Membicarakan salah satu klub yang memiliki sejarah cukup panjang di Bundesliga, kurang rasanya jika tak membicarakan nama Werder Bremen. Tapi sekarang, Werder berada di tempat yang sebenarnya bukan habitat mereka.
Didirikan pada 4 Februari 1899, dan menjadi perwakilan dari kota Bremen dalam pembentukan DFB yang pertama di Leipzig, Werder Bremen mencatatkan diri sebagai salah satu klub tersukses di Bundesliga berkat raihan prestasi yang mereka dapatkan. Empat gelar Bundesliga, tujuh kali menjadi runner-up Bundesliga, dan enam kali menjadi jawara dalam ajang DFB Pokal adalah prestasi-prestasi cemerlang yang berhasil ditorehkan Die Werderaner di kompetisi domestik.
Bukan hanya gemilang dalam ajang kompetisi domestik, Bremen juga beberapa kali mencatatkan prestasi yang gemilang di Eropa. Pada 1992, mereka sukses meraih trofi European Cup Winners` Cup. Mereka juga sukses menembus babak final UEFA Cup pada 2009 silam, sebelum takluk oleh Shakhtar Donetsk dengan skor 2-1.
Cukup seringnya Werder Bremen meraih beberapa prestasi ini, terhitung mulai kisaran 60an sampai terakhir 2009, membuat pesta adalah hal yang lumrah terjadi di wilayah pusat kota Bremen. Selain berpesta di wilayah pusat kota, sungai Weser, yang posisinya berada di dekat rumah dari Bremen, Weserstadium, juga tak luput menjadi tempat perayaan dan berpesta para suporter Bremen.
Namun, selepas musim 2010/2011, penampilan Bremen sudah tidak secemerlang dahulu. Para pemain bintang yang pergi, serta ketidakmampuan pelatih dalam merancang taktik dan strategi yang cocok untuk tim membuat penampilan Bremen melorot cukup drastis. Akhir musim 2010/2011, mereka sama sekali tidak kebagian jatah tampil di kompetisi Eropa karena mengakhiri musim di peringkat ke-13, terjun bebas dari peringkat ketiga yang mereka dapat pada akhir musim 2008/2009.
Penampilan buruk dari Bremen ini terus berlanjut ke musim-musim selanjutnya. Sejak musim 2011/2012 sampai musim 2015/2016, Die Werderaner tidak pernah lagi finish di papan atas Bundesliga, yang berdampak pada ketidakikutsertaan mereka di kompetisi Eropa selama enam musim berturut-turut.
Hal ini juga berdampak kepada para suporter Bremen. Jika pesta di sungai Weser dahulu lazim diadakan, sekarang pesta tersebut sudah tidak pernah lagi terdengar gaungnya, seiring dengan seretnya prestasi yang didapatkan oleh Werder Bremen. Kota ini, meski tetap masuk sebagai kota ke-11 teramai di Jerman, tidak lagi seramai dahulu.
Memasuki musim 2016/2017, harapan pun muncul bagi para pendukung Bremen. Bermunculan dan bermainnya bintang-bintang muda di dalam tim, seperti Ousman Manneh dan Serge Gnabry, dipadukan dengan pengalaman dari para pemain senior macam Max Kruse dan Claudio Pizzaro, Bremen mulai kembali menatap asa untuk setidaknya berbicara banyak dalam ajang Bundesliga. Lebih jauh, target untuk kembali tampil di kompetisi Eropa pun menjadi mimpi yang ingin segera direalisasikan.
Tapi jalan menuju ke sana masihlah terjal. Selain menanjaknya penampilan dari tim-tim Bundesliga yang lain, ketidakmampuan Bremen untuk bersaing dengan tim-tim tersebut membuat mereka sampai sekarang masih berada di peringkat ke-15 Bundesliga 2016/2017, hanya berjarak beberapa poin dari zona degradasi. Masih ada perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh Werder Bremen.
Dengan seiring bertambahnya umur Bremen pada 4 Februari ini, semoga kelak Bremen dapat kembali merambah posisi papan atas Bundesliga, atau menjadi juara pada kompetisi-kompetisi domestik semisal DFB Pokal ataupun DFL Supercup. Sehingga, sungai Weser akan kembali ramai oleh pesta dan perayaan, tidak lagi sepi seperti sekarang ini.
(sf)
foto: @werderbremen_en
Komentar