Jangan Lupakan Saya, Bobotoh!

PanditSharing

by Pandit Sharing 43169

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Jangan Lupakan Saya, Bobotoh!

Oleh: Rifa Zainurrofi

Awal kisah bermula saat kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia 2006. Saat itu laga menghadapi Arema Malang di Stadion Siliwangi, saya tak mengingat hari tapi saya mengingat momen. Ya, momen dimana Sinthaweechai Hathairattanakool, atau yang terkenal dengan panggilan Kosin, tampil gemilang dan berhasil mencuri perhatian saya di stadion bersama decak kagum belasan ribu Bobotoh lain, terlebih Kosin berhasil menahan tendangan penalti pemain Arema.

Satu musim lamanya, Kosin yang ditransfer dari klub Osotspa Samut Prakan FC ini mengawal jala gawang Persib. Mulai saat itu, poster di dinding kamar saya dipenuhi gambar pria tampan berambut gondrong ini, namun yang harus diingat, saya tetaplah pencinta lawan jenis.

Tak terasa, kebintangan Yaris Riyadi terlihat gelap mungkin karena Kosin. Pemain asal Thailand ini pandai menaruh perhatiannya hingga melekat terlalu dalam di hati dan jiwa Bobotoh. Dengan 33 pertandingan yang dijalani, rasanya itu terlalu singkat. Membuat kami buta seakan takkan pernah ada lagi penjaga gawang sepertinya.

Adapun Tema Mursadat yang tampil tak kalah apik menggantikannya di musim berikutnya, namun Kosin tetap berbeda. Senyum ramahnya seakan mencoba memberi tahu kami bahwa semua ini takkan berlalu terlalu cepat.

Ada yang menarik saat jeda kompetisi Divisi Utama 2006 (sebelum berganti nama menjadi Indonesia Super League pada tahun 2008), pemain-pemain bintang dari Wilayah Barat dan Wilayah Timur bertemu dan saling membela wilayahnya masing masing dalam pertandingan tunggal yang diberi nama “Perang Bintang” dan dilaksanakan di Stadion Jatidiri, Semarang.

Ajang ini baru terselenggara kembali di musim 2006 setelah sebelumnya resmi terselenggara sebanyak dua kali yaitu pada musim 1994 dan 1995. Perang Bintang mempertemukan pemain pemain yang dianggap tampil gemilang dan memiliki nilai tersendiri yang disaring melalui hasil poling SMS. Setiap wilayah masing masing dipilih 18 pemain dengan perolehan suara terbanyak, sementara itu Kosin berhasil menjadi pemain pilihan utama dalam polling SMS penentuan skuad Perang Bintang 2006 dari seluruh pecinta sepakbola tanah air yang artinya menempati urutan pertama mengalahkan eksistensi Christian “si Gila” Gonzalez dan Boaz Solossa yang lebih dulu tenar di kancah sepakbola Indonesia.

Kontrak satu musim di tahun 2006 bersama Persib Bandung berakhir sudah, karir gemilangnya ini rupanya tercium oleh raksasa Thailand, Chonburi FC. Kosin kembali ke Thailand dan  membela The Shark.

Selalu ada rasa yang tertinggal di setiap perjalanan. Begitupun dengan apa yang telah Kosin habiskan sedikit waktunya di Persib. Dengan romantis, dari Bangkok, 1 September 2006, peraih dua medali emas SEA Games (2003 dan 2005) itu mengirimkan surat cintanya untuk kami, lagi-lagi Bobotoh.

Kosin_3
"Saya akan bermain di Indonesia lagi..."

Tapi pada nyatanya, Kosin tak kunjung kembali setelah 3 musim lamanya dia membela Chonburi yang langganan Liga Champions AFC itu. Namun tak mengapa, ternyata Kosin adalah pria sejati yang menepati janjinya untuk kembali membela Persib Bandung pada musim 2009, meski hanya separuh musim untuk masa pinjaman dari Chonburi karena Liga Primer Thailand sedang libur jeda kompetisi.

Lebih sebentar dari 33 pertandingan, yaitu hanya 11 pertandingan saja yang ia lakoni. Dari sudut tribun barat Si Jalak Harupat, kala Persisam Samarinda bertamu untuk menguji seberapa tangguh penjaga gawang asal Negeri Gajah Putih tersebut, di laga ke-11, di laga yang sebenarnya tak ingin saya sebut laga perpisahan.

Para penyerang dari Samarinda yang dipimpin oleh Choi Dong Soo dibuat frustrasi oleh ketangguhan penjaga gawang kelahiran 23 Maret 1982 ini yang telah kembali, seakan ingin menegaskan bukan dia yang menginginkan perpisahan ini terjadi, tapi dalam sepakbola apapun bisa terjadi dan dia harus kembali ke Chonburi.

“Love comes slow, and it goes so fast.” Rindu kami yang telah sekian lama memang terobati, sangat terobati. Kosin tak pernah berubah, kembali dengan rambut gondrongnya, dia tetap memiliki insting cekatan pada bola yang sama baiknya seperti pertama dulu.

Masih dari sudut tribun barat, saat Kosin ditarik keluar di akhir pertandingan dan masuk sang kiper pengganti, Markus Horison, saya berujar, bukan udara dingin yang membuat tubuh ini merinding, bukan juga pria mabuk dipinggir saya hingga tertidur pulas. Tapi dialah Kosin, seperti cinta lama yang datang kembali namun Bandung secara singkat harus kembali dingin karna harus kembali ditinggal Kosin.

Perasaan cinta yang luar biasa yang telah ia rasakan terhadap tim yang bahkan dia tidak terlahir disini, tidak tumbuh kembang disini, tapi dia bermekaran di hati setiap Bobotoh.

Peluit akhir dibunyikan, Tuhan, dia kembali harus pergi. Malam yang semakin dingin ketika Kosin menjatuhkan air mata di hadapan puluhan ribu Bobotoh dan berkata “Jangan lupakan saya, Bobotoh”.

Kosin Hathairattanakool, sekarang ia sudah berusia 33 tahun dan masih membela Chonburi FC serta masih menjadi andalan kesebelasan negara Thailand. Kosin Hathairattanakool, Bobotoh tidak pernah melupakan kamu.

Sumber: www.simamaung.com
Sumber: www.simamaung.com

Penulis adalah seorang mahasiswa yang tinggal di Kota Bandung, bias disapa melalui akun Twitter @rifazainurrofi

Sumber foto: www.simamaung.com

Komentar