Dikirim oleh Asta Purbagustia
Alberto Aquilani belum terlalu renta. Usianya baru 30 tahun. Mungkin memang sudah tak ada lagi harapan untuk bermain di kesebelasan-kesebelasan besar Eropa. Tapi bukan berarti Aquilani harus "menggelandang" tanpa kesebelasan. Tapi itulah yang terjadi sekarang: ia sedang menjadi ronin, samurai tak bertuan.
Gelandang yang lahir pada 7 Juli 1984 ini sekarang begitu menyedihkan nasibnya. Fiorentina enggan memperpanjang kontraknya yang habis pada musim lalu. Ia kini sedang mencari "tuan" yang mau menggunakan jasanya. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berlatih bersama trainer pribadinya untuk menjaga kebugaran.
Semangatnya belum pudar. Ia masih ingin bermain di level top, setidaknya masih bermimpi untuk bersaing memperebutkan posisi di tim nasional Italia pada Piala Eropa 2016 nanti.
"Aku masih bisa bermain dengan caraku sendiri untuk berjuang (demi mendapatkan tempat) di Piala Eropa 2016. Aku dan Antonio Conte (pelatih Italia) punya sikap saling menghormati, jadi mengapa tidak saya percaya peluang masih ada?" ujar pemain yang sudah mencicipi seragam tim nasional Italia di semua level usia, dari u-15 sampai senior.
Situasi ini memang menyedihkan. Siapa yang menyangka pemain dengan bakat seperti Aquilani akan demikian cepat tak terpakai? Padahal, bertahun-tahun lalu, seorang Fransesco Totti masih sempat mengatakan Aquilani sebagai pemain yang sangat berbakat.
Aquilani muda memulai meniti karir sepakbolanya di klub kebanggaan kota kelahirannya yaitu AS Roma. Ia mengawali debutnya di Serie A pada usia 18 tahun pada 2002 melawan Torino. Kala itu AS Roma masih diasuh Fabio Capello. Pertandingan tersebut dimenangkan AS Roma dengan skor 3-1.
Di akhir musim 2002/2003, Aquilani muda dipinjamkan ke klub Serie B, Triestina. Apalagi jika bukan untuk menimba pengalaman dan jam terbang. Sepanjang musim 2003/2004 Aquilani memperlihatkan kemajuan yang menggembirakan. Ia mencatatkan 44 penampilan bersama Triestina dan mencetak empat gol.
Pada musim 2005/2006, Aquilani sudah merasakan nikmatnya menjadi pemain reguler di kesebelasan papan atas bersama AS Roma, induk semang yang mengasuhnya sejak muda. Di musim itu Aquilani memperlihatkan penampilan gemilang. Ia dielu-elukan publik Roma sebagai pemain kreatif yang sangat cocok untuk melanjutkan peran Totti sebagai "Pangeran Roma": sama-sama skill full, sama-sama bertipe pemain kreatif, sama-sama kelahiran Roma, sama-sama didikan AS Roma.
Sayangnya masa depan yang cerah itu meredup perlahan-lahan. Semuanya berawal dari pusaran cedera yang tak pernah bosan menghinggapinya. Cedera ringan hingga cedera lumayan berat rutin mendatanginya. Itulah yang membuat sang pemain tampil tak konsisten dan mengalami penurunan kualitas.
Nasib yang sama, digadang-gadang sebagai pemain potensial tapi akhirnya mencicipi rasanya tak punya klub, juga dialami Yoan Gourcuff. Simak cerita mengenai pemain yang sempat digadang-gadang sebagai suksesor Zidane ini:
Alhasil AS Roma pun memutuskan melepaskanya ke Liverpool pada 2009. Ini sudah cukup menyedihkan bagi seseorang yang sempat diproyeksikan sebagai suksesor Totti. Salam perpisahan pun sempat diucapkan Totti,salam sekaligus sanjungan kepada yunior dan rekannya yang akan hengkang ke Liverpool,
âSelain teman yang baik, dia juga pemain yang hebat dan dia Roman sejati, dia akan selalu dirindukan,â ujar Totti kepada Corriere Dello Sport.
Selain itu Totti juga mengatakan Aquilani adalahseorang gelandang yang fleksibel, Aquilani tepat bila disandingkan dengan sang kapten, Steven Gerrard. Liverpool akan sangat kuat bila keduanya disandingkan.
âAquilani dapat bermain di berbagai posisi di sektor tengah, baik lebih ke depan atau ke belakang, dia memiliki visi yang hebat dan dia benar-benar memahami permainan. Dia bermain dengan dinamis dan dapat mengumpan dan mencetak gol sendiri,â puji kapten AS Roma itu.
Aquilani pun merasa sedih harus meninggalkan AS Roma. âSaya sedih bahwa saya harus pindah, saya akan tetap menjadi fans Roma dan selalu,â ujar Aquilani kepada Corriere Dello Sport.
Di kota pelabuhan Inggris itu, Aquilani disambut dengan antusiasme tinggi publik Anfield. Aquilani didatangkan dari Roma untuk diproyeksikan menggantikan Xabi Alonso yang kala itu pindah ke Real Madrid. Di Liverpool, ia mengenakan kostum nomor punggung 4,  nomer yang sebelumnya dipakai Sammy Hyppia, sosok yang dihormati di Anfield.Tak hanya itu, bahkan para pendukung Liverpool menjulukinya sebagai ââPangeran Kecilââ alias "Il Principinoââ.
Namun hal buruk yang sudah menimpanya di AS Roma seolah kembali terulang. Ia kembali disibukan dengan masalah cedera yang sudah lama dialaminya. Bahkan Aquilani harus menunggu lama untuk memulai debutnya di Liga Inggris bersama Liverpool. Baru pada bulan Desember 2009 dia melakoni debutnya.
Aquilani sempat menerbitkan harapan Liverpool. Sejak memulai debutnya, ia memperlihatkan penampilan yang lumayan baik. Setidaknya ia berhasil membuat enam asist dari 26 pertandingan di musim perdananya.
Menghadapi musim keduanya, Aquilani dan Liverpool kian merasa optimis. Namun masalah lagi-lagi muncul. Di musim keduanya Aquilani harus lebih sering absen membela Liverpool lantaran lagi-lagi berkutat dengan cedera. Liverpool pun meminjamkan Aquilani ke Juventus.
Di Turin ia cukup berhasil memperbaiki penampilannya dengan membantu Juventus menjuarai Serie-A. Penampilannya cukup impresif karena ia bermain sebanyak 34 kali, 33 di antaranya di ajang Serie-A. Ia berarti mendapat kepercayaan yang lumayan dari Luigi del Neri yang di musim itu menukangi Si Nyonya Tua. Cukup lumayan dan Aquilani sempat berharap bisa dipermanenkan di Juventus. Namun itu tidak terjadi. (ralat: Aquilani tidak sempat membantu Juventus juara, karena di musim 2010/2011 yang menjadi juara adalah AC Milan).
Pada musim berikutnya, Aquilani kembali dipinjamkan ke klub Serie-A yang lain yaitu AC Milan. Sial lagi-lagi datang. Di sana ia mengalami cedera yang serius sehingga harus menepi sebanyak 14 pertandingan. Jangan heran jika Aquilani hanya mencetak satu gol bersama AC Milan. Jumlah laga yang dilakoninya pun berkurang. Jika di Juve ia mencicipi 33 laga di Serie-A, di Milan ia hanya merasakan 23 laga.
Akhirnya Liverpool memutuskan untuk menjual Aquilani ke Fiorentina. Bersama La Viola ia sempat kembali cedera parah setelah dua bulan melakoni laga bersama Fiorentina. Namun penampilannya berangsur membaik di musim-musim berikutnya. Di Fiorentina Aquilani menemukan konsistensi penampilannya dengan mencatatkan 13 gol dalam 81 penampilan selama tiga musim berseragam Fiorentina.
Singkatnya, Aquilani bermain lebih stabil selama di Fiorentina. Untuk pemain dengan riwayat cedera kambuhan sepertinya, bisa bermain sebanyak 81 laga dalam tiga musim tentu capaian yang sangat baik. Wajar jika Aquilani merasa optimis masa depannya masih cukup cerah,
Tapi nasib kembali berkata lain. Meskipun penampilan Aquilani dinilai cukup baik, hal tersebut tak membuat pihak Fiorentina memperpanjang kontraknya yang habis di musim lalu. Kini Si Pangeran Kecil berstatus "bebas transfer".
Begitu ironis memang melihat apa yang terjadi dengan Aquilani. Pemain dengan memiliki skill mumpuni, baik dalam menyerang maupun bertahan, dan memiliki tendangan jarak jauh yang baik. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, ia juga berpengalaman dengan seragam tim nasional. Jam terbangnya membela negara sudah dimulai sejak umur 14 tahun. Ia sudah memperkuat Italia dari level u-15 hingga level senior.  38 penampilan bersama timnas senior Italia juga bukan angka yang kecil.
Ironis sekali pemain yang di masa mudanya sangat dipuja dan diharapkan oleh publik Roma sebagai suksesor Totti ini justru menggelandang tanpa kesebelasan yang mau mempekerjakannya -- setidaknya hingga pekan ini. Ia yang dulu digadang-gadang akan menjadi tulang punggung Italia bersama rekan seangkatannya seperti Montolivo atau Marchisio malah menjadi usang dan berkarat.
Ada kabar yang menyebutkan bahwa AS Roma berniat merekrutnya kembali. Ini mungkin kabar yang cukup melegakan. Namun jika ia memang masih punya ambisi dan harapan memperkuat Italia di Piala Eropa 2016, agaknya Roma bukan opsi yang tepat. Lini tengah "Serigala Ibukota" itu sudah penuh dengan stok pemain. Dari Kevin Strootman, Radja Nainggolan, Miralem Pjanic, Daniele de Rossi, Seydou Keita, hingga Salih Ucan dan Leandro Paredes.
Major League Soccer mungkin dengan senang hati menerima kedatangan Aquilani. Ia pun tentu akan mendapatkan bayaran yang cukup untuk mempersiapkan masa pensiunnya. Tapi bermain di Amerika tentu saja akan (nyaris) menutup pintu rapat-rapat baginya untuk kembali berseragam Azzuri.
Ia disebut-sebut kesulitan mendapatkan kesebelasan yang mau mempekerjakannya karena menuntut bayaran yang terlalu tinggi. Namun Aquilani menolak tuduhan itu. Katanya, "Tidak betul jika dikatakan aku meminta uang yang terlalu banyak. Aku pernah memperolah uang yang banyak dalam beberapa tahun terakhir. Sekarang aku sudah cukup pintar untuk mengerti bahwa aku sudah tidak bisa lagi meminta terlalu banyak uang."
Agak mengharukan membaca kalimat terakhir Aquilani itu. Kalimat "aku sudah cukup pintar untuk mengerti bahwa aku sudah tidak bisa lagi meminta terlalu banyak uang" adalah pengakuan jujur betapa ia memang bukan lagi "Si Pangeran Kecil". Ia bukan lagi pemain muda yang berbakat. Aquilani sudah mulai beranjak tua, walau belum kelewat renta, dengan riwayat cedera yang membebani CV-nya.
Aquilani tak meminta banyak. Ia sudah tahu diri. Tapi ia masih menyimpan sedikit mimpi dan ambisi yaitu bermain di Piala Eropa 2016. Bisalah itu dikatakan sebagai mimpi-mimpi terakhir Aquilani.
Penulis tinggal di Jl. Setu Pedongkelan, Depok.
Komentar