Jauh sebelum Psy dan BTS menginvasi tangga musik Inggris, sudah ada orang Korea yang terlebih dahulu menciptakan sensasi di negeri Ratu Elizabeth. Pada 2005, Park Ji-Sung diperkenalkan di hadapan publik Old Trafford, kandang Manchester United. Pemain kelahiran 25 Februari 1981 itu direkrut dari PSV Eindhoven seharga 4 juta paun.
Dalam sesi jumpa pers pertamanya di Old Trafford, Park berujar: “Mungkin jika saya setampan David Beckham, saya akan dikuliti (media) persis seperti dirinya tiap kali saya ke luar.” Hal itu ia katakan setelah jurnalis membandingkan dirinya dengan David Beckham. Banyak kalangan mengira, keputusan klub mendatangkan pemain Asia hanya untuk kepentingan bisnis semata. Selepas kepergian Beckham, United memang butuh sosok baru untuk mendongkrak penjualan kostum pemain.
Park dianggap sebagai figur yang tepat untuk meraup keuntungan finansial di pasar Asia. Yang ia lakukan bersama tim nasional Korea Selatan pada gelaran Piala Dunia 2002 jelas sebuah pencapaian fenomenal. Untuk kali pertama sepanjang sejarah turnamen, ada wakil Asia lolos ke semifinal Piala Dunia. Fakta itu membuat nama Park melambung, hingga akhirnya digemari oleh seluruh lapisan masyarakat Korea, bahkan Asia.
Suka tidak suka, mau tidak mau, identitas Korea akan selalu lekat di dalam diri seorang Park. Namun menganggapnya sebagai alat sponsor, atau menganggap kehadiran pemain bernomor punggung 13 itu sebagai gimmick, kita perlu melihatnya secara detail.
Memulai karier dari bawah sebagai pemain di tim Universitas Myongji, ia dipinang oleh klub divisi kedua Jepang, Kyoto Purple Sanga, pada 2000. Di Kyoto, Park mulai meningkatkan kualitas dirinya sebagai pemain yang tangguh dan energik. Dua tahun bertugas di sana, Park membawa klub yang kini bernama Kyoto Sanga FC itu untuk promosi ke papan atas. Bahkan, klub dengan warna kostum ungu itu sempat memenangkan Piala Kaisar, sebuah turnamen bergengsi di Negeri Sakura.
Catatan impresif Park di Kyoto membuatnya dipanggil timnas Korea Selatan U20. Saat menjalani debut, usia Park masih 19 tahun. Momen itu terjadi ketika Olimpiade 2000 di Sydney. Dua tahun setelahnya, tahun ketika Korea Selatan dan Jepang menjadi tuan rumah Piala Dunia, nama Park sudah mengisi daftar timnas senior.
Park berperan penting dalam setiap langkah Korea Selatan di Piala Dunia. Momen terbesar baginya terjadi ketika pertandingan fase grup melawan Portugal. Saat itu, pasukan Negeri Ginseng butuh kemenangan untuk lolos ke babak 16 besar. Pada menit ke-70, Korea Selatan mendapat tendangan sudut. Park, yang posisinya berada di tiang jauh, menguasai bola hasil pantulan dan sesegera mungkin melepas tembakan yang tak terbendung ke gawang Vitor Baia. Seisi stadion menjadi riuh dan nama Park sontak bergema di segala penjuru. Skor 1-0 bertahan hingga menit akhir dan hasil itu memastikan Korea Selatan lolos ke babak selanjutnya.
Setelah Piala Dunia 2002 usai, pelatih timnas Korea Selatan, Guus Hiddink, kembali ke Belanda untuk mengarsiteki PSV Eindhoven. Ia tak lupa mengajak Park ke Stadion Philips, kandang PSV, untuk bekerja sama lagi di bawah asuhannya.
Bersama PSV, Park membukukan 13 gol dalam 65 penampilan di liga. Di level Eropa, Park sempat mengejutkan publik lewat gol yang dicetak ke gawang AC Milan pada semifinal Liga Champions 2005. Lewat sebiji gol yang disumbangkan Park, PSV menang 3-1 di kandang. Sayang, pasukan Hiddink kalah 2-0 di Italia, sehingga AC Milan lolos ke final dengan keunggulan gol tandang. Meski begitu, penampilan cemerlangnya membuat Park masuk nominasi “UEFA Best Forward Award 2005” bersama nama-nama tenar lain seperti Andriy Shevchenko, Adriano, Samuel Eto’o, dan Ronaldinho.
Tampil konsisten bersama PSV membuat Park dilirik sejumlah klub top Eropa, termasuk Manchester United. Pada 8 Juli 2005, ia resmi berlabuh di kota Manchester. “Park akan membuang-buang waktu di Manchester United,” ujar Hiddink mengenai kepindahan pemain andalannya. “Dia akan menghabiskan sebagian besar waktunya di bangku pemain pengganti. Bukan keputusan bijak untuk pergi. Kleberson adalah contoh yang bagus untuk Park, dia pergi ke United dan gagal. Park seharusnya tinggal setahun lagi (di PSV).”
Nyatanya, di bawah asuhan Sir Alex Ferguson, Park menjelma pemain yang penting. Sang manajer kerap memasang Park di laga-laga krusial. Bahkan ada fakta unik, yakni setiap Park tampil sebagai starter, Manchester United selalu terhindar dari kekalahan. Fakta itu tak lagi akurat sejak November 2008, karena "Setan Merah" kalah 1-2 dari Arsenal.
Beberapa pemain Manchester United angkat bicara tentang Park. “Ia seperti listrik. Ia tidak pernah berhenti berlari. Sangat fantastis bermain bersamanya dan saya menyukainya sebagai pemain dan manusia.” kata Cristiano Ronaldo saat masih berstatus pemain United. Ronaldo sedang tidak bercanda ketika mengatakan bahwa Park tidak pernah berhenti berlari; pemain yang ia bicarakan berjuluk “three lungs Park” karena staminanya yang luar biasa.
“Ia bekerja keras dan hebat karena mempunyai segalanya di dalam permainan. Ia tidak memukau dan vokal, tapi pendiam dan sangat loyal.” kali ini giliran Ryan Giggs yang memuji Park. Tujuh musim di Old Trafford memang bukan waktu yang singkat. Dalam kesunyiannya bersama setan merah, Park meraih empat trofi Community Shield, satu Piala FA, tiga Piala Liga Inggris, empat Liga Primer Inggris, satu Liga Champions, satu Piala Super Eropa, dan satu Piala Dunia Antarklub.
Kesuksesan di level klub tentu saja selaras dengan popularitas seorang Park di tanah kelahirannya. Ketika United mendarat di Seoul dalam rangkaian tur jelang dimulainya musim 2009/10, bukan sosok Cristiano Ronaldo apalagi Wayne Rooney yang membakar gairah para fans dan menarik perhatian media. Sosok itu tidak lain dan tidak bukan adalah Park.
Seorang jurnalis asal Korea Selatan mengaku kepada majalah Inside United, bahwa di Korea, Park seperti perpaduan David Beckham dan Ratu Elizabeth. Pada Oktober 2008, majalah FourFourTwo edisi Korea mendedikasikan 40 halaman khusus untuk dirinya. Kehebohan tidak berhenti sampai di situ. Nama Park bahkan diabadikan melalui nama jalan di Suwon, sebuah kota kecil dekat Seoul, tempat ia tumbuh dewasa.
Kim Dong-Hwan, editor situs Man.Utd.kr sengaja direkrut klub untuk meliput Park baik di negaranya, maupun di luar negeri. “Saya membantu United untuk lebih dekat dengan para penggemar di Korea dengan melaporkan berita dalam bahasa mereka. Sangat sulit bagi mereka untuk pergi ke Old Trafford, sehingga mereka menonton United bertanding lewat televisi dan membacanya di media. Namun, mereka ingin tahu lebih banyak, jadi tugas saya adalah mencari kisah yang menarik dari sudut pandang penggemar di negara saya.” ujar Kim kepada Inside United edisi Juni 2009. Dengan asupan berita seperti itu, masyarakat Korea, khususnya anak-anak muda, mulai serius menekuni sepakbola.
Kendati Park tidak pensiun di Old Trafford, yang telah Park berikan untuk United sungguh di luar prediksi banyak kalangan. Park sukses membungkam mereka yang berpikir bahwa ia bakal gagal karena hanya jadi “boneka” United di benua Asia. Torehan 13 trofi selama berkostum setan merah cukup menegaskan prestasinya, dan 27 gol dalam 205 penampilan bersama United adalah catatan yang lumayan untuk seorang “gimmick”.
Komentar