Ditulis oleh Freddi Sidauruk
Sebagai pelatih, Rafael Benitez kenyang dengan cemohan. Dibandingkan dukungan, kedatangannya sebagai suksesor Don Carlo di Real Madrid lebih menuai kontroversi. Apalagi kalau mengingat bahwa ia pernah melatih salah satu rival terberat Los Galacticos, Valencia, tahun 1990-2000-an.
Kalau menelisik rekam jejak Benitez, cemoohan yang dialamatkannya bukan kali ini saja. Pada awal musim 2012, ada banyak suporter Chelsea yang menolak penunjukkannya sebagai pelatih baru. Terlebih ia merupakan mantan pelatih Liverpool yang mengantarkan timnya meraih sejumlah prestasi.
Lepas dari segala cemohoon dan kontroversi kedatangannya ke Madrid, bagi saya, setidaknya ada tiga hal yang seharusnya membikin Benitez diberi kesempatan untuk melatih tim sekelas Madrid. Petama, Benitez adalah seorang kelahiran kota Madrid. Kedua, Benitez sudah pernah meraih trofi bergengsi Eropa. Ketiga, Benitez memiliki cara tersendiri dalam menangani tim.
Sebagai seorang pelatih asal Madrid, Benitez pun mengawali karir sepakbolanya bersama Real Madrid. Walaupun sudah 11 tahun Benitez tidak mengecap persaingan Liga Spanyol, tetapi dengan kemampuan dengan kemampuan melatihnya di beberapa liga top Eropa tentu bukan hal yang sulit bagi Benitez untuk beradaptasi dengan iklim Liga BBVA.
Di samping itu, Benitez adalah pelatih yang dari dulu sudah diinginkan oleh sang Presiden klub, Florentino Perez, untuk melatih Madrid. Dukungan dari sang presiden tentunya dibutuhkan Benitez untuk mendinginkan cemoohan yang diarahkan kepadanya. Dukungan itu tentunya harus dapat dimanfaatkan oleh Benitez sebaik mungkin sebagai nahkoda tim Los Merengues.
Kabarnya, Rafael benitez memang diincar oleh Perez sejak di Liverpool. Simak kisahnya di sini
Kedua, Benitez adalah pelatih yang berprestasi. Di tengah persaingan dengan tim Los Galacticos Jilid I serta Barcelona yang diperkuat oleh mega bintangnya Ronaldinho Gaucho, ia membawa Valencia dua kali juara La Liga pada musim 2001/2002 dan 2003/2004. Selain itu, kemampuan Benitez membawa Valencia meraih prestasi di kompetisi Eropa dengan menjuarai Piala UEFA pada musim 2003/2004, menjadikan namanya mulai dilirik oleh beberapa klub papan atas Eropa. Dapat dipastikan kalau hal ini yang membuat manajemen Liverpool mengontrak Benitez untuk melatih The Reds pada musim berikutnya.
Prestasi Benitez juga ditambah dengan keberhasilan Liverpool merebut gelar juara Liga Champions 2005/2006. Liverpool yang saat iu sudah tertinggal 0-3 dari AC Milan berhasil bangkit dan meraih gelar juara. Begitu pula dengan apa yang dicapainya bersama Chelsea. Musim 2012/2013, Chelsea berhasil melewati fase grup Liga Champions dan menjadi juara Liga Eropa. Sebelas gelar juara baik dari domestik hingga Eropa bisa menjadi referensi bagaimana kiprah seorang Benitez selama melatih klub.
Ketiga, Benitez mempunyai cara melatih tersendiri. Sebagai pelatih, ia gemar bereksperimen dan merotasi para pemainnya, tak terkecuai kapten kesebelasan. Hal ini dirasakan oleh John Terry ketika ia dilatih oleh Benitez pada musim 2012/2013. Waktu itu Benitez memberikan enam belas kesempatan bermain untuknya, jumlah yang terbilang sedikit untuk ukuran pemain senior sepertinya. Jumlah ini bahkan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan total penampilan pemain baru seperti Gary Cahill.
Rotasi yang dilakukan oleh Benitez, selain bertujuan untuk memberikan kesempatan bermain yang seimbang kepada para pemainnya, juga merupakan bentuk adaptasi strategi dalam menghadapi berbagai pertandingan. Sebagai pelatih, Benitez sadar bahwa setiap lawan memiliki strategi yang berbeda, sehingga juga harus dihadapi dengan strategi yang berbeda.
Tulisan lainnya tentang Rafael Benitez: "Seburuk itukah Benitez untuk Madrid?"Â
Walau demikian, Benitez juga bukannya tanpa kekurangan. Ketika melatih Inter Milan pada musim 2010/2011, Benitez tidak bisa menghadirkan prestasi bagi klub yang pada musim sebelumnya menjadi âRaja Kompetisi Eropaâ tersebut. Begitu juga ketika melatih Napoli, gagal membawa Napoli tampil di Liga Champion, Benitez harus angkat kaki dan mengakhiri 76 kali laga Serie A yang dilaluinya bersama Napoli.
Laga pra musim 2015/2016 telah dilalui Benitez bersama klub barunya, Real Madrid. Setelah menjadi juara di Australia, Real Madrid berhasil mengalahkan AC Milan lewat adu penalti 10-9. Dan bukannya tidak mungkin kalau sekarang Benitez sedang mencoba untuk mengenal lebih jauh setiap potensi yang dimiliki para pemainnya sehingga dapat membawa trofi baru ke Santiago Bernabeu.
Benitez barangkali bukan seorang pelatih yang dicintai para suporter. Dibandingkan dukungan, kedatangannya lebih sering diawali dengan penolakan. Namun demikian, berkaca pada apa yang telah dicapainya dahulu, bukannya tak mungkin jika cemoohan yang didapatnya di Madrid kali ini, juga akan berakhir dengan tepuk tangan dan puja-puji.
Penulis bisa dihubungi lewat akun Twitter @freddisidauruk
Komentar