Di Inggris, sepakbola modern lahir. Di tanah Ratu Elizabeth itu pula, asosiasi dan turnamen sepakbola pertama diselenggarakan. Walau demikian, Inggris tak masuk dalam jajaran negara pendiri Federasi Sepakbola Dunia (FIFA). Mereka juga tak tercantum sebagai kontestan dalam tiga penyelenggaraan awal Piala Dunia (1930, 1934, dan 1938).
Inggris bukannya dikucilkan, tapi arogansi dan kesombongan diri mereka sebagai negara adidaya yang membuat Inggris enggan terlibat dalam pembentukan FIFA di tahun 1904. Pun, hal tersebut berpengaruh pada absennya Inggris dalam tiga penyelenggaraan awal Piala Dunia.
FIFA terbentuk atas inisiatif Perancis. Maka ini yang menjadi alasan asosiasi sepakbola dunia itu diberi nama dalam Bahasa Prancis; Federation Internationale de Football Association. Gagasan Prancis dalam pembentukan FIFA sebenarnya disampaikan kepada Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya seperti Belgia, Denmark, Belanda, Spanyol, Swedia, dan Swiss. Namun, Inggris memilih bersikap acuh terhadap gagasan tersebut, berbeda dengan enam negara lainnya yang antusias menanggapi inisiatif Prancis.
Baca juga: Kenapa Markas FIFA dan UEFA Ada di Swiss?
Sikap acuh Inggris terhadap gagasan Prancis dalam pembentukan FIFA dipengaruhi banyak hal. Salah satunya rivalitas Inggris dan Prancis yang memanas sejak abad pertengahan. Selain itu, saat FIFA diprakarsai, Monarki Britania dan sepak bola Inggris pun sedang dalam masa jaya.
Maka bagi Inggris, tak ada ruginya bila mereka bersikap acuh terhadap inisiasi pembentukan FIFA, sementara mereka sendiri adalah penemu sepakbola modern, FIFA juga menginduk aturan main yang dibuat Inggris. Jadi, walau tak masuk dalam daftar negara pendiri FIFA, toh Inggris merasa punya peran besar dalam pembentukan asosiasi sepakbola dunia itu.
Tapi pada akhirnya hati Inggris luluh juga. Setahun setelah FIFA terbentuk, Inggris beserta tiga negara Britania Raya lainnnya; Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara, bergabung dalam keanggotaan FIFA pada 1905.
Namun, arogansi dan sikap penguasa Inggris tak serta-merta hilang. Baru beberapa saat masuk dalam keanggotaan, Inggris sudah berani menekan FIFA untuk menyingkirkan anggota yang bergabung dengan central powers (gabungan negara allied powers dengan Jerman dan Austria-Hungaria sebagai poros utama), musuh Inggris di Perang Dunia I. Alasannya, Inggris enggan bermain melawan negara bekas musuh mereka di Perang Dunia I, karena dirasa bakal memicu konflik lama.
Permintaan tersebut tak disetujui FIFA. Merasa tak dihargai, Inggris memutuskan keluar dari keanggotaan bersama Wales, Irlandia Utara, dan Skotlandia. Lebih kurang 19 tahun lamanya, Inggris akhirnya kembali masuk dalam keanggotaan FIFA. Tapi itu pun tak lama, hanya empat tahun Inggris bertahan sebagai anggota FIFA. Kali ini, keretakan Inggris dan FIFA terjadi karena isu pembayaran untuk para pemain amatir.
Sebagai akibat dari pengunduran diri dari keanggotaan FIFA di tahun 1928, Inggris beserta Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara pun tak berpartisipasi di Piala Dunia 1930, 1934, dan 1938. Sekali lagi, absennya Inggris dari tiga penyelenggaraan awal Piala Dunia itu bukan karena mereka dikucilkan.
Walau sudah tak lagi menjadi anggota FIFA, negara-negara Britania Raya tetap diundang untuk ambil bagian di Piala Dunia. Tapi, karena sikap arogan mereka yang tak kunjung hilang, undangan tampil di Piala Dunia pun tak mereka jawab.
Setelah hampir 20 tahun lamanya, hubungan Britania Raya dan FIFA akhirnya membaik. Tak dimungkiri, peran Jules Rimet amat berpengaruh dalam memperbaiki hubungan yang sempat merenggang itu. Melalui kemampuan diplomatiknya, Rimet berhasil membujuk Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara kembali masuk dalam keanggotaan FIFA.
Baca juga: Sepakbola dan (Lunturnya) Kehebatan Otak Britania
Bergabungnya kembali empat negara Britania Raya dalam struktur keanggotaan FIFA disahkan dalam Kongres FIFA 1946 di Amsterdam, Belanda, yang merupakan kongres pertama FIFA pasca-Perang Dunia II. Kembalinya Britania Raya dalam keanggotaan FIFA pun dirayakan dengan menggelar pertandingan persahabatan antara tim Britania Raya melawan tim gabungan Eropa yang tergabung dalam kesebelasan Rest of Europe.
Pertandingan tersebut berlangsung pada 10 Mei 1947 di Hampden Park, Skotlandia. Sejatinya, itu bukan hanya laga persahabatan menyambut kembalinya Britania Raya dalam keanggotaan FIFA. Lebih dari pada itu, laga tersebut pun diinisiasikan untuk membantu memulihkan kondisi finansial FIFA yang hancur akibat meletusnya Perang Dunia II. Kedua kubu pun sepakat bahwa sebagian penghasilan yang diraih dari penjualan tiket akan disumbangkan kepada FIFA.
Sebanyak 135 ribu penggemar memadati Hampden Park untuk menyaksikan laga antara Britania Raya melawan Rest of Europe. Tingginya animo penonton, membuat media menjuluki pertandingan tersebut sebagai Match of the Century (Pertandingan Abad Ini).
Britania Raya yang dilatih Walter Winterbottom (Inggris) diperkuat pemain-pemain seperti Stanley Matthews, Wilf Mannion (Inggris), hingga Billy Steel (Skotlandia). Sementara Rest of Europe yang diarsiteki Karl Rappan (Austria) diperkuat pemain dari sembilan negara Eropa berbeda, termasuk Johnny Carey dari Republik Irlandia.
Pertandingan berakhir dengan skor 6-1 untuk kemenangan Britania Raya. Gol Britania Raya masing-masing dicetak Wilf Mannion (22`, 33`), Billy Steel (35`), Tommy Lawton (37`, 82`), dan gol bunuh diri Carlo Parola di menit ke-74. sementara satu-satunya gol Rest of Europe dicetak Gunnar Nordahl pada menit ke-24.
Seusai pertandingan, melalui pemberitaan di media Britania kembali menunjukkan keangkuhan mereka sebagai penguasaan sepakbola dunia. Dilansir dari WSC, The Daily Telegraph secara patriotik menyatakan bahwa Britania Raya telah mengajari Rest of Europe cara bermain sepakbola. Sementara Pathe News menyatakan, sepak bola Inggris masih yang terbaik di dunia.
Sikap berbeda ditunjukkan Glasgow Herald, yang melihat hasil pertandingan dari sudut pandang berbeda. Dalam laporan hasil pertandingan Britania Raya melawan Rest of Europe, Glasgow Herald menganggap bahwa secara taktikal dan keterampilan di lapangan, kedua kesebelasan sebenarnya berimbang. Hanya kemampuan penyelesaian akhir yang menjadi pembeda.
Meski kalah telak, Rest of Europe bisa memberi perlawanan sengit kepada Britania Raya. Banyak peluang yang mereka ciptakan, walau hanya satu yang berbuah gol. Setidaknya ada empat peluang emas yang dimiliki Rest of Europe dalam laga tersebut, tiga di antaranya didapatkan oleh Gunnar Nordahl.
Baca juga: Hampden Park Menjadi Saksi Kisah Derbi Tertua di Glasgow
Meski begitu, laga antara Britania Raya melawan Rest of Europe secara tidak langsung menjadi penanda dari dimulainya hubungan baik antara Inggris dan FIFA. Sejak saat itu, Inggris beserta negara Britania Raya lainnya tak lagi keluar dari keanggotaan FIFA. Mereka pun akhirnya bisa tampil di Piala Dunia untuk kali pertama pada 1950.
Selain itu, hingga tahun 1965, Britania Raya dan Rest of Europe juga masih kerap bermain dalam laga persahabatan. Selain laga yang berlangsung di Hampden Park pada 1947, kedua kesebelasan kembali bertanding dalam perayaan 75 tahun Asosiasi Sepakbola Irlandia Utara di Windsor Park, Belfast, pada 13 Agustus 1955. Dalam laga tersebut Rest of Europe memenangi pertandingan dengan skor 4-1.
Lima tahun kemudian, Britania Raya dan Rest of Europe kembali bersua di Victoria Ground, Stoke-on-Trent, pada 28 April 1965 dalam laga testimonial pensiunnya Stanley Matthews. Di pertandingan tersebut, Rest of Europe lagi-lagi memenangi pertandingan dengan skor 6-4.
Saat ini, kita jarang menemukan pertandingan-pertandingan seperti di atas kecuali pada laga-laga amal ketika off-season. Mungkin tuntutan sepakbola modern membuat laga-laga pemain-campuran seperti Britania Raya vs Rest of Europe kurang diminati. Kesebelasan lebih baik langsung fokus kepada persiapan pra-musim. Atau kalaupun ada pertandingan seperti di atas, yang bermain juga para legenda yang sudah tak aktif bermain sepakbola lagi.
Komentar