Perkenalkan salah satu kiper terbaik yang pernah dimiliki Spanyol sepanjang sejarah: Ricardo Zamora. Kehebatannya membuat namanya diabadikan sebagai trofi untuk penjaga gawang terbaik di Spanyol (dengan menggunakan variabel rasio kemasukan paling sedikit).
Ya, Anugerah Ricardo Zamora, mirip dengan Anugerah Lev Yashin untuk kiper terbaik dunia yang diberikan oleh FIFA.
Sosok legendaris dan kontroversial ini lahir pada 21 Januari 1901. Ia lahir di Barcelona dari keluarga dengan latar belakang dokter. Dan tentu saja, sebagaimana kebanyakan orang tua, pasti menginginkan anaknya meneruskan karirnya yang sukses sebagai dokter. Ayahnya melihat seperti itu. Tapi Zamora punya penglihatan berbeda.
Ia tidak terlalu tertarik dengan sekolah dan sebagian besar masa mudanya dihabiskan untuk olahraga tinju, basket, atletik, dan pelota (dulu, di Spanyol permainan tenis dikenal dengan nama pelota). Tapi akhinya dia jatuh hati kepada sepakbola, terutama ketika sepakbola mulai muncul sebagai daya tarik yang menyaingi adu banteng sebagai olahraga tradisional di Spanyol tahun 1920an.
Pertandingan sepakbola pertamanya terjadi bersama Universitari SC. Saat muda Zamora selalu pulang dengan pakaian yang robek dan luka-luka setiap kali selesai bermain sepakbola untuk klub amatir Universitary SC. Saat kejadian itu orang tuanya selalu membujuknya untuk mengejar karir sebagai dokter. Justru bukannya menuruti, ia malah memilih menawarkan kemampuannya kepada Espanyol.
Di usia 14 tahun ia berkenalan dengan Josep Samitier, bintang Barcelona dan Real Madrid, tepat saat orang tuanya sedang gigih-gigihnya meyakinkan Zamora  untuk sekolah kedokteran. Ditambah dengan perjumpaannya dengan Joan Gamper, salah seorang pendiri Barcelona, yang meyakinkannya bahwa ia harus terus bermain sepakbola. Zamora cukup terpengaruh dengan saran Gamper, kendati Gamper berasal dari Barcelona yang merupakan rival sekota Espanyol.
Pemain ini memulai karir seniornya pada usia 16 tahun.  Zamora muncul sebagai pengganti  kiper utama dan menjadi  idola Espanyol. Mereka mengagumi karena gerakan akrobatiknya saat menghalau bola dengan siku. Dia pun membantu Espanyol memenangkan Campionat de Catalunya pada 1918.
Zamora pun akhirnya angkat kaki dari Espanyol setelah bertengkar dengan salah satu direktur klub. Ia pindah ke Barcelona pada akhir musim panas 1919. Ya, Barcelona adalah rival abadi Espanyol. Dan ia menjelma menjadi superstar setelah masuk dalam skuad tim nasional Spanyol yang baru dibentuk untuk bertanding di Olimpiade pada 1920.
Dia melakukan debut internasional pertamanya saat meraih kemenangan 1-0 atas Denmark di Brussels di babak pertama Olimpiade. Penampilannya cukup mengesankan hingga di masa itu muncul kalimat yang sangat populer: âUno-Cero y Zamora de porteroâ (1-0 dan Zamora di bawah mistar gawang ).
Spanyol memang gagal menjadi juara, dan hanya meraih perunggu. Tapi Zamora menjelma sebagai berkah di turnamen tersebut berkat penampilan cemerlang dalam melakukan berbagai penyelamatan.
Karirnya di Barcelona hanya berlangsung selama tiga tahun. Pada bulan Agustus 1922, Zamora memutuskan kembali ke Espanyol dan mengantarkan Espanyol meraih Copa del Rey dan Catalan Champions pada musim 1928/1929. Real Madrid pun tertarik untuk mencicipi layanannya dan lagi-lagi Zamora sukses membantu Madrid meraih gelar. Bersama Zamora, Real Madrid 2 kali meraih gelar La Liga dan Copa de Espana.
Pada 1934, tim Spanyol untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam Piala Dunia yang diselenggarakan di Italia. Dalam pertandingan perempat final Spanyol bertemu dengan Italia yang berstatus sebagai tuan rumah. Pada pertandingan yang dihadiri Mussolini itu, saat skor masih 1-1, Zamora berhasil menyelamatkan gawangnya dari tendangan penalti. Di waktu tambahan, kedudukan tidak berubah. Di pertandingan ulangan, Spanyol harus menyerah 0-1 dari Italia.
Salah satu momen legendaris yang ia lakukan terjadi saat Spanyol menghadapi Inggris pada 1929. Ia tetap berada di lapangan kendati tulang dadanya cedera. Spanyol berhasil mengalahkan Inggris dengan skor tipis 4-3. Ini kemenangan penting, legendaris dan menghebohkan karena menjadi kekalahan pertama yang diderita Inggris dari kesebelasan non-Britania.
Saat perang Saudara di Spanyol muncul pada tahun 1936, Ricardo Zamora memutuskan untuk pindah ke Prancis. Di sini, ia menerima tawaran untuk bermain bersama Nice selama dua tahun. Â Dan pertandingan terakhirnya di sepakbola sebagai pemain terjadi di 20 April 1938, Ia menutup karir sebagai pesepakbola bersama klub asal Prancis tersebut. Dan kembali ke tanah airnya selang satu tahun kemudian untuk beralih menjadi seorang pelatih.
Julukannya, "El Divino" atau "The Divine" atau "Sang Illahi", lahir karena seringnya ia memperlihatkan keajaiban dalam melakukan penyelamatan -- seakan-akan dia diberkahi restu oleh Yang Illahi untuk menjaga gawang.
Selain kehebatannya dalam menjaga gawang, Zamora juga dikenang sebagai kiper yang sangat modis, mungkin salah satu pemain sepakbola paling awal yang sadar fesyen. Ciri khasnya adalah mengenakan topi peta dan memakai sweater dengan leher berbentuk V (v-neck). Sejarah sepakbola mencatat Zamora sebagai kiper yang sangat dandy, jauh sebelum Jorge Campos dari Meksiko yang flamboyan atau Rene Higuita yang eksentrik.
Siapa yang menyangka. Tanpa harus menjadi dokter pun dirinya telah menghasilkan kesuksesan besar, menjelma menjadi idola dan sosok yang dikenang sepanjang masa. khususnya bagi warga Spanyol.
*) Diolah dari berbagai sumber.
Komentar