Roberto Carlos, Manusia Peluru yang Lebih Suka Bertahan

Backpass

by Redaksi 32 58207

Redaksi 32

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Roberto Carlos, Manusia Peluru yang Lebih Suka Bertahan

Hampir seluruh dunia mengetahui bahwa Brasil merupakan surga penghasil bintang-bintang kelas dunia. Nama-nama besar seperti Pelle, Romario, Rivaldo, Ronaldo hingga Neymar merupakan sampel pemain dengan kualitas di atas rata-rata dari negara penghasil Kopi terbesar di dunia tersebut. Semua pemain di atas adalah pemain dengan tipikal menyerang yang berbekal kecepatan dan teknik yang mumpuni. Namun ada salah satu pemain dari Brasil yang setipe dengan kelima pemain tersebut, dengan atribut menyerang akan tetapi lebih memilih untuk berposisi sebagai bek, ia adalah Roberto Carlos.

Carlos memiliki kecepatan, dribel, teknik serta tendangan keras yang membuat dirinya menjadi sosok pemain belakang yang komplit dengan kemampuan bertahan dan menyerang yang hampir setara. Bahkan tembakannya mampu menembus 169 km/jam. Maka dari itu ia berjuluk el hombre bala yang berarti manusia peluru. Selain itu ia juga merupakan eksekutor tendangan bebas yang jitu.

Aksi paling fenomenal-nya adalah “Banana Shot” yang dilepaskannya saat Brasil berhadapan dengan Prancis. Pada ajang Tournoi de France yang merupakan ajang pemanasan menjelang Piala Dunia 1998 tersebut, ia berhasil membobol gawang Fabian Barthez setelah tendangan melengkung-nya melewati samping kanan pagar betis dari Tim Ayam Jantan. Carlos memulai kariernya sebagai pemain União São João, akan tetapi ia mulai bermain penuh saat membela Palmeiras dan bermain selama dua musim di sana.

Bersama klub yang berasal dari São Paulo tersebut ia berhasil menyabet dua gelar Liga Brasil secara beruntun. Potensi yang ia miliki membuat Inter Milan tertarik untuk memboyong-nya ke Italia pada musim 1995/1996. Dengan atribut menyerang yang dimiliki Carlos, Roy Hodgson yang kala itu menjabat sebagai allenatore Inter meminta kepadanya untuk menjadi seorang winger. Akan tetapi Carlos menolak instruksi tersebut dan tetap memilih untuk menjadi seorang full-back kiri. Hal tersebut merupakan salah satu alasan mengapa Carlos hanya bertahan satu musim di Giuseppe Meazza.

Tak butuh waktu lama ia memilih untuk hijrah ke Real Madrid, dan pilihannya kali ini tepat. Ia dipasang Fabio Capello pada posisi favorit-nya dan langsung menjadi pemain reguler di klub ibukota Spanyol tersebut. Bersanding bersama Fernando Hierro, Rafael Alkorta dan Christian Panucci sebagai back four Madrid, Carlos sukses meraih gelar La Liga pertamanya. Selama 11 tahun membela Madrid ia telah meraih berbagai gelar prestisius baik dalam kancah domestik maupun internasional. Trofi La Liga, Copa del Rey, Liga Champions, UEFA Supercup dan Piala Interkontinental adalah rentetan gelar juara yang berhasil direngkuhnya. Sementara itu ia memutuskan untuk pindah dari Madrid setelah kontraknya habis di akhir musim 2006/2007.

Carlos melanjutkan kariernya untuk bermain di beberapa klub seperti Fenerbahçe, Corinthians dan sebelum akhirnya pensiun di Anzhi Makhachkala di akhir musim 2011/2012. Ia juga sempat menjabat sebagai pelatih Sirvasspor, Akhisar Belediyespor. Ia merangkap posisi sebagai pemain dan juga pelatih saat memperkuat klub India Delhi Dynamos.
Tak hanya di level klub, Carlos juga berhasil menuai kesuksesan bersama Timnas Brasil. Meski gagal di partai final ajang Piala Dunia 1998, ia berhasil meraih trofi paling prestisius tersebut empat tahun kemudian di Korea-Jepang, bersama dengan Ronaldo, Rivaldo dan Cafu. Selain itu Carlos juga pernah membawa Tim Samba merengkuh gelar Copa America 1997 dan 1999.

Kemampuan pemain yang lahir pada 10 April 1973 memang jadi keunikan tersendiri. Mempunyai potensi besar sebagai penyerang, akan tetapi tetap konsisten di posisinya sebagai pemain belakang. Sedikit mengenang memori masa lalu, kala bermain video game Winning Eleven di akhir tahun 90-an, tak sedikit dari kita yang menempatkan Carlos sebagai penyerang. Hal itu diwajarkan karena kemampuan yang dimiliki Carlos mendukungnya untuk mengancam gawang lawan melalui tendangan dan aksi individunya. Ya, terkecuali bola-bola duel udara.

Foto: puntopelota

Komentar