Bona-versatile
Pelatih baru Milan, Sinisa Mihajlovic, memang memberikan peran yang berbeda pada Bonaventura pada musim ini. Jika saat bersama Inzaghi ia lebih sering beroperasi di tengah, kini Bonaventura sering dimainkan melebar.
Bonaventura idealnya memang bermain di area tengah. Namun Mihajlovic sudah menempatkannya pada tiga posisi berbeda musim ini. Situs whoscored mencatat selama diturunkan sebagai starter, Bonaventura bermain sebanyak empat pertandingan sebagai gelandang tengah, dua pertandingan sebagai gelandang serang, empat pertandingan sebagai penyerang sayap, dan sisanya sebagai pengganti. Data ini menunjukkan Bonaventura cukup versatile di mana ia bisa bermain maksimal di berbagai posisi. Kemampuan inilah yang membuatnya mendapat keunggulan dibandingkan para pemain tengah Milan lainnya, dan tentu saja menjadikannya pemain salah satu paling berpengaruh atas performa Milan sejauh ini.
Akan tetapi, berbicara menngenai versatile player, Milanisti sebenarnya punya pengalaman buruk. Kita berbicara mengenai seorang pemain yang sempat membuat Real madrid tertarik atas performanya setelah membawa Milan meraih scudetto pada 2011, yaitu Kevin Prince Boateng.
Pada awal kedatangannya pada 2010, Boateng lebih banyak bertugas sebagai box to box midfielder, bersaing bersama gelandang-gelandang senior seperti Mark van Bommel, Massimmo Ambrosini, Genaro Gattuso, Andrea Pirlo, Ronaldinho dan Clarence Seedorf. Skuat ini berhasil meraih gelar juara Serie A ke-18 Milan.
Namun setelah hengkangnya para pemain bintang seperti Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, Alexandro Pato, Nesta, Gattuso, Van Bommel dan Gattuso pada awal 2012/2013 Boateng mulai dicoba-coba menempati posisi lain. Dimulai dari trequartista, penyerang sayap, hingga penyerang tengah pernah dijalaninya.
Pada titik inilah Boateng mengalami kemunduran. Penampilannya tidak pernah lebih baik sebagaimana yang ditampilkannya pada dua musim sebelumnya. Seiring dengan memburuknya penampilan Milan secara menyeluruh, sinar Boateng sebagai versatile player pun meredup hingga akhirnya dilego ke Schalke 04.
 Baca juga Boateng yang dikabarkan akan kembali memperkuat AC Milan
Kekhawatiran inilah yang ditakutkan menimpa Bonaventura. Seorang versatile player akan kesulitan untuk berkembang secara maksimal dalam satu posisi, karena tuntutan strategi membuatnya harus berpindah posisi. Sehingga dampak negatifnya adalah kemampuannya ditiap posisi hanya sekedar rata-rata dan tidak lebih, karena tidak dapat fokus pada satu posisi.
Sepakbola modern memang menuntut pemain untuk dapat bermain dibanyak posisi. Hal ini untuk mendukung variasi taktik sang pelatih. Namun, di sisi lain, semakin versatile seorang pemain, maka perkembangannya sulit untuk diharapkan.
Misalnya, tengok juga bagaimana nasib Emmanuele Giaccherini yang bisa ditempatkan di banyak posisi, justru menempatkannya sebagai cadangan ketika bermain di Juventus asuhan Antonio Conte. Setelah pindah ke Sunderland, Giaccherini tidak mampu berbuat banyak, hingga kini ia kembali ke Italia untuk bermain bersama Bologna.
Milanisti tentu berharap Bonaventura adalah pengecualian. Pencapaian apiknya di awal musim 2015/2016 ini diharapkan tetap konsisten. Hal ini sangat penting untuk mengembalikan Milan berpartisipasi lagi di kompetisi Eropa, kompetisi yang sudah dua musim terakhir absen dalam agenda tengah minggu Rossoneri. Semoga Bonaventura bisa menjadi satu dari sekian banyak pemain yang bisa mewujudkannya.
Penulis adalah mahasiswa master riset tahun pertama yang juga penggemar sepakbola Italia. Dapat ditemukan di Twitter dengan akun @aanisti.
foto: sports.yahoo.com
Komentar