Sepotong Cinta dalam Kepala Suporter Karbitan

Editorial

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sepotong Cinta dalam Kepala Suporter Karbitan

Bagi sebagian orang, terdapat batas yang tegas antara “suporter betulan” dengan “suporter cafe”. “Suporter betulan” adalah mereka yang selalu datang ke stadion, sedangkan “suporter cafe” umumnya hanya menonton di televisi, entah karena malas ke stadion, atau karena lokasi stadion yang terlalu jauh, misalnya di Manchester.

Di kalangan penggemar sepakbola, terdapat sejumlah istilah seperti hipster, karbit, dan plastic. Istilah-istilah tersebut umumnya bermakna negatif karena menggolongkan suporter kepada kasta-kasta tertentu.

Golongan paling atas tentu saja mereka yang asli daerah dan selalu nonton ke stadion. Dalam hal ini, misalnya orang yang tinggal dan lahir di Trafford untuk kemudian mendukung Manchester United langsung ke stadion. Sementara itu, golongan paling rendah adalah penggemar Manchester United yang lahir di Purwakarta, lalu bingung karena dukungannya juga terbelah terbelah mau mendukung Persipo Purwakarta atau Persikad Purwakarta.

Hipster


Sumber gambar: westline.de

Berdasarkan kamus Merriam-Webster, kata “hipster” berarti a person who follows the latest styles, fashion, etc: a hip person. Dari sini, hipster bermakna bahwa orang tersebut adalah orang yang gaul karena mengikuti tren. Namun, Merrian-Webster, menambahkan definisi penuh terhadap hipster yang berarti a person who is unusially aware of and interested in new and unconventional patterns (as in jazz or fashion).

Di sepakbola, hipster dikaitkan dengan mendukung kesebelasan yang tengah naik, tapi agak sulit jika disebut calon juara. Misalnya, St. Pauli di Jerman, Southampton pada musim 2010, dan Atlethic Bilbao di Spanyol. Contoh tiga kesebelasan tersebut ditilik dari sisi manapun akan sulit untuk bersaing merebut gelar juara.

Saat ini banyak penggemar yang menyaru sebagai hipster agar terlihat keren. Penulis sendiri sempat mengidolai Chelsea pada awal 2000-an, lalu mengalihkan dukungan pada Wigan Athletic sejak era Paul Jewell. Penulis beralasan bahwa Chelsea kala itu merupakan kesebelasan terhebat dengan gaya bermain yang “Inggris Banget”. Hal serupa tidak penulis temukan di Arsenal dan Manchester United kala itu.

Pengalihan dukungan kepada Wigan, karena Chelsea menjadi berubah setelah merebut gelar pertamanya setelah 50 tahun pada 2004/2005, kala itu Jose Mourinho baru mengambil tampuk pimpinan dari Claudio Ranieri. Pemilihan Wigan, yang kala itu baru promosi, tidak lain karena kemiripan gaya bermain Wigan dengan Chelsea saat era Mikael Forssell beradu pirang dengan Eidur Gudjohnsen.

Tahun demi tahun berselang, penulis dilabeli sebagai hipster karena mendukung Wigan. Tentu saja label tersebut tidak mengenakan. Memangnya kenapa mendukung Wigan? Apa yang salah?

Dalam kolom komentar pada tulisan Permainan Defensif dan Industri Sepakbola, Yulian Ma’mun menyatakan dirinya pendukung Sampdoria karena kiper Kurnia Sandy pernah main di sana, serta kostumnya yang bagus. Ia pun menyadari bahwa alasan yang ia berikan tidaklah logis.

Tapi hey, Agnes Monica pernah bersabda bahwa cinta tidak perlu logika. Lagi pula, cinta tidak perlu alasan karena bukan sidang skripsi.

Karbit


Sumber gambar: zimbio.com

Istilah ini agaknya murni berasal dari Bahasa Indonesia. Kata “karbit” digunakan karena merujuk pada gas karbit yang biasanya digunakan untuk las. Sedangkan “karbitan” bermakna bahwa seseorang cepat meledak-ledak karena tersulut sesuatu.

Sementara itu, menurut beberapa sumber lainnya, istilah karbitan berasal dari buah yang menggunakan karbit (kalsium karbida) dalam proses pematangannya. Buah tersebut akan cepat matang dalam waktu cepat atau instan. Namun, yang matang hanyalah warna kulitnya saja, bukan isi buahnya. Maka, buah tersebut dikenal dengan karbit-an, karena prosesnya yang menggunakan kalsium karbida.

Di sepakbola, istilah suporter karbitan ditujukan untuk mereka yang mendukung kesebelasan pemenang. Istilah ini kerap disematkan kepada penggemar Manchester City karena umumnya mereka merupakan “suporter baru”. Terdapat perbedaan tingkat karbitan antara pendukung Chelsea dan City. Chelsea sendiri memiliki sejarah selalu menguntit di peringkat keempat Liga Inggris, tidak seperti City yang terkesan juara dengan cara yang instan.

Suporter karbitan juga sering ditujukan kepada mereka yang mencela kesebelasan. Sering ada ungkapan “Jika tidak mendukung saat kesebelasan terpuruk, jangan berteriak jika kesebelasan menang”.

Jika hipster merupakan kebalikan dari mainstream, maka karbitan merupakan kebalikan dari sejati. Dalam falsafah nilai per-suporter-an, kasta paling rendah adalah suporter karbitan karena mendukung saat masa-masa senangnya saja. Meskipun demikian, baik suporter karbitan maupun suporter "beneran", perlu biaya besar yang dikeluarkan untuk mendukung kesebelasan.

Pada dasarnya, tidak ada salahnya menjadi suporter karbitan. Mungkin banyak yang baru menjadi pendukung Manchester City saat The Citizens sedang jaya-jayanya, tapi jangan lupa, Maudy Ayunda pernah berkata bahwa cinta mungkin saja datang terlambat. Jika suporter enggan mendukung saat kesebelasan tengah terpuruk, jangan lupa kata D’Masiv: cinta ini membunuhku. Bagaimana tidak membunuh, jika kesebelasan bertahun-tahun tidak pernah mendapatkan gelar juara?

Plastic

360623339_735

Suporter plastic hadir dari penggemar sepakbola di Eropa sana untuk merujuk suporter dari Asia yang mendukung kesebelasan Eropa. Plastic sendiri merujuk pada fake fan atau penggemar palsu. Spiked Online menyebut plastic sebagai The Worst Insult in Football.

Menurut Spiked Online, suporter plastic adalah mereka yang tidak mendukung kesebelasan asal daerahnya atau tempatnya tinggal. Mirip dengan suporter karbitan, salah satu ciri suporter plastic adalah glory hunter, di mana ia mendukung kesebelasan yang tengah jaya-jayanya.

Ini yang dikeluhkan Roy Keane saat mereka bermain di Old Trafford, di mana suporter tidak begitu peduli terhadap permainan di lapangan. Lain hal saat mereka beramain tandang, karena suporter Manchester United yang sebenarnya adalah yang pergi ke kandang lawan. Spiked menegaskan bahwa plastic fans aren’t local.

Mengapa Old Trafford selalu penuh tapi suasana di stadion kalah dengan suporter MU yang tandang, jawabannya tak lain karena banyak pendatang atau turis yang sengaja datang untuk mendukung pertandingan MU hanya di kandang. Momen kehadiran di Old Trafford sulit untuk diulangi dalam tahun-tahun selanjutnya.

Hal ini serupa dengan konser artis luar negeri ke Indonesia, di mana penonton lebih banyak mengambil gambar ketimbang menikmati dan menghayati setiap alunan nada. Jawabannya mirip: ini kejadian yang jarang terjadi, sehingga mesti diabadikan.

Pendukung lokal yang kalah dalam sumber daya uang, kesal karena kursi mereka di stadion dijajah oleh pendatang. Lebih kesal lagi karena mereka tidak seperti orang lokal yang memiliki nilai sejarah serta kebanggan yang besar sedari lahir terhadap kesebelasan tersebut.

Padahal, seperti kata Siti Nurhaliza, cinta penggemar sepakbola bukanlah cinta biasa; bukan cinta di atas kertas karena memiliki getaran yang sama.

Baca: Di sepakbola Inggris juga ada suporter bayaran.

Butuh dukungan lebih, Chelsea subsidi penggemarnya.


Sumber gambar: worldsoccertalk.com

Chief Editor Pandit Football, Zen RS,  mengungkapkan bahwa di Indonesia penyebaran sepakbola tidaklah merata. Masyarakat di kota-kota besar mungkin punya kesebelasan lokal, tapi bagaimana dengan, misalnya, jangankan Kutoarjo, masyarakat di Depok dan Bekasi saja kesulitan untuk mendukung kesebelasan lokal karena tidak eksis dalam divisi tertinggi Liga Indonesia. Pilihan mereka, jika melihat dari kedekatan hanyalah Persib Bandung dan Persija Jakarta.

“Situasinya menjadi lebih rumit karena sepakbola Eropa menawarkan kedekatan yang lebih ketimbang sepakbola lokal,” tutur Zen. Kedekatan yang dimaksud bukanlah kedekatan geografis melankan kedekatan informasi sehingga memungkinkan kedekatan emosional bisa dibangun.

"MU kalah fans MU bisa nangis itu hal konkrit kok. Air matanya kan sama dengan (fans) Persib saat kalah," kata Zen, "Gimana ada caranya menakar air mata ini kastanya lebih rendah dengan air mata yang lain? Di mana-mana tangisan itu selalu sama. Di mana-mana kesedihan itu selalu sama."

Sepakbola Eropa menawarkan kedekatan yang jauh lebih intim ketimbang pasangan long distance relationship Bandung-Jakarta. Mereka bisa mengakses video baru setiap harinya. Puluhan gambar usai pertandingan. Bahkan, sejauh apa Wayne Rooney berlari pun bisa dihitung, tanpa perlu bertanya, "Rooney, kamu di mana? Lagi apa? Sudah makan belum?".

Lagipula, cinta di sepakbola, meski berbatas keadaan, tapi cinta tidaklah mengenal jarak.

Komentar