Awal Masa Suram Persib
Sistem kompetisi "Gaya Baru" selama tiga periode kompetisi yang menerapkan babak semifinal itu akhirnya berakhir. PSSI mulai menghapus keberadaannya. Sistem kompetisi pun kembali lagi ke awal. Seiring dengan kejayaan PSMS yang mencatatkan juara kompetisi Perserikatan tiga kali berturut-turut (1966/1967, 1969, dan 1971), prestasi Persib yang selalu menempati papan atas akhirnya mulai surut. Inilah masa-masa ketika Persib memulai masa suram pada tahun 1970-an.
Di Perserikatan 1970-an yang dijuarai oleh Persija (1973 dan 1975), PSMS (1975), dan Persebaya (1978) misalnya, peringkat Persib selalu berada di luar "4 Besar". Hal ini semakin menguatkan kisah bahwa Persib mengalami masa suram di tahun 1970-an. Prestasi Persib di tahun 1970-an tadi, yaitu peringkat ke-7 (1973), babak "18 Besar" (1975), dan babak "8 Besar" (1978).
Namun, di balik kisah suram itu, beberapa kejutan justru menghinggapi Persib. Risnandar Soendoro misalnya, dinobatkan PSSI sebagai pemain terbaik kompetisi Perserikatan 1973. Padahal, kurang apa pemain Persija, Persebaya, dan PSMS. Hal itu membuktikan bahwa di tengah "kesuraman" kadang muncul celah kesempatan untuk berhasil.
Pada masa ini, PSSI mengubah kembali sistem kompetisinya. Pada periode kompetisi berikutnya, PSSI hendak membuat Kejurnas Utama PSSI. Kelak, PSSI mulai melakukan pembagian divisi dalam kompetisi sepak bola Indonesia. Peserta dalam Kejurnas Utama PSSI 1978/1979 cukup lima saja. Kelima peserta itu akan diambil dari tim semifinalis kompetisi Perserikatan 1978 ditambah peringkat ke-5 kompetisi yang sama.
Jika diperhatikan, tampaknya ada penciutan jumlah peserta dalam kompetisi tingkat nasional, yaitu dari 18 tim menjadi 5 tim. Sementara itu, tim-tim yang tidak berhasil lolos ke Kejurnas Utama PSSI akan bertanding di Kejurnas PSSI 1979.
Sayang, dalam pertandingan perebutan peringkat ke-5 dan ke-6, Persib harus mengakui keunggulan Persiraja 1-2. Dalam pertandingan itu, Persib sebetulnya unggul lebih dahulu lewat gol Max Timisela pada menit 10. Namun, Persiraja mempu membalikkan skor melalui Bustaman (15) dan Tarmizi (39). Ada pun formasi pemain Persib dalam pertandingan tersebut, yaitu Syamsudin (penjaga gawang), Bambang, Kosasih, Encas Tonif, Giantoro/Herry Kiswanto, Zulham Effendi, Cecep, Nandar Iskandar, M. Atik/Djadjang Nurdjaman, Max Timisela, dan Teten.
Dengan hasil pertandingan tersebut, Persib tidak termasuk ke dalam "5 Besar" Kejurnas Utama PSSI 1978/1979 yang merupakan cikal bakal Divisi Utama Perserikatan PSSI. Kejurnas Utama PSSI 1978/1979 itu sendiri diisi oleh "5 Besar" Kejurnas PSSI 1978, yaitu Persija (juara), Persebaya (runner-up), PSMS (ke-3), PSM (ke-4), dan Persiraja (ke-5). Mau tidak mau, Persib pun harus mengawali perjuangannya dari bawah untuk menuju babak "12 Besar" Kejurnas PSSI 1979 yang merupakan cikal bakal Divisi I Perserikatan PSSI.
Kaos Tim Lawan tak Bernomor Punggung, Persib Protes
Ada peristiwa menarik yang mewarnai pertandingan antara Persib dan Persiraja. Kejadian ini sebetulnya bisa membuka peluang Persib lolos ke Kejurnas Utama PSSI 1978/1979. Ketika pertandingan berakhir, lazimnya, setiap pemain saling bertukar kaos tim. Pada saat itulah, kedua penjaga gawang, Syamsudin (Persib) dan Zain Merdika (Persiraja) saling bertukar kaos tim. Ternyata, kaos tim Zain Merdeka tidak memiliki nomor punggung. Atas dasar inilah Persib mengajukan protes agar hasil pertandingan ini dibatalkan dan Persib dinyatakan sebagai pemenang. Namun, sampai beberapa hari Kejurnas PSSI 1978 berakhir, keputusan dari PSSI itu tidak kunjung tiba. Sampai akhirnya, PSSI hanya bisa meminta maaf.
Jika diperhatikan secara saksama, perjalanan kompetisi pada periode ini dan beberapa periode sebelumnya tidak terlalu berbeda secara signifikan. Jika pada masa lalu Persib harus berjuang lebih dahulu dari bawah untuk menuju kompetisi tingkat nasional, maka pada masa ini Persib harus berjuang lebih dahulu dari bawah untuk menuju Kejurnas Utama (baca juga: Divisi Utama) PSSI. Hal itu terlihat dari keberadaan Persib yang secara otomatis berada di tingkat Zone Jawa Barat seperti periode-periode sebelumnya. Hal itu berbeda dengan tim-tim Zone Jawa Barat lainnya yang harus berjuang lebih dahulu dari tingkat yang paling bawah.
Meskipun prestasi Persib sedang terpuruk, tahun 1978 ini Persib masih menjadi tim yang disegani. Persib masih diundang pada turnamen-turnamen yang digelar saat itu. Bahkan bukan sekadar ikut, tetapi juga sempat mencicipi gelar juara. Tercatat gelar juara Piala Surya 1978, Piala Jusuf 1978, dan Piala Walikota Bogor 1978. Khusus untuk Piala Jusuf, pada tahun 1976 pun Persib pernah menjuarainya.
Selain itu, pada tahun 1978 itu pula PSSI mengirimkan Persib ke Bangkok, Thailand untuk mengikuti Kingïÿýs Cup 1978 dan Queenïÿýs Cup 1978. Sebagai catatan, Persib ke Queenïÿýs Cup 1978 bermaterikan para pemain muda yang sebelumnya berhasil menjuarai Piala Jusuf 1978. Beberapa keberhasilan Persib dalam meraih prestasi di tahun 1978 itu disebut-sebut sebagai awal kebangkitan Persib yang dianggap terpuruk pada tahun 1970-an.
Persib Gagal, Solihin G.P. Mundur dari Jabatan Ketua Umum Persib
Sayang, keberadaan Persib di babak "12 Besar" Kejurnas PSSI 1979 yang diperkuat oleh para pemain senior gagal meloloskan Persib ke Divisi Utama Perserikatan PSSI 1980. Kegagalan itu memicu Solihin Gautama Prawiranegara menyatakan pengunduran dirinya dari jabatannya sebagai Ketua Umum Persib.
Pengunduran diri Solihin G.P. itu sempat membuat "panas" RALB (Rapat Anggota Luar Biasa) Persib pada akhir tahun 1970-an. Namun, kekisruhan RALB itu selesai dan Solihin G.P. kembali dipercaya sebagai Ketua Umum Persib yang "baru".
Dalam waktu yang bersamaan dengan kekisruhan kepengurusan Persib, POR UNI sebagai salah satu klub intern anggota Persib melalui salah seorang pengurusnya, Syamsudin Curita, memprakarsai diskusi sepak bola pada tanggal 21 November 1979 yang diadakan di Gedung Pusaka Tani, Jalan Palasari Bandung. Dalam acara diskusi ini, para peserta membahas kertas kerja RAF (Rahmatullah Ading Affandi) yang berjudul "Pola Pembinaan Persib Kita dalam Kondisinya Sekarang". Kemudian pembahasan, kesimpulan, dan penyempurnaan dari diskusi itu disusun oleh para perumus dan kemudian disampaikan kepada pengurus Persib untuk memajukan sepak bola Bandung.
Sumbangan pemikiran sudah ada, antara lain melalui diskusi. Kepengurusan Persib pun sudah solid kembali. Nah, tantangan untuk meningkatkan prestasi Persib ada di depan. Pada masa inilah, Solihin G.P. teringat kembali pada sosok Marek Janota, pelatih asal Polandia yang pernah mengarsiteki Persija dan timnas Indonesia.
Halaman berikutnya,ïÿýLahirnya Kembali "Generasi Emas" Persib
Komentar