Gylfi Sigurðsson tidak hanya pemain kunci Tim Nasional Islandia, tetapi juga setiap kesebelasan yang dibelanya. Musim lalu bersama Everton, ia menjadi motor serangan dengan statistik 6 gol dan 5 asis dari 33 laga yang dilakoni di semua ajang.
Statistik keseluruhannya di Liga Primer musim lalu pun cukup baik. Per laga, Gylfi menciptakan 1,07 peluang, melepas 0,96 umpan kunci, dan melakukan 0,59 dribel sukses. Itu catatan terbaik dibanding gelandang-gelandang Everton lainnya seperti Tom Davies (0,32 peluang dan 0,77 dribel sukses), Idrissa Gueye (0,30 peluang, 0,27 umpan kunci, dan 0,55 dribel sukses), dan Morgan Schneiderlin (0,20 peluang, 0,20 umpan kunci, dan 0,10 dribel sukses).
Pengamat sepakbola Islandia, Hjörvar Hafliðason, mengungkapkan bahwa Gylfi memang tak bertumpu kepada kecepatan, kelincahan, atau skill olah bola di atas rata-rata layaknya Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi. Walau demikian Gylfi punya keunggulan di segi visi bermain, yang menurutnya penting dalam permainan sepakbola modern.
Selain itu, Gylfi punya kemampuan yang jarang dimiliki gelandang pada umumnya. Ia tidak hanya piawai berperan sebagai motor serangan, namun kerap juga muncul sebagai pemecah kebuntuan terutama melalui eksekusi bola mati, khususnya tendangan bebas yang menjadi keahliannya.
“Dia selalu tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya sebelum dia mendapatkan bola. Dia melihat apa yang akan terjadi nanti. Dia juga punya keahlian dalam mengeksekusi bola mati. Keahliannya sangat tak ternilai bagi tim. Saya merasa dia berada di kelas yang sama dengan Leighton Baines dalam aspek ini,” kata Hafliðason, dilansir dari These Football Times.
Baca Juga: Rahasia Jago Tendangan Bebas Seperti Gylfi Sigurdsson
Bagi Gylfi, keluarga adalah aspek paling penting yang membuatnya bisa menjadi pesepakbola hebat. Gylfi yang lahir pada 8 September 1989 itu mendapatkan pelajaran tentang teknik dasar sepakbola dari Ayahnya, Sigurdur Adalsteinsson yang merupakan seorang nelayan dan kakak laki-lakinya, Olafur, sebelum akhirnya usianya cukup dan masuk ke akademi sepakbola.
Dukungan penuh keluargannya agar Gylfi bisa meraih kesuksesan sebagai pesepakbola pun terlihat saat Reading merekrutnya dari Breidablik pada awal musim 2005/06. Saat itu usianya masih 15 tahun, namun dengan kepercayaan penuh dari sanak keluarganya, Gylfi pun keluar dari Islandia untuk mencari pengalaman baru di tanah Inggris.
“Saya melihatnya dengan jelas sebagai hal yang penting bahwa mereka yang dekat dengannya berusaha keras untuk membantunya. Kakaknya sangat baik dalam bekerja dengannya dengan hal-hal yang berhubungan dengan sepakbola. Saya pikir ibu dan saudara perempuannya juga telah membantunya dalam hal mental. Itu adalah alasan besar untuk seberapa rendah hatinya dia, ”kata Magnus Jonsson, pelatihnya di Akademi Breidablik.
Kendati demikian, awal karier Gylfi di Reading tidak berjalan mulus. Ia yang didatangkan bersama dua koompatriotnya, Viktor Illugason dan Alfreð Finnbogason, kesulitan mendapat tempat di tim pemuda Reading. Finnbogason mengatakan bahwa saat itu Illugason jauh lebih difavoritkan dalam skuat muda Reading.
“Sigurðsson harus bekerja sangat keras untuk sampai ke tempat dia hari ini. Pada saat itu Illugason dianggap sebagai yang terbaik dari keduanya di Reading dan mereka memiliki harapan yang lebih tinggi untuk masa depannya. Tetapi dengan tingkat kerja dan praktik yang tinggi, Sigurson menjadi pemain terbaik di Reading,” kata Finnbogason.
Baca Juga: Gylfi Sigurdsson, "Pemain Rahasia" Liga Primer 2017/18
Pada musim 2008/09, Gylfi naik kelas ke tim utama Reading. Saat itu ia belum benar-benar bermain untuk Reading karena dua kali Gylfi dipinjamkan ke Shrewsbury Town dan Crewe Alexandra. Baru di musim 2009/10, ia bisa bermain untuk Reading. Penampilannya yang memukau membuat Gylfi pun diganjar penghargaan pemain terbaik klub di akhir musim tersebut.
Di awal musim 2010/11 Reading menjualnya ke Hoffenheim, sebelum akhirnya sang pemain kembali ke Inggris untuk bergabung bersama Tottenham Hotspur. Sayang, kariernya bersama Tottenham tak begitu bersinar, selama dua musim kiprahnya di White Hart Lane, Gylfi lebih sering menghangatkan bangku cadangan hingga pada musim 2014/15 Swansea City memboyongnya.
Dalam tiga musim kiprahnya bersama Swansea, Gylfi mencatatkan 131 penampilan dengan torehan 37 gol dan 30 asis, catatan tersebut cukup untuk menyebutnya sebagai pemain penting The Swans. Penampilan apiknya bersama Swansea membuat nama Gylfi mulai dikenal luas, terlebih saat ia menjadi sosok sentral keberhasilan Timnas Islandia menembus babak perempatfinal Piala Eropa 2016. Keberhasilan tersebut membuat dunia mulai mengenalnya dengan baik.
Komentar