Sidang FIFA Council yang digelar di Zurich, Swiss, pada Jumat malam (23/6/2023), menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA U-17 menggantikan Peru yang dinilai gagal mempersiapkan infrastruktur. Penunjukkan ini seolah mengompensasi pencoretan status tuan rumah Indonesia sebelumnya (29/3/2023) di Piala Dunia U-20.
Erick Thohir selaku ketua umum PSSI merasa ketetapan ini layak disyukuri, seperti dilansir dari situs resmi PSSI, “Bagaimanapun juga hal ini harus kita syukuri sebab kepercayaan FIFA kepada kita masih tinggi. Ini harus kita jaga dan buktikan," ujarnya.
PSSI menanggapi gelaran Piala Dunia U-17 dengan persiapan totalitas. Dana sebesar Rp1,9 triliun digelontorkan guna merenovasi 22 stadion lokasi pertandingan dan latihan. Sekitar 1000 sukarelawan telah direkrut menjadi bagian komite panitia lokal (local organizer committee, LOC) yang diketuai langsung oleh Erick. Menteri BUMN itu juga memastikan PSSI terus berkoordinasi dengan Polri terkait aspek keamanan dan telah mengatur ketersediaan transportasi untuk kemudahan mobilitas ke lokasi turnamen.
Demi menyemarakkan kompetisi yang merentang dari 10 November hingga 2 Desember itu, Erick menggalakkan penyuasanaan mulai dari 30 hari menjelang sepak mula. Sejak pertengahan Oktober setiap hari Minggu, PSSI menyambangi empat kota lokasi, yaitu Jakarta (15/10), Bandung (22/10), Surabaya (29/10), dan Surakarta (5/11) dalam rangka mempertontonkan trofi Piala Dunia U-17. Agenda yang dinamai Trophy Experience itu dimeriahkan sejumlah tokoh dan legenda sepakbola setempat yang melengkapi pameran ornamen di car free day tersebut.
Artikel bertajuk “Piala Dunia U-17 Banjir Acara Hiburan” pada laman PSSI mengelaborasi kegiatan promosi apa saja yang menyokong suksesi pagelaran turnamen anak-anak muda itu. Selain games dan talkshow yang dihelat di Tropy Experience, sejumlah konser digelar di stasiun TV milik EMTEK selaku pemegang hak siar dan akan ada area fans di sekitar Jakarta International Stadium, Stadion Si Jalak Harupat, Stadion Manahan, dan Stadion Gelora Bung Tomo.
Erick menerangkan dalam jumpa pers di Stadion Gelora Bung Karno, Selasa (10/10), bahwa kepekaan masyarakat masih 50% sehingga federasi mendorong kegiatan promosi untuk meningkatkan partisipasi. "Panggung dunia sudah dekat, Insya Allah kita menghasilkan yang terbaik dan bisa meningkatkan posisi kita untuk event FIFA yg lebih besar lagi. Doakan juga supaya tidak hanya acaranya, tapi timnasnya juga bisa berprestasi dengan baik," kata Erick.
Sayang dari semua pemberitaan resmi, PSSI hampir tidak menyinggung transformasi sepakbola Indonesia paska menjadi tuan rumah. Terdekat, Erick sebatas menyebutkan renovasi 22 stadion. Itupun sebagai bentuk komitmen pemerintah dan PSSI kepada FIFA. Mungkin di sini federasi luput dari potensi pembenahan sepakbola tanah air sebagai efek samping persiapan Piala Dunia U-17.
Idealnya, ada dampak nyata lebih dari sekadar peremajaan lapangan yang tentu menyinggung masa depan timnas Indonesia. Selain kebanggaan dan prestasi pencapaian skuad Garuda muda nanti, Piala Dunia U-17 adalah ajang kompetisi yang mengasah bakat muda, mengingat timnas U-17 adalah masa depan sepakbola Indonesia. Minimnya waktu bermain, sebagaimana wajar dialami pemain muda, menjadikan turnamen kelompok umur ajang kompetisi yang menguji hasil pembinaan terstruktur. Nyatanya timnas U-17 masih minim persiapan.
Pemusatan latihan (TC) memang diadakan di Jerman sehingga mereka mendapatkan pengalaman berkompetisi di Bundesliga yang ketat, di samping latihan teknis dan taktikal. Pelatnas tersebut juga ditangani mantan pemain Bundesliga yang kini menjabat sebagai pelatih FC Groningen, Frank Wormuth, dan melibatkan dua klub besar, yaitu Borussia Monchengladbach dan Borussia Dortmund. Namun demikian, timnas U-17 baru mendarat di Jerman pada 19 September dan hanya tujuh kali bertanding sebelum kembali ke tanah air pada Senin (23/10).
Erick mengungkapkan kepada Republika, "Saya berharap program ini akan meninggalkan legacy yang kuat bagi para pemain muda Indonesia karena telah menjadi bagian dari program akademi sepakbola muda Jerman yang telah melahirkan bintang-bintang sepakbola dunia." Namun pernyataannya terasa bertolak belakang dengan fakta bahwa TC baru dimulai sekitar dua bulan sebelum bertanding, seolah PSSI tergesa mempersiapkan Garuda muda hanya untuk bermain di Piala Dunia U-17 nanti.
Jika melihat antusiasme masyarakat sejauh ini, rekor penonton stadion terbanyak Piala Dunia U-17 adalah edisi 2017 yang dihelat di India. All Indian Football Federation (AIFF) mencatatkan total penonton berjumlah 1.347.131 orang atau sekitar 25 ribu orang per pertandingan. Bisa dikatakan bahwa sebenarnya masyarakat tidak begitu menantikan turnamen dunia ini. Meskipun PSSI optimis mendatangkan 10 ribu penonton–yang sekiranya masih realistis–tetap saja Piala Dunia U-17 ini seperti belum mendapat sorotan publik, apalagi memikirkannya sebagai potensi sumber pendapatan.
Barangkali ada satu harapan transformasi sepakbola Indonesia mengenai penggunaan video assistant referee (VAR) yang pada Februari 2024 mendatang diperkenalkan ke BRI Liga 1. Tetapi lagi-lagi aspek ini juga menemui kendala.
Dari pekan perdana hingga kini pekan 16, masih banyak keputusan wasit Liga 1 yang kontroversial. Kesalahan-kesalahannya pun jelas terlihat, mulai dari keliru melayangkan kartu, salah menganulir gol, hingga silap menentukan offside. Evaluasi “pembinaan” yang diterapkan federasi pun tidak jelas rentang waktunya dan tidak jelas pula hasil perbaikannya. Dengan demikian, penggunaan VAR menjadi pertanyaan: Apakah perangkat pertandingan liga nasional siap menerapkan teknologi VAR?
Sebenarnya Indonesia dapat memperoleh banyak manfaat dari status tuan rumah Piala Dunia U-17, seandainya PSSI punya parameter jelas dalam peta jalan (roadmap) rencana perkembangan sepakbola nasional. Sayang sekali sampai saat ini, bahkan PSSI belum mengumumkan apapun terkait roadmap yang sudah dijanjikannya.
Komentar