegang hak siar Serie A di Indonesia. Padahal laga tersebut menarik untuk disaksikan baik oleh penyuka Serie A maupun pecinta sepakbola pada umumnya.

Turunnya pamor Serie A memang membuat pemegang hak siar di Indonesia menjadi berpikir lebih panjang untuk mengambil pertandingan-pertandingan Serie A. Rating yang rendah tentunya akan mengakibatkan kerugian bagi stasiun tv itu sendiri.

Namun pada musim ini, dahaga para pecinta Serie A terpuaskan oleh Kompas TV. Setiap giornata, Kompas selalu menghadirkan pertandingan Serie A. Empat hingga lima pertandingan Serie A tersaji tiap pekannya. Laga-laga Big Match tak satupun luput dari Kompas TV.

Tak hanya laga-laga besar. Kompas TV pun menayangkan pertandingan yang menampilkan dua tim yang notabene bukan tim besar. Ya, kesebelasan-kesebelasan yang bertarung di papan tengah dan degradasi pun sering disiarkan Kompas TV.

Bahkan tak hanya pertandingan Serie A, Kompas TV pun menyiarkan secara langsung pertandingan Coppa Italia. Pada pekan ini saja terdapat empat laga Coppa Italia yang disiarkan Kompas TV.

Yang perlu diingat, Kompas TV pun menyiarkan Bundesliga secara reguler tiap pekannya. Menyiarkan Serie A pun rasanya menjadi perjudian besar bagi Kompas TV. Namun keberanian Kompas TV menyiarkan sepakbola Italia secara reguler, sedikit banyak menandakan bahwa Serie A telah kembali memiliki magnet bagi para pecinta sepakbola.

***

Dari beberapa hal yang dikemukakan di atas, rasanya sepakbola Italia memang menjelang bangun dari tidurnya. Pemain bintang yang mulai bergelimangan di Serie A, Prestasi yang ditorehkan di kompetisi Eropa, timnas yang memunculkan talenta-talenta baru, serta Serie A yang kini sangat mudah ditemukan di layar kaca, merupakan bukti nyata bahwa sepakbola Italia telah kembali menggeliat.

Memang, tak sedikit yang masih memandang sebelah mata sepakbola Italia pada era sekarang ini. Namun seperti yang dikatakan Cornelius Tacitus, ‘Dari Italia, kau hanya mendengar kabar jelek belaka’. Padahal kenyataannya, sepakbola Italia tengah berada di jalan yang baik untuk kembali meraih kejayaan.

Komentar