“Manchester United telah memecahkan rekor dunia, dengan menerima 80 juta paun dari Real Madrid untuk Cristiano Ronaldo.” Begitu pernyataan Setan Merah di situs resmi pada 11 Juni 2009. Tiada frasa “good luck” di sana. Hari itu, United seolah hanya ingin bicara tentang uang, alih-alih mengumbar jasa sang pemain terhadap kesebelasan.
Bersama kesebelasan baru, Cristiano menerima lebih dari 106 juta paun berdasarkan kontrak selama enam tahun. Pemain berjuluk CR7 tersebut diberi nomor punggung 9, bukan 7. Saat itu masih ada Raul Gonzalez, si empunya nomor 7 Real Madrid.
Pada tahun pertamanya di Santiago Bernabeu, dia mendapatkan 9,5 juta paun diikuti dengan kenaikan gaji sebesar 25 persen setiap tahun. Artinya, ia bakal menerima 556.000 paun per pekan di tahun terakhir kontraknya. Sebagai perbandingan, per Juli 2008, gaji Lionel Messi di Barcelona hanya 143.000 paun per pekan.
“Keputusan itu mencerminkan keinginan Cristiano untuk pindah, setelah enam tahun bersama kesebelasan. Selama itu dia sudah memenangkan segalanya dan manajer pun (Sir Alex Ferguson) menerima keputusannya. Keluarga Glazer, sebagai pemilik, selalu mendukung manajer secara konsisten sejak pengambilalihan kesebelasan terutama dalam kasus ini.” Ungkap juru bicara keluarga Glazer, dilansir dari Telegraph.
Sama sekali tidak ada keterangan dari Ferguson perihal kepergian pemain andalannya. Wajar saja, karena Ferguson mungkin orang yang paling muak dengan segala rumor transfer CR7. Dikabarkan Guardian, Ferguson sedang liburan di Perancis ketika CR7 hijrah dari Old Trafford.
Sejak dimulainya Euro 2008, Real sudah sangat intensif mendekati CR7. Jauh sebelum itu, sempat terjadi ketegangan antara United dengan Real. Hal itu diutarakan langsung oleh Sir Alex dalam beberapa kali kesempatan jumpa pers yang secara vokal mengkritik upaya Real Madrid.
Namun kekecewaan Ferguson juga tidak bisa tidak terarah ke Cristiano. Ia berharap agar pemuda asal Madeira itu membuat janji setia berkostum Setan Merah ke publik. Setidaknya satu-dua kalimat untuk meredam berita yang bikin panas kuping Ferguson. Alih-alih melakukan hal itu, CR7 toh diam-diam saja. Tak heran ketika Cristiano hijrah ke Madrid, publik ramai-ramai memberitakan itu sebagai “mimpi yang terwujud”.
Beberapa jam setelah final Liga Champions 2009 di Roma, banyak pendukung United yang merasa sudah “cukup” dengan tingkah Cristiano. Hari itu, media menyoroti partai final akan berlangsung seru karena mempertemukan Messi dan Cristiano. Laga itu seakan jadi saksi siapa yang lebih hebat secara kualitas individu. Seolah terlecut dengan hal itu, CR7 berusaha tampil memukau.
Peluang demi peluang diciptakan oleh Cristiano sejak menit ketujuh. Namun apa daya semuanya gagal berbuah gol. Pada menit ke-78 CR7 diganjar kartu kuning, menegaskan akumulasi rasa frustrasi karena tak kunjung mencetak gol. Di Stadion Olimpico, Cristiano seperti bertanding sendirian.
Hal tersebut mengundang kecaman dari beberapa pendukung. Mereka beranggapan bahwa Cristiano tak layak mengenakan kostum bernomor 7. Pasalnya, nomor 7 sebelum Cristiano seperti George Best, Eric Cantona, dan David Beckham adalah nama-nama yang masih mementingkan tim ketimbang pencapaian individu. Tidak heran jika publik Manchester saat itu tidak terlalu berduka atas kepergian peraih Ballon d’Or 2008 tersebut.
Pada musim berikutnya, United masih sanggup juara Piala Liga (Carling Cup). United pun masih sanggup melangkah ke final Liga Champions tanpa CR7. Selang tiga musim, United kembali menjadi yang terbaik di Liga Inggris. Artinya, ketika Cristiano hijrah, Manchester United tak pernah benar-benar merasa kehilangan. Setidaknya waktu itu.
Komentar