Tak terasa, Sepp Blater telah menjadi presiden FIFA selama 16 tahun. Ya, 8 Juni 1998 adalah tanggal di mana Sepp Blater berhasil mengalahkan pesaingnya, Lennart Johansson, dalam pemilihan pemimpin asosiasi sepakbola internasional itu. Blatter yang mendapatkan 111 suara kala itu, menang telak dari Johansson yang hanya mendapat 21 suara.
Beberapa bulan setelah terpilihnya Blatter, seorang penulis asal British, David Yallop, meluncurkan sebuah buku berjudul âHow They Stole The Gameâ. Buku tersebut menceritakan tentang tuduhan penyuapan yang dilakukan Blatter atas terpilihnya ia menjadi presiden FIFA. Menurut Yallop, penguasa Timur Tengah yang disembunyikan identitasnya, mengeluarkan biaya sebesar 1 juta dolar untuk 20 pemilik hak suara agar memilih Blatter.
Blatter berhasil memenangkan gugatan untuk melarang penerbitan buku tersebut di negara asalnya, Swiss. Tapi di beberapa negara seperti Belanda, Jerman, Austria, dan Brasil buku itu berhasil âlolosâ. Malahan pihak Belanda mendesak FIFA agar melakukan penyilidikan terhadap isu ini. Tapi Blatter melarangnya karena menganggap pemilu telah selesai dan tak akan mengubah keadaan.
Selain itu, tuduhan suap kembali muncul pada 2002. Namun, pengadilan Zurich menganggap Blatter tak terbukti melakukan suap. Sehingga dukungan untuk meneruskan memimpin FIFA pun tak berkurang.
Selama kepemimpinannya, Blatter memang tak lepas dari isu-isu negatif. Bahkan dalam pemilihan baru-baru ini, Blatter tak mendapatkan perlawanan dari pihak pesaing. Muhammad bin Hammam, lawannya, secara mengejutkan mengundurkan diri. Pengunduran diri tersebut memunculkan isu baru bahwa Blatter telah (kembali) melakukan suap.
Yah, kita tak tahu apa obsesi Sepp Blater yang ingin terus menjadi presiden FIFA. Yang jelas, keengganan Blatter untuk lengser dari singgasananya telah membuat publik sinis kepada dirinya.
[ar]
Komentar