Perhatian penonton laga FA Cup antara Sunderland menjamu Newcastle United pada Sabtu (6/1) tidak hanya tertuju pada kekalahan tuan rumah yang kebobolan tiga gol tanpa balas, namun juga menyoroti seragam kedua kubu yang sulit dibedakan. Corak garis merah-putih jersei Sunderland menyaru dengan pola garis hitam-putih jersei Newcastle. Kemiripan ini jelas membingungkan para penonton, terlebih untuk mereka yang mengalami buta warna.
Pertandingan ini bukan pertama kalinya warna jersei dua tim menyulitkan orang yang buta warna. Bentrokan merah dan hijau pada dua laga babak 16 besar Liga Europa–Sporting CP kontra Arsenal dan Manchester United versus Real Betis (10/3/2023)–memang kontras dilihat mata normal, namun cukup menyulitkan bagi pengidap buta warna.
Pertandingan Sunderland vs Newcastle United yang disaksikan penonton layar kaca (sumber: Newcastle United).
Pasalnya buta warna bisa dialami pemain, pelatih, wasit, dan staf di lapangan. Fenomena tersebut cukup lazim ditemukan pada satu dari setiap 12 laki-laki dan satu dari 200 perempuan. Jika penonton saja sukar mengidentifikasi pemain klubnya, kondisi ini lebih-lebih merepotkan bagi pelaku pertandingan. Bayangkan di tengah dinamika permainan, pemain mesti sigap mengenali rekannya dan pelatih tidak boleh silap menginstruksikan anak asuhnya.
Lihat juga Tantangan Jersei Bertabrakan Warna Bagi Pengidap Buta Warna
Matt Holland, mantan gelandang Irlandia yang pernah membela sejumlah klub Inggris, adalah salah seorang pemain buta warna. Mantan kapten Charlton itu pernah menyampaikan keluh kesah kepada Asosiasi Sepakbola Inggris (Football Association, FA). “Ada satu pertandingan saat kami (Charlton) berseragam merah dan lawan kami berseragam hijau gelap, aku tidak bisa membedakan warna kedua tim. Aku harus sangat berkonsentrasi melihat kaus kaki, karena itulah yang lebih mudah kubedakan,” katanya (19/6/2017).
FA pernah menyampaikan bahwa banyak pemain yang tidak menyadari dirinya buta warna. Kebanyakan karena memang tidak pernah menjalani pemeriksaan. Adapun yang terdiagnosa buta warna cenderung menyembunyikannya dari klub karena takut didepak dari skuad.
Jenis-Jenis Buta Warna
Sangat wajar ketika seseorang tidak menyadari dirinya buta warna karena kondisi genetis atau keturunan yang dialami sejak lahir ini tidak selalu menghilangkan kemampuan penderita melihat warna. Bukan pula sebatas sukar membedakan merah dan hijau. Sebagaimana spektrum cahaya tampak yang diterjemahkan mata menjadi warna, kondisi penderita buta warna juga beragam. Situasinya berbeda pada setiap orang dalam membedakan kontras dan nuansa.
Jenis yang paling “ringan” dan sering ditemui adalah trikomasi, yaitu salah satu atau lebih dari tiga jenis sel kerucut–pengindera warna merah, hijau, atau biru pada retina–memiliki sensitivitas yang lebih rendah. Lalu ada penderita dikromasi yang salah satu jenis sel kerucutnya absen. Sementara itu, kondisi terekstrim adalah seseorang yang kehilangan semua penglihatan warna karena kinerja sel kerucutnya minim atau sama sekali tidak memiliki sel kerucut, disebut monokromasi.
Trikomasi dan dikromasi diidentifikasi sebagai buta warna parsial. Sedangkan monokromasi, buta warna yang paling jarang terjadi, adalah buta warna total.
Regulasi Warna Perlengkapan Pertandingan
Sehubungan buta warna lumrah dijumpai, perhatian tentang buta warna cukup penting di sepakbola. Colour Blind Awareness, sebuah perusahaan komunitas nonprofit di Inggris, mulai bekerja sama dengan FA menerbitkan panduan pemilihan warna seragam pertandingan pada tahun 2017. UEFA kemudian ikut serta dalam kerjasama dan turut mengadopsi panduan tersebut.
Perbandingan penglihatan normal dengan buta warna (sumber: dokumen panduan buta warna FA/UEFA).
Sayangnya usaha terjauh konfederasi baru sampai panduan dan kampanye saja. Regulasi resmi yang terbit, terbatas mengakomodasi kontras warna bagi orang-orang bermata normal. Regulasi FIFA terkait sandang sedikit menyinggung buta warna, namun belum menegaskan visibilitas warna untuk mereka, apalagi praktik di lapangan tidak ketat, mengingat memang sulit untuk benar-benar memadukan semua warna di atas lapangan, supaya cukup dapat dibedakan orang buta warna.
Redaksi pada regulasi sandang yang diterbitkan FIFA, bab 6 tentang warna, menyatakan, “Warna perlengkapan bermain yang dikenakan kedua tim pada suatu pertandingan harus memadai bagi ofisial pertandingan, pemain, ofisial tim, media, dan pemirsa (termasuk, apabila dapat terpenuhi, bagi mereka yang punya kekurangan penglihatan warna) untuk membedakan secara jelas antara pakaian pemain dengan ofisial pertandingan, antara kedua tim, antara penjaga gawang dan pemain lain dari setiap tim, bahkan ketika dalam cuaca berat.”
Regulasi tersebut juga mewajibkan setiap tim minimal punya dua macam seragam untuk suatu pertandingan, satu pilihan utama dan setidaknya satu cadangan. Tiap-tiap setelan mesti kontras satu sama lain. Aturan ini dirancang untuk mengantisipasi seandainya seragam pilihan utama tidak cukup kontras dengan warna seragam lawan.
Detail lain pun ditambahkan agar warna setelan pemain dapat diidentifikasi. Misalnya tidak boleh memadukan warna jingga jersei kiper dengan warna merah pemain outfield; dan corak jersei tidak boleh membingungkan, dalam artian punya warna dominan yang secara pasti dapat didefinisikan–contoh belang hitam-putih.
Ilustrasi warna jersei sesuai regulasi FIFA (sumber: FIFA).
Akan tetapi “kontras” di sini masih relatif. Artinya penilaian kontras akan ditentukan pihak penyelenggara (panitia pelaksana atau panitia liga) sebelum pertandingan dimulai sesuai dengan penglihatan mereka.
Pada praktiknya sering terjadi bentrokan warna yang terlalu mirip, apalagi jika dilihat penderita buta warna. Sering terjadi di pagelaran kasta tertinggi Liga Inggris, English Premier League, laga antara Chelsea melawan Manchester City masih diizinkan mengenakan jersei kandang masing-masing. Dengan Chelsea berwarna biru dan Man. City berwarna biru langit saja sudah kelihatan belum mematuhi saran warna yang tertera di regulasi resmi.
Barangkali penilaian kontras seragam kedua skuad dilakukan dari jarak dekat oleh mata normal, maka tidak heran menurut pandangan panitia yang memutuskan dua warna tersebut diizinkan bertanding, tuan rumah dan tim tamu cukup terbedakan.
Saran Perpaduan Warna Setelan Pemain dari Sudut Pandang Buta Warna
Menyusul bentrokan warna di laga Sunderland melawan Newcastle, Colour Blind Awareness menyuarakan kekecewaannya kepada FA yang mengizinkan kedua kubu bertanding dengan jersei yang bias. Terlebih merah dan hitam, ditambah pola bergaris, kelihatan sangat mirip di mata orang yang buta warna. Fakta ini bahkan tertulis di dokumen panduan “Buta Warna di Sepakbola” yang diusung FA dan UEFA.
“Sebagai badan resmi Sepakbola Inggris, tidak bisa diterima bahwa FA terus mengizinkan bentrokan warna seragam di Piala FA di tahap apapun. FA sudah mendukung proyek kami yang dibiayai EU (Uni Eropa) dan secara statistik telah membuktikan ada satu pemain buta warna dari kesebelasan sepakbola putra, bahkan di level elit. Jadi kerugian dari bentrokan warna tidak hanya dirasakan penggemar, tapi mungkin juga pemain di lapangan dan staf kepelatihan,” ujar Kathryn Albany-Ward, pendiri Colour Blind Awareness, dilansir dari The Athletic (7/1).
Perhatian atas bentrokan warna, selain kemiripan nuansa jersei kedua tim, juga diberikan untuk kemungkinan bias warna setelan pemain dengan atribut lapangan, yakni–namun tidak terbatas pada–rumput, bola, dan bendera corner.
Selain merah dan hijau, beberapa daftar kombinasi warna yang terlihat mirip meliputi:
- merah dan hitam;
- merah, hijau, dan jingga;
- hijau terang dan kuning
- putih dan warna-warna pastel;
- biru, ungu tua, dan pink.
Warna yang dekat dalam spektrum visual termasuk kombinasi yang sulit dibedakan, misalnya merah dan jingga atau biru tua dan biru muda. Begitu pula dengan pola jersei yang rumit, seperti ketika Brentford menang 3-2 atas Fulham di Premier League (7/3/2023), akan sulit ditonton bagi penderita buta warna.
Jersei yang dikenakan pemain Brentford dan Fulham memiliki pola yang sulit bagi penderita buta warna (sumber: Premier League).
Jersei dengan warna lengan berbeda dikategorikan jersei berpola, sehingga patut diperlakukan sebagaimana regulasi mengaturnya. Sebab dari kejauhan desain tersebut sulit dibedakan dan akan menyulitkan, baik untuk penonton di televisi maupun penonton di posisi tribun yang tinggi.
Sebagai upaya meminimalisir bentrokan warna, dokumen panduan “Buta Warna di Sepakbola” oleh FA/UEFA dilengkapi saran kombinasi yang baik, agar warna-warni di atas lapangan tetap dapat dinikmati semua kalangan. Beberapa contoh kombinasi yang tetap kontras dilihat dari kacamata buta warna:
- Putih dan hitam,
- Merah dan kuning,
- Hitam dan kuning,
- Biru dan merah terang,
- Biru dan kuning.
Dokumen tersebut tidak ketinggalan menyebut kemungkinan pakaian pemain menyerupai warna lapangan. Keseluruhan setelan yang berwarna merah, hijau, jingga, abu-abu, silver, atau emas, adalah contoh yang menyaru dengan hijau rumput. Ketika itu terjadi, warna kaus kaki atau aksen jersei yang mencolok, seperti garis di lengan atau bagian bahu, membantu mengurangi bentrokan warna pemain dengan lapangan.
Perlahan tapi pasti kepedulian terhadap buta warna menjadi isu yang krusial. Sepakbola sejatinya mesti inklusif, salah satunya bagi orang-orang dengan kelainan buta warna. Meskipun dalam praktiknya bentrokan warna masih terjadi, namun kampanye dan saran sudah digalakkan, agar perhatian penyelenggara dan publik tidak abai bahwa buta warna adalah fenomena lumrah yang dirasakan banyak orang.
Komentar