Pertandingan AS Roma menghadapi Bayer Leverkusen memang menarik. Namun, ada hal yang terlupakan dari pertandingan yang berakhir dengan skor 4-4 tersebut. Ia adalah sponsor di kostum kesebelasan.
AS Roma mengingatkan kita pada sepakbola 50 tahun silam, di mana sepakbola adalah pertandingan antar tim dengan warna kostum berbeda. Hampir tidak ada yang membedakan Arsenal dengan Manchester United dan Liverpool, kecuali corak di baju mereka.
Saat ini, Arsenal, MU, dan Liverpool, jelaslah berbeda. Bukan cuma dari corak yang kian kreatif tetapi juga dari sponsor yang menaungi klub: Sharp adalah MU dan Carlsberg adalah Liverpool.
Pertandingan AS Roma menghadapi Leverkusen pun memberikan fakta khusus: keduanya masih bisa hidup tanpa perlu menggadaikan ruang di kostum mereka (catatan: Leverkusen menerapkan sponsor dalam kostum saat melawan AS Roma).
Berawal dari Perlawanan
Berdasarkan sejumlah referensi, kesebelasan asal Portugal, Penarol-lah yang menjadi kesebelasan pertama yang menempatkan logo sponsor di kostum mereka. Namun, kita tak bisa melepaskan peran kesebelasan Jerman, Eintracht Braunschweig, yang membuat kesebelasan lain sadar bahwa mereka bisa memanfaatkan ruang untuk menambah pemasukan.
Awalnya, CEO Jaegermeister (produk bir), Guenter Mast, menawarkan 800 ribu marks (mata uang Jerman kala itu) dan menukarkannya dengan logo produk mereka di kostum Braunschweig. Setelah kesepakatan terjalin, klub meminta izin pada Asosiasi Sepakbola Jerman, DFB. Namun, DFB menolak karena statusnya sebagai badan amatir yang hanya memperkenankan logo kesebelasan hadir di kostum.
Dengan nilai kontrak yang begitu besar, sayang bagi Braunschweig untuk melewatkan kesempatan tersebut. Manajemen pun akhirnya mengubah logo kesebelasan menjadi logo Jaegermeister. DFB tak bisa melarang, karena toh logo tersebut adalah logo klub.
Merasa kecolongan, DFB pun mengalah. Pada Oktober 1973, atau tujuh bulan dari kejadian tersebut mereka memperbolehkan logo sponsor hadir di kostum pemain. Momen tersebut bukan cuma jadi tonggak penting bagi sejarah sepakbola Jerman, tapi pada kompetisi sepakbola dunia pada umumnya
Tiga tahun kemudian, kesebelasan Inggris, Kettering Town, pun menempatkan tulisan "Kettering Tyres" pada kostum mereka. Namun, sama seperti DFB, FA pun melarang. Kettering tak kehabisan akal dengan mengubah "Tyres" menjadi "T" yang bisa berarti "Town" ataupun "Tyres".
Pada Juni 1977, larangan penerapan sponsor di kostum pun dicabut. Dikutip dari Bleacher Report, Liverpool menjadi kesebelasan profesional Inggris pertama yang menerakan sponsor di kostum. Kala itu, Liverpool menjalin kerja sama dengan Hitachi yang bernilai 50 ribu pounds selama semusim.
Terkait Harga Diri
Pada musim 2013/2014, Bayer Leverkusen hampir tampil polos tanpa sponsor. Bukan karena mereka tak laku, tetapi karena mereka sengaja menjualnya dengan nilai tinggi.
CEO Leverkusen, Wolfgang Holzhauser, menyatakan bahwa mereka mampu hidup meski tanpa sponsor di dada. Sebelumnya, Leverkusen pernah mengalami kejadian pahit di mana sponsor mereka, TelDaFax, menuntut Leverkusen dengan nilai 16 juta euro. Pasalnya, Leverkusen membatalkan kontrak setelah sponsor tersebut nyaris didera kebangkrutan. Belum lagi masalah dengan Sun Power yang membatalkan kontrak secara sepihak, walaupun kontrak tersebut masih berjalan.
Leverkusen menginginkan sponsor yang sehat secara finansial. Buat mereka sponsor di dada pemain adalah simbol luhur karena berdampak besar bagi identitas kesebelasan dan sponsor itu sendiri.
Terkait identitas masih ada pula kesebelasan yang tak peduli soal itu. Contohnya Newcastle United yang begitu semangat menjual dirinya kepada sponsor. Selain menjual nama stadion, Newcastle tak pernah ambil pusing soal sponsor di dada mereka.
Saat ini Newcastle bekerja sama dengan Wonga, perusahaan pemberi pinjaman. Di Inggris, Wonga tak ubahnya sebagai rentenir karena menerapkan bunga yang begitu besar, bahkan seringkali hasilnya dua kali lipat dari nilai pinjaman. Newcastle pun dikritik karena hal ini. "Sayang kostum Newcastle dinodai oleh sponsor buruk di tengahnya," tulis sebuah situs peninjau kostum kesebelasan.
Hal berbeda dilakukan Samsung yang tak memperpanjang kontrak dengan Chelsea. Padahal sudah berkembang wacana bahwa Samsung akan melakukan kontrak jangka panjang dengan kesebelasan asal London tersebut.
Bagi Samsung kerja sama dengan Chelsea memberi citra negatif. Tim global Samsung menyiratkan penghentian kerja sama karena tidak sesuai dengan strategi pemasaran merek Samsung itu sendiri. Pasalnya, sponsor di dada justru lekat dengan kesebelasan sehingga haters Chelsea secara tidak langsung tidak akan menyukai Samsung.
Terdapat sejumlah hal yang membuat penggunaan sponsor dari awalnya yang begitu sederhana kini begitu rumit karena menyangkut sejumlah aspek. Pada akhirnya, kesebelasan yang tidak peduli dengan brand-nya akan mengambil sponsor apapun asalkan sesuai dengan kebutuhan mereka.
foto: dailymail.co.uk
Komentar