Untuk menyebut pesepakbola terbaik Asia, acuannya pasti banyak. Namun ada satu pemain asal Arab Saudi yang pernah mendominasi penghargaan pesepakbola terbaik Asia. Dia bernama Majeed Ahmed Abdullah Al-Mohammed. Majed memenangi penghargaan ini sebanyak tiga kali (1984, 1985, 1986). Setidaknya sampai 2018, jumlah tersebut adalah yang terbanyak yang diperoleh satu pemain, sama banyaknya dengan Kim Joo-sung asal Korea Selatan.
Asian Footballer of the Year merupakan salah satu ajang tahunan penghargaan individu pesepakbola di kawasan regional Asia yang mulai digulirkan pada tahun 1984. Seperti dikutip dari FOX Sports Asia, Asian Footballer of the Year adalah pendahulu AFC Player of the Year, yang diperkenalkan lewat International Federation of Football History & Statistics. Penghargaan ini kemudian diadopsi oleh badan sepakbola Asia (AFC) pada 1994. Penghargaan resmi AFC ini punya sejarah, tapi proses dan kriteria pemilihannya tidak jelas, baik dari pandangan pakar maupun suporter sepakbola Asia.
Lantas bagaimana kriteria penilaian yang mulai terstruktur setelah penghargaan pemain terbaik Asia itu diperbarui? Masih menurut data yang dijabarkan FOX Sports Asia, Best Footballer in Asia (pembaruan Asian Footballer of the Year) sendiri mulai dijalankan pada tahun 2013 dan memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Penampilan individu dan tim (jumlah gelar) dalam setahun; (b) Bakat dan permainan yang ditunjukkan oleh pemain; (c) Karier; (d) Kepribadian, pengaruh.
Kandidat pemain terbaik di Asia harus sesuai dengan setidaknya satu dari empat kriteria di atas. Sepekan sebelum pemungutan suara dibuka, pihak terkait akan merilis daftar nominasi setelah diskusi. Itu hanyalah daftar yang direkomendasikan. Pemilih memiliki kebebasan untuk memilih pemain di luar daftar calon.
Sepanjang sejarah penghargaan ini digulirkan, beberapa pemain kenamaan pernah dinobatkan sebagai pemain terbaik Asia, seperti Hidetoshi Nakata (1997 dan 1998), Shinji Ono (2002), Yasser Al-Qahtani (2007), Yasuhito Endo (2009), dan banyak lagi.
Sejauh ini para pemain dari teluk Arab masih mendominasi daftar penghargaan tersebut. Arab Saudi menyumbang 8 pemain yang pernah dinobatkan dalam ajang ini, diikuti Jepang dengan raihan 6 pemain, Iran dan Korea Selatan masing-masing 4 pemain, kemudian Tiongkok, Uzbekistan, Uni Emirat Arab masing-masing 2 pemain, dan sisanya Irak, Suriah, dan Australia satu pemain.
Dan Majed Abdullah menjadi sumbangsih terbesar Arab Saudi menduduki posisi pertama di klasemen negara paling banyak meraih pemain terbaik Asia. Lantas siapakah Majed Abdullah?
One-Club Man untuk Al Nassr
Majed lahir pada 11 januari 1959 di sebuah distrik Al Baghdadia di Jeddah, Arab Saudi. Sepakbola seolah ditakdirkan untuk menjadi jalan hidupnya, sebab ayahnya, Ahmed Abdullah, berkecimplung di lingkungan sepakbola. Oleh karenanya Majed Ahmed Abdullah —putra kedua Ahmed Abdullah— begitu mencintai sepakbola sejak dini. Dinding kamarnya dipenuhi poster sepakbola. Majed juga kerap menguping percakapan sepakbola antara ayahnya dengan para tamu yang datang ke rumahnya.
Sepakbola pula yang membawanya pindah ke Riyadh, di mana ayahnya mendapatkan pekerjaan sebagai pelatih akademi Al-Nassr pada pertengahan 1960-an. Ketika duduk di bangku sekolah dasar Al Jazaeria, Majed belum sepenuhnya memainkan sepakbola. Sebagai bocah ingusan dia hanya menonton anak-anak yang lebih tua bermain.
Namun siapa sangka anak seorang pelatih akademi, tukang menguping sepakbola di rumahnya, dan bocah ingusan yang biasanya hanya jadi penonton itu, akhirnya jadi pemain legendaris Arab Saudi di kemudian hari?
Meski ayahnya seorang pelatih sepakbola, tidak serta merta membuat dirinya mudah mendapatkan akses untuk bermain di kesebelasan. Bahkan Majed mulai memainkan sepakbola pertamanya di posisi paling belakang: penjaga gawang, di tim sekolahnya. Namun Majed mulai menemukan tempat favorit-nya ketika suatu hari, penyerang tim tidak hadir dan Majed menggantikannya untuk memandu timnya meraih kemenangan 3-1 atas tim sekolah lain.
Atas dasar sepakbola, tak berselang lama keluarga Abdullah kembali hijrah ke distrik Hotat Khaled dan disana Majed muda bergabung dengan sekolah Al-Motawasta Al-Thania. Bersama tetangganya, dia mendirikan sebuah tim yang mereka sebut Al-Ittifaq. Mereka mulai mencoba berpartisipasi di beberapa turnamen namun kerap terbentur usia.
Anak-anak tidak menyerah dan membuktikan pada sebuah uji tanding melawan salah satu tim terbaik di Riyadh demi mendapat tempat di sebuah turnamen. Secara mengejutkan mereka menang dengan skor 3-1 dengan dua gol atas nama Majed Abdullah, seorang yang tengah menjadi talenta muda fenomenal.
Al-Ittifaq terus bertanding di turnamen terlepas dari rata-rata usia pemainnya yang lebih muda dan berhasil memenangi kejuaraan tersebut. Pada akhir 1975, namanya mulai masuk kesebelasan profesional Arab Saudi, Al Nassr FC. Namun ketika itu Majed harus menempa diri terlebih dahulu di tim muda.
Sejak saat itulah permata dari Jeddah itu mulai dipoles sebelum kemudian mencatatkan pelbagai prestasi sebagai striker Al Nassr maupun Timnas Saudi. Mencetak rekor gol internasional top di dunia dengan 115 gol, memenangi Piala Asia sebanyak dua kali pada tahun 1984 dan 1988, menjadi pencetak gol terbanyak di liga sebanyak 6 kali, hingga capaian fantastisnya dengan dinobatkan sebagai pesepakbola Asia terbaik dalam tiga periode: 1984, 1985, 1986.
Perpisahan Manis bersama Real Madrid dan Piala Dunia
Majed menjadi begitu loyal terhadap Al Nassr dengan membukukan 260 gol selama dua dekade, dan membuatnya menjadi pemain paling produktif dan terhebat sepanjang masa di Saudi. Tahun 1977 jadi titik balik karier Majed. Itu merupakan tahun di mana dirinya memulai karier profesionalnya, secara resmi dia memulai debutnya di pertandingan melawan Al Shabab.
Sebagai pemain yang baru berusia 17 tahun, debut Majed bisa dikatakan cemerlang. Sebab dia berhasil menorehkan empat gol setelah striker andalan Al Nassr, Mohamed Saad, harus meninggalkan kompetisi lebih awal akibat cedera.
Dengan penampilan apiknya itu, di tahun yang sama Majed dipanggil membela Timnas Saudi U17 untuk kejuaraan Tabriz di Iran. Di sana dia tampil mengejutkan banyak pihak dengan merobek jala lawan sebanyak 7 kali dalam tiga laga beruntun melawan Bulgaria, Iran, dan Rusia. Hal tersebut sekaligus menjadikannya meraih gelar pencetak gol terbanyak di turnamen.
Setahun berselang, Majed bergabung dengan timnas senior negaranya. Dia menjalani debutnya di usia 18 tahun dalam sebuah pertandingan persahabatan melawan Benfica, di mana dia lagi-lagi memamerkan ketajamannya dengan mencetak dua gol. Majed terus menjadi pilihan utama di lini depan Saudi hingga Majed menjelma jadi pemain legendaris timnas, sekaligus memimpin daftar pencetak gol di Timnas Arab Saudi dengan 71 golnya.
Majed mendapat kalungan julukan “Arabian Jewel” sebelum akhirnya memutuskan pensiun di sepakbola pada usia 40 tahun. Pertandingan perpisahannya diadakan di Riyadh pada 2008 yang mempertemukan Al Nassr —kesebelasan Majed satu-satunya— dan Real Madrid.
Kerumunan 10.000 penonton berdesakan untuk melihat laga terakhir sang legenda sebelum akhirnya 3.000 penonton harus kecewa sebab tidak kebagian tiket masuk. Hanya 7.000 penonton yang diperkenankan memasuki stadion Raja Fahd Riyadh untuk melihat para bintang dari Madrid dan satu bintang dari Jeddah.
Arjen Robben membuka skor sebelum akhirnya empat serangan mematikan Al Nassr menyegel kemenangan 4-1 atas tamunya dari Spanyol.
Selain penghargaan individu, prestasi secara tim selama kariernya pun cukup menunjang julukan Permata Arab, yaitu empat kali mengangkat trofi Liga Saudi, dua trofi Piala Asia, dan koleksi empat kali juara Piala Raja Saudi.
Sebuah perpisahan yang manis. Sebagaimana kehebatan Majed yang tidak hanya terdengar di Kawasan Asia. Pada Piala Dunia 1994 dia pun menorehkan prestasi terbaik dengan menjadi kapten dan mengantarkan Tim Nasional Saudi ke babak 16 besar. Arab Saudi yang ketika itu berada satu grup dengan Belanda, Belgia, dan Maroko, berhasil lolos dengan mengantongi 6 poin. Sebenarnya poin Arab sama dengan Belgia namun Majed dkk unggul agregat gol. Jazakallahu khairan, Majed!
Komentar