Selain menyimpan sejarah peradaban Islam, wilayah otonomi Andalusia jadi wadah tersimpannya cerita asal-usul sepakbola di Spanyol. Setelah melalui perdebatan panjang, sampai-sampai klub Gimnastico Tarragona dan Athletic Bilbao pun pernah saling mengklaim sebagai klub sepakbola paling bersejarah di Negeri Matador, Recreativo de Huelva akhirnya pengakuan sebagai klub tertua Spanyol.
Seperti halnya di banyak negara, sepakbola memperoleh pijakan di semenanjung Iberia melalui klub kota pelabuhan. Secara geografis klub tua tersebut terletak di sudut barat daya Spanyol, Huelva menjadi kota bagian dari Andalusia yang mengantuk. Tempat yang biasa-biasa saja sehingga situs “Rough Guide to Spain” menyebutnya sebagai “bagian yang sangat membosankan dari Andalusia, dipenuhi dengan area rawa yang luas dan banyak nyamuk”. Oleh sebab itu, meski pekat dengan narasi wilayah kumuh, Huelva memiliki tradisi laut yang panjang seperti rumah klub sepakbola pertama dari Italia, yakni Genoa.
Semua bermula ketika peralihan bisnis sebuah perusahaan tambang di tahun 1873. Saat itu, British Rio Tinto Company Limited sebuah perusahaan dari Inggris masuk ke Spanyol. Dengan demikian pula lah terjadi migrasi para pekerja yang berasal dari Britania Raya. Para pekerja ini punya waktu luang yang kemudian dimanfaatkan untuk memainkan budaya yang konon dilahirkan di negeri mereka: permainan sepakbola. Bertahun-tahun itu pula lah para pekerja Inggris berpegang teguh pada budaya-nya di perantauan.
Sebelum akhirnya pada awal 1880-an dua orang Skotlandia, Dr. William Alexander Mackay dan Robert Russell Ross, datang ke Huelva sebagai karyawan perusahaan Rio Tinto. Mereka jadi sangat terlibat dengan permainan ekspatriat Inggris di Huelva itu. Di banyak komunitas ekspatriat di seluruh dunia seperti Genoa Cricket and Football Club pada awalnya hanya menerima kalangan (ekspatriat) tertentu saja.
Menurut Alejandro Lopez, sejarawan Recreativo Huelva, hal itu membuka pintunya selebar mungkin bagi orang-orang lokal Spanyol. Ildefonso Martinez menjadi orang Spanyol pertama yang mendapatkan tawaran berpartisipasi dalam permainan sepakbola dan kriket yang telah dikembangkan bertahun-tahun oleh sebuah komunitas bernama Recreativo ini.
“Banyak pemuda dari kelas sosial yang lebih tinggi di Huelva ingin tahu permainan dan suka meniru semua hal yang datang dari Inggris. Untuk penduduk lainnya, mereka memandang olahraga sebagai ‘keanehan Bahasa Inggris’, menyaksikan orang asing berdandan dengan jeans panjang mengejar bola,” ujarnya kepada outsidewrite.co.uk.
Pada 18 Desember 1889 kongres pertama digelar di Huelva. Membahas kepengurusan di tubuh klub, di sanalah terjadi perkawinan dua budaya. Nama-nama Bahasa Inggris dan Spanyol menyatu tanpa sekat, seolah mencerminkan campuran budaya dari 32 socios pertama antara Inggris dan Spanyol di klub sepakbola yang akan segera lahir lima hari berselang, 23 Desember 1889.
Sejumlah pemain muda asal Spanyol pun tercatat sejak awal berdirinya klub. Termasuk penerjemah Jose Garcia Almansa, Alfonso Le Bourg, Ildefonso Martinez, dan Jose Coto. Sedangkan Mackay terus menjadi presiden klub hingga tahun 1924.
Latih tanding pertama yang formal bagi Huelva terjadi beberapa hari setelah klub resmi berdiri, menjelang natal dan tahun baru tim yang dimiliki Mackay ini melawan awak kapal dari Inggris yang tengah berlabuh di pelabuhan. Recreativo Huelva menang dengan skor 3-1.
Recreativo de Huelva segera terkenal di mata para penduduk setempat tidak lama setelah pertandingan sepakbola resmi pertama di Spanyol digulirkan. Pada Mei 1890, mereka menghadapi tetangga Andalusia mereka yang hanya berjarak 90 km dari kota Huelva, yaitu Sevilla FC yang baru berumur tiga bulan (didirikan pada 25 Januari 1890), dalam tajuk persahabatan semata sebab klub tak lebih dari sekedar pusat kegiatan sosial di Andalusia Selatan dari organisasi yang menempatkan olahraga.
Seiring berjalannya waktu Huelva kian formal sebagai sebuah klub. Mereka bergegas dari tim undangan dan mulai berkompetisi di turnamen lokal melawan klub sepakbola lainnya yang masih berusia seumur jagung. Pada pergantian abad, Huelva telah memenangkan tiga piala regional Andalusia dan menjadi tim yang ditakuti di wilayah Selatan Spanyol.
Huelva terus menjadi yang terdepan. Pada pertemuan dewan direksi yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 1891, di markas besarnya di hotel Colon, klub telah membuat keputusan penting, yakni mendirikan stadion baru dengan nama awal “The Velodrome” yang rampung pada 13 Agustus 1892 yang dirancang untuk berlatih olahraga seperti kriket dan bersepeda, khususnya sepakbola.
Namun, setelah munculnya sistem Liga nasional pada 1929 dan bermunculannya tim dengan keuangan kuat membuat Recreativo Huelva mulai terbenam. Mereka lebih sering berkompetisi di divisi bawah, bahkan Huelva tak pernah lagi mencapai Segunda Division sampai tahun 1940. Keterpurukan berlanjut, promosi ke liga utama tak pernah datang hingga tahun 1957.
Klub hanya menghabiskan total lima musim di divisi tertinggi sepakbola Spanyol atau kini lebih dikenal sebagai La Liga Spanyol dengan catatan minim gelar. Mereka mendapatkannya pada tahun 1978 namun lagi-lagi mereka terpuruk ke divisi dua hanya berselang semusim. Bahkan di tahun 1990 mereka terlempar ke divisi tiga Liga Spanyol yang berlanjut hingga delapan tahun.
Tapi dengan semangat yang berlandaskan nilai sejarah klub, setapak demi setapak Huelva berupaya kembali ke tempat semestinya. Tiket promosi ke La Liga didapat pada musim 2002/03 setelah periode buruk klub. Meski ini menjadi pengalaman singkat Huelva di divisi teratas sepakbola Spanyol, itu merupakan musim dimana mereka memberi kejutan dengan menembus partai final Copa del Rey 2003, mengalahkan Atletico Madrid dan Real Betis dalam perjalanannya sebelum akhirnya kalah oleh Real Mallorca.
Pada musim 2006/07 Huelva kembali hadir di La Liga. Untuk edisi ini mereka sedikit mencatatkan prestasi manis dengan menduduki peringkat ke-8 klasemen akhir La Liga dengan 54 poin dari 38 pertandingan. Termasuk pencapaian mempermalukan Real Madrid tiga gol tanpa balas di Santiago Bernabeu. Huelva juga agak lama bermukim di kompetisi elit selama tiga musim penuh sebelum akhirnya musim 2009 jadi yang terakhir mereka tampil di La Liga.
Masih Adakah Kehidupan untuk Kakek Agung Itu?
Meskipun Huelva telah hidup seabad setengah, masalah mereka begitu modern. Pada tahun 2016, mereka terbelit masalah ekonomi yang pelik ketika tengah berkompetisi di Segunda B Grup IV. Pemilik klub, Pablo Comas dan Gildoy Espana, yang menguasai mayoritas saham klub sebesar 75% dianggap tak becus mengelola klub dan tak kunjung menemukan solusi atas permasalahan tersebut.
Runyamnya lagi keduanya tak ingin melepas klub ke investor lain. Sejurus dengan situasi pelik tersebut, klub meminta para penggemar untuk hadir memberi suntikan motivasi terhadap klub yang sedang sakit ini di stadion dalam pertandingan kandang melawan Granada B.
Para penggemar justru mengklaim jika itu merupakan pertandingan resmi terakhirHuelva di sepakbola. Bahkan tiket untuk pertandingan ini hanya dihargai 1 euro sekitar 16 ribu rupiah. Hutang klub tak membaik dari hari ke hari, sekitar Rp324 miliar (pada Maret 2016), hal demikian membuat seluruh karyawan Huelva belum menerima gaji selama delapan bulan. Ironisnya lagi para pemain masih punya piutang gaji musim 2015/16.
Antonio Nunez, gelandang veteran Recreativo Huelva yang juga pernah bermain di Real Madrid, Liverpool, Celta Vigo hingga Deportivo La Coruna, bercerita soal situasi sulit klubnya. “[Klub] kami berutang sekitar 22 juta euro, sebagian dalam bentuk pajak,” kata Nunez kepada BBC.co.uk.
“Dua tahun lalu kantor pajak memblokir semua uang yang masuk ke klub. Itu sebabnya kami tidak menerima gaji dan karena itulah mengapa kami tidak dapat menandatangani pemain baru. Saat ini kami hanya memiliki 14 pemain di tim utama dan kami bermain dengan anak-anak kami dari tim kedua,” tambah Nunez.
Nunez juga mengakui bahwa hak-hak karyawan dan pemain belum dibayarkan selama delapan bulan. Huelva bertahan hidup melalui tiket yang biasa terjual 5.000 lembar saja.
“Kami bertahan hanya dengan uang yang berasal dari penjualan tiket. Kami hanya menggunakannya untuk hal-hal yang paling dasar: membayar wasit dan untuk bus dan hotel di pertandingan tandang. Ini dua hal yang harus kami bayar jika tidak, kami tidak bisa bermain lagi,” tambahnya.
Berbicara prestasi klub ini memang tidak terlalu mentereng, mengingat sejauh ini klub lebih banyak bermain di Segunda Division dan Tercera Division. Namun Huelva telah menjadi salah satu aset sejarah yang penting bagi bagi orang Huelva, identitas Huelva dipelihara secara turun temurun.
“Di sinilah sepakbola memasuki Spanyol. Ini membuat kami sangat bangga,” ucap Jose Antonio Cabrera, ketua organisasi pendukung Recre, seperti dikutip dari BBC. "Recreativo de Huelva berpindah dari kakek ke ayah, dari ayah ke anak laki-laki. Ketika kami pergi untuk menonton tim bermain, kami ingat kakek dan kakek buyut kami. Kami adalah pewaris dari semangat 1889."
Ketika pemilik klub keukeuh tidak menjual Huelva, sebuah protes di jalanan Huelva sebelum sepak mula melawan Granada B seolah menjadi narasi bahwa bukan hanya orang Huelva dan dari Andalusia saja yang khawatir dengan kolapsnya tim yang menjadi awal peradaban sepakbola Spanyol ini, melainkan juga puluhan penggemar kesebelasan lain.
Estadio Nuevo Colombino dipenuhi 21 ribu pendukung Huelva dan simpatisan klub lain termasuk penggemar Atletico Madrid, Sevilla, dan Cordoba. ”Tidak hanya dari para penggemar dan kota Huelva, tetapi dari seluruh negeri, dengan begitu banyak pesan dukungan untuk klub tertua Spanyol. Ini membantu kami berjuang sampai akhir,” kata Cabrera.
Dukungan dari banyak pihak inilah yang membuat Huelva selalu bisa bertahan ketika ancaman kebangkrutan menghantui. Bahkan masih banyak pihak juga yang optimis jika Huelva bisa kembali berjaya, setidaknya kembali ke La Liga.
Walau begitu, menurut Media Spanyol, EFE, perusahaan Eurosamp telah mencapai kata sepakat dengan pihak direksi klub untuk membeli seluruh saham Huelva. Ironisnya Eurosamp membeli sejarah klub dengan harga 1 euro saja, atau setara 16 ribu rupiah. Artinya, menurunnya harga saham klub akibat daripada hutang yang kadung membengkak.
Di musim 2018/19 Huelva masih hidup dan berjuang di Segunda B. "Kakek Agung" ini pada akhirnya masih terus hidup dan mengingatkan kaum borjuis para penggemar sepakbola Spanyol, jika sepakbola bukan hanya soal perseteruan Madrid dan Barcelona. Di balik kemegahan laga El Clasico, ada peran Huelva yang besar terhadap peradaban sepakbola di Spanyol. Semua berawal dari Huelva, sebuah kota terpencil yang agung. Seperti yang sudah tertulis dalam fragmen bait lagu kebangsaan klub:
Tu leyenda será siempre la primera (Legendamu akan selalu menjadi yang pertama).
El escudo que tu llevas, almarhum en mi corazón (Perisai yang kau bawa, berdetak di hatiku)
Recreativo de Huelva, tu eres mi campeón (Recreativo de Huelva, kau adalah juaraku)
Ningún título ganaste, pero eso me da igual (Kau tidak memenangkan gelar apapun, tapi aku tidak peduli)
Eres Decano del fútbol español (Kau adalah kakek agung dari sepak bola Spanyol)
Komentar