Bagi beberapa orang yang tak menerima, gelar juara Piala Dunia yang dimiliki Argentina sebenarnya hanyalah satu bukan dua. Apa yang didapat tim tango dapat pada tahun 1978 adalah gelar juara settingan dengan dasar kekerasan dan tekanan rezim diktator Videla terhadap para kontestan Piala Dunia.
Pada tahun itu Piala Dunia memang digelar di Argentina. Pemilihan Argentina sebagai tuan rumah sebenarnya ditentang oleh masyarakat dunia, mengingat Piala Dunia saat itu dijadikan sebagai ajang mencitra bagi rezim diktator Videla yang telah membantai ribuan pengkritiknya pada beberapa tahun sebelumnya.
Junta militer butuh suatu alat untuk mempopulerkan dirinya bahwa dia mampu memimpin Argentina dengan layak, karenanya dengan menjadikan Argentina menjadi juara Piala Dunia akan membuat publik dalam negeri mendukung dirinya.
Kecurangan pertama terjadi ketika jadwal pertandingan tim tuan rumah itu ternyata banyak kejanggalan. Dalam babak grup Argentina memainkan pertandingannya pada malam hari, lebih lambat 5,5 jam ketimbang pertandingan lain yang biasa dimainkan sore hari. Dengan keterlambatan ini Argentina bisa menentukan skor untuk kursi pada babak sebelumnya.
Pada masa itu dalam babak delapan besar tidak ada sistem knock out, juara dan runner up grup dari empat grup akan disatukan dalam dua grup terpisah dengan sistem paruh kompetisi, juara grup langsung lolos ke final. Dalam fase penyisihan grup Argentina ternyata gagal menjadi juara dan bertengger sebagai runner-up, imbasnya pada babak delapan besar mereka mesti bermain di grup yang memaikan pertandingan di Rosario - sebuah tempat yang jauh dari Buenos Aries.
Dalam grup tersebut Argentina satu grup dengan Brasil, Polandia dan Peru. Pesaing terberat mereka adalah Brasil, dalam tiga laga mereka menang 3-0 atas Peru, seri 0-0 melawan Argentina dan menang 3-1 atas Polandia pada laga terakhir. Kemenangan Brasil atas Peru membuat Argentina mesti menang telak 6-0 atas Peru jika mereka ingin lolos ke babak final. Dan seperti biasa, Anehnya meski ini laga terakhir jadwal pertandingan Brasil dan Argentina tak bersamaan.
Jadwal Argentina melawan Peru diundur 4,5 jam dari jadwal semula. Desas-desus mengatakan beberapa jam sebelum laga dimulai pihak militer mendatangi kiper Peru yaitu Ramon Quiroga yang keturunan Argentina mengancamnya akan membunuh sanak saudaranya di Argentina jika dia tak membiarkan gawangnya dibobol 6 kali oleh Mario Kempes cs. Dan benar saja ternyata Argentina menang telak 6-0 atas Peru. "Bagiku itu adalah Piala Dunia yang paling tidak masuk akal," keluh Roberto Novelino striker Brasil di Piala Dunia 1978.
Kemenangan ini membuat Argentina pun melenggang ke final menantang Belanda yang sedang tenar dengan sistem total footballnya. Dalam laga final sempat tertunda selama satu jam lamanya, setelah Pemain Argentina menolak masuk ke lapangan karena curiga dengan plester yang melingkar dalam tangan pemain Belanda, Rene Van Der Kerkhof. Molornya waktu itu membuat pemain Belanda jadi bulan-bulanan suporter Argetina yang tak henti memaki-maki mereka.
Argentina memang mampu jadi juara setelah menang 3-1. Namun Belanda nampaknya tak ikhlas dengan sikap tuan rumah yang membuat mereka tak nyaman semenjak dari hotel hingga tertundanya kick off, karena itu wajar saja mereka menolak naik podium untuk dikalungi medali perak oleh FIFA. Apa yang dilakukan Belanda adalah hal pertama yang sampai saat ini belum kembali terulang.
sumber foto : dailymail
(wam)
Komentar