Karya: Irwan Nirwansyah
Piala Presiden 2015 sedang melangkah pada penghujungnya. Final turnamen yang dibuat untuk memenuhi dahaga masyarakat sepakbola Indonesia ini mempertemukan Persib Bandung dan Sriwijaya FC, dua kesebelasan papan atas Indonesia.
Persib Bandung adalah jawara Liga Indonesia pertama dan Indonesia Super League (ISL) terakhir sebelum Menpora membekukan PSSI yang mana berimbas pada berakhir dadakannya ISL musim ini. Sementara Sriwijaya FC adalah Juara Liga Indonesia 2008 dan ISL pada 2012. Sebuah final yang ideal.
Tapi gembar-gembor final ideal yang harusnya diisi oleh berita-berita di media tentang kekuatan dua kesebelasan tereduksi oleh persoalan lain. Alih-alih menyorot persiapan kedua kesebelasan menjelang final, media justru menyorot venue yang akan digunakan untuk partai final, Stadion Utama Gelora Bung Karno yang berada di Jakarta. Persiapan venue terutama tentang keamanan menjadi pokok pembicaraan hangat.
Jakarta bukanlah kota yang bersahabat untuk Persib dan pendukungnya. Konflik antara sekelompok pendukung Persib dan kelompok pendukung Persija, Jakmania, yang notabene pendukung kesebelasan dari Ibukota Jakarta, sampai sekarang tidak pernah mereda.
Dendam kesumat tampaknya diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan konflik ini sempat dijadikan sebuah film yang cukup kontroversial oleh Andi Bachtiar Yusuf dengan judul âRomeo dan Julietâ.
Tapi pihak kepolisian yang berkewajiban memberikan keamanan telah menyatakan kesiapannya. Polda Metro Jaya dan Jabar dikabarkan telah berkoordinasi. Pasukan juga telah disiapkan bahkan kota Jakarta nantinya akan siaga 1.
Ini tak lain dan tak bukan karena nantinya laga final akan dihadiri oleh sang Presiden RI sendiri. Selain itu, pasukan Satpol PP, dishub, bahkan anggota TNI dari Kodim pun akan diperbantukan untuk mengamankan jalannya laga. Intel pun dikatakan telah disebar. Intinya aparat siap.
Aparat telah siap. Lalu apakah masyarakat sepakbola kita juga sudah siap? Masyarakat bola yang menjadi sorotan kali ini adalah pendukung Persib dan pendukung Persija.
Yang kita harapkan nanti bobotoh mematuhi segala kesepakatan yang ada tanpa yel-yel berbau rasis ataupun ejekan dan berperilaku sewajarnya selama di Jakarta, menang atau kalah. Di sisi lain, kita harapkan Jakmania  bisa duduk manis di depan layar kaca ataupun lebih elegannya menyambut bobotoh dengan keramahan Jakarta.
Tapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, rekan-rekan aparat keamanan diwajibkan tidak memalingkan wajahnya sedikit pun dari pengawasan dan tetap profesional. Yang kita harapkan semua berjalan lancar, pertandingan diwarnai aksi-aksi menarik, gol-gol spektakuler, adu taktik masing-masing pelatih, sorakan bergantian dari tribun, dan tepukan tangan membahana dari segala penjuru stadion legendaris itu. Jika itu semua bisa terjadi, hal itu akan melengkapi berkumandangnya Indonesia Raya secara serempak dari tanah hingga langit Indonesia itu yang menandakan optimisme kebangkitan sepakbola Indonesia.
Kondisi persepakbolaan Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak baik. Masyarakat elit sepakbola Indonesia sedang dalam pertikaian. Rencana kurang matang Menpora diimbangi dengan ketidaklegowoannya PSSI.
Pembekuan PSSI oleh pemerintah berarti pembekuan Indonesia dari FIFA. Sanksi FIFA jatuh. Indonesia tidak bisa menjajal kemampuannya secara internasional. Kompetisi dihentikan dengan kontroversial. Pelaku sepakbola diterpa kebimbangan.
Pendukung Persib dan Persija jangan memperburuk keadaan tersebut. Jangan sampai sama saja yang di atas maupun yang di bawah. Masyarakat sepakbola proletar tak ubahnya dengan yang borjuis. Yang satu selalu ingin fanatik buta pada kesebelasan kesayangan dan yang satu fanatik buta pada kekuasaan. Parahnya semuanya dibalut dengan âsumbu pendekâ masing-masing.
Final Piala Presiden memang menjadi puncak dari segala momentum. Laga-laga Piala Presiden ini dikatakan dan dijamin bebas dari segala suap menyuap maupun skandal perjudian. Gelaran ini menjamin pula tidak adanya pengaturan skor yang dibantu wasit, pemain, ataupun unsur-unsur lainnya, walaupun masih menyisakan kasus kepemimpinan wasit yang kontroversial pada beberapa laga.
Selain itu, ada masalah regulasi yang kurang jelas sehingga rancu perbedaan pemahaman di masing-masing manajer. Salah satunya tentang regulasi kartu. Namun, hal itu semua tidak membuat Piala Presiden ini kehilangan momentumnya. Momentum untuk perubahan sepakbola Indonesia ke depannya ada, bukan saja untuk Persib dan Sriwijaya FC.
Jika final ini terselenggara dengan baik dan aman sentausa, ini adalah indikator telah dewasanya masyarakat sepakbola di negeri ini. Dengan kebiasaan kedua kubu yang bentrok tapi jika nanti pada kenyataannya aman dan tidak ada sedikit pun gangguan keamanan, dapat disimpulkan ada perkembangan yang sangat progresif. Kita bisa melihat masa depan cerah sepakbola Indonesia dengan hal itu.
âMomentum bukanlah sekadar tentang waktu, ia adalah usaha yang bertemu dengan takdirnyaâ
Pendukung Persija dan Persib yang cinta kedamaian. Beredar di dunia maya dengan akun Twiter @nirwansyah
Komentar