Malam ini Manchester City akan menghadapi Everton, salah satu rintangan terakhir dalam langkah merebut gelar juara Barclays Premier League. Jika menggondol 3 poin, maka mereka akan mengambil alih tampuk pimpinan klasemen sementara dari tangan Liverpool.
Bagi fans Manchester City ini tentu sangat menyenangkan. Di saat-saat sang tetangga, Manchester United, terpuruk dan terlilit hutang, The Citizen malah berada di jalur perebutan juara dan memiliki tim bertabur bintang yang didukung oleh biliuner asal UEA. Fans mana yang tak suka?
Kondisi ini sangat berbeda dengan 16 tahun lalu, atau tepatnya 3 Mei 1998. Pada tanggal ini, sejarah mencatatkan bahwa Manchester City terdegradasi ke Divisi Dua Liga Inggris. Ya, bukan hanya terjun  ke Divisi Satu, tapi Divisi Dua!
Kala itu, City sendiri sempat dua kali terdegradasi dalam rentang waktu tiga tahun. Sebelumnya, pada 1996, mereka terlebih dahulu turun kasta dari Liga Premier.
Kemerosotan ini terjadi melalui serangkaian perubahan manajerial. Pemecatan manajer, Alan Ball, terjadi pada awal musim 1996-97. Ia lalu digantikan oleh Steve Coppell , yang mengundurkan diri hanya beberapa minggu kemudian karena mengklaim bahwa pekerjaan itu terlalu berat. City kemudian merekrut mantan manajer Nottingham Forest, Frank Clark , yang membawa mereka ke posisi 14 di klasemen. Tapi, Clark juga dipecat pada bulan Februari 1998 dan digantikan oleh mantan manajer Oldham dan Everton, Joe Royle.
Pada akhirnya, perjuangan Manchester City di Divisi Satu juga berakhir di hari ini (3 Mei 1998), yaitu hari terakhir pertandingan pada musim itu. City mengalahkan Stoke 5-2 , tapi naasnya pada saat yang bersamaan Port Vale dan Portsmouth juga memenangkan pertandingan mereka, sehingga poin City tak cukup banyak dan akhirnya terdegradasi.
Pada musim berikutnya, Royle berhasil mengangkat City dari keterpurukan dan mendapatkan promosi langsung kembali ke Divisi Satu pada tahun 1999, dan kemudian ke Liga Premier pada tahun 2000. Namun ia lalu dipecat pada tahun 2001 karena City kembali ke Divisi Satu.
Sejarah City sendiri memang tak pernah lepas dari kata degradasi. Bahkan, pada 1937, setelah City menjuarai Liga Inggris, mereka langsung terdegradasi pada musim berikutnya. Padahal kala itu mereka adalah tim yang mencetak paling banyak gol dalam satu musim.
Tak heran City sering kali dikatakan memiliki garisan nasib diantara tragis dan magis. Antara satu kondisi ekstrem --klub divisi dua-- ke kondisi ekstrem --klub paling kaya di dunia-- lainnya. Tak heran pula ketika mereka mendapatkan gelar Liga Inggris pertama kalinya dalam 44 tahun, City meraihnya dengan cara yang dramatis, yaitu lewat gol di menit-menit akhir musim.
Lalu bagaimana dengan musim ini? Well, kita tunggu saja, jalan unik apa yang akan mereka lalui selanjutnya.
Komentar