Karya Firdaus Amri
Sundulan dari seorang gelandang jangkung membawa Lazio unggul atas tuan rumah Dnipro Dnipropetrovsk pada pertandingan pertama penyisihan grup G Liga Eropa 2015/2016. Sayang sundulan itu gagal mendatangkan tiga poin karena bisa disamakan jelang bubaran. Hasil ini menempatkan kedua kesebelasan di posisi ketiga dan keempat grup G.
Namun di balik itu semua, ada satu nama yang mencuri perhatian penulis, yaitu si pencetak gol bagi Lazio pada malam itu. Siapa lagi kalau bukan Sergej Milinkovic-Savic.
Mungkin belum banyak yang mengenal profil pemain ini. Sergej Milinkovic-Savic lahir di Spanyol dari keluarga asal Serbia dua puluh tahun yang lalu. Ia mewakili timnas Serbia pada Piala Eropa U-19 tahun 2013 dan 2014 serta Piala Dunia U-20 tahun ini.
Ia mengawali karir di sebuah klub negara asalnya, Vojvodina. Ia kemudian pindah ke klub Belgia, RKC Genk pada musim 2014/2015. Sempat menjadi incaran raksasa Liga Inggris Arsenal dan Manchester United di awal musim ini, saudara kandung dari kiper muda Manchester United, Vanja Milinkovic-Savic, ini akhirnya berlabuh ke klub Liga Italia bersama Lazio.
Kepindahannya ke Lazio bisa dibilang penuh dengan drama. Klubnya saat itu, RKC Genk, telah menerima tawaran dari klub Liga Italia, ACF Fiorentina. Ketika si pemain, agen, dan pihak RKC Genk telah tiba di Kota Firenze untuk melakukan tes medis dan penandatanganan kontrak, ia ujug-ujug membatalkan kepindahannya sambil mengatakan bahwa ia hanya ingin pindah ke Lazio.
Tak mau membuang peluang emas, setelah mendengar kabar tersebut pihak Lazio langsung mengontak pihak klub RKC Genk untuk melakukan penawaran terhadap youngster Serbia tersebut. Akhirnya, Sergej Milinkovic-Savic resmi menjadi pemain Lazio dengan mahar sebesar 9 juta euro dan kontrak selama lima tahun.
Lalu apa yang spesial dari pemuda dengan tinggi 192 cm ini?
Karirnya mulai menanjak tatkala membantu timnas Serbia U-19 memenangkan trofi Piala Eropa U-19 dua tahun lalu. Setahun kemudian, ia kembali membantu negaranya mencapai semifinal Piala Eropa U-19 sebelum akhirnya kandas di tangan Portugal. Namanya semakin meroket tatkala membawa negaranya menjuarai Piala Dunia U-20 yang digelar di Selandia Baru bulan Juni lalu. Anak asuh Veljko Paunovic ini berhasil mengalahkan favorit juara Brazil dengan skor 2-1 di laga final.
Pemain yang masih memiliki kesempatan bermain bagi timnas Bosnia & Herzegovina (ayahnya merupakan keturuan Bosnia & Herzegovina) ini dianggap memiliki pengaruh besar dalam kesuksesan timnas Serbia, bersama bintang muda lainnya seperti Andrija Zivkovic dan Nemanja Maksimovic. Bahkan ia diganjar dengan Bronze Ball alias pemain terbaik ketiga pada turnamen itu, di bawah bintang muda Mali Adama Traore dan youngster Brazil Danilo.
Dari segi permainan, banyak pihak menyebut permainannya mirip gelandang Chelsea dan timnas Serbia, Nemanja Matic, serta pemain kribo Manchester United asal Belgia, Marouane Fellaini. Sama seperti kedua seniornya tersebut, pemilik nomor punggung 21 di klub ibu kota Italia ini fasih bermain di semua posisi gelandang tengah. Ia mampu menjadi double pivot dalam skema 4-2-3-1, gelandang tengah sejajar pada skema 4-3-3, bahkan ia juga piawai berperan sebagai gelandang serang di belakang striker.
Bila dilihat dari posturnya yang tinggi menjulang, ia bisa saja ditempatkan sebagai striker tunggal yang bertugas sebagai penyelesai umpan-umpan silang maupun sebagai towering yang bertugas memantulkan umpan daerah, seperti yang sering diamanatkan Louis van Gaal pada seorang Marouane Fellaini. Dengan kondisi fisik yang unggul, didukung gaya bermain yang skillfull serta penuh kengototan, tak sedikit pihak yang menyamakannya dengan bintang Juventus yang menjadi primadona pada beberapa bursa transfer, Paul Pogba.
Di klubnya saat ini, ia memang belum mendapatkan tempat di skuat utama. Ia masih kalah bersaing dengan para senior macam Marco Parolo, Lucas Biglia, atau eks kapten yang baru direkrut kembali, Stefano Mauri. Ia beberapa kali masuk sebagai pemain pengganti di laga Lazio, dan baru menjadi starter saat Tim Elang bentrok dengan Dnipro. Namun mengingat debutnya yang gemilang dengan mencetak gol, bukan tidak mungkin pada pertandingan-pertandingan berikutnya Stefano Pioli, pelatih Lazio, memberikannya lebih banyak kesempatan bermain bersama pemain muda lain seperti Ricardo Kishna yang juga tampil gemilang malam itu.
Mengingat usianya yang masih 20 tahun dan dianugerahi kemampuan yang cukup lengkap, 2 atau 3 tahun lagi ia bisa jadi komoditi bursa transfer klub-klub papan atas, asalkan terus berlatih agar bisa tampil konsisten. Tentu sembari sedikit bersabar untuk mendapatkan satu tempat di skuat utama pasukan Elang. Toh dengan segala yang ia punya saat ini, ia gelandang yang dibutuhkan di hampir semua skema di era sepakbola modern.
Ya, ia adalah the next big thing.
Sumber foto: www.mozzartsport.com/
Penulis adalah mahasiswa psikologi semester akhir di salah satu universitas negeri di pinggiran Jakarta. Sangat mencintai sepakbola, khususnya Liga Italia, dan The Beatles. Bisa dijumpai lewat akun twitter @FirdsAmri
Komentar