Sepakbola Eropa rasanya semakin dekat dengan keseharian kami di Indonesia. Batas geografi seringkali terasa irrelevan: Asep di Cimahi bisa tahu persis jumlah umpan Michael Carrick atau total sundulan Luis Suarez ketimbang jumlah assisst Atep atau total gol Bepe sepanjang karirnya.
Maka jangan heran jika menulis sepakbola Eropa rasanya lebih mudah ketimbang menulis perihal sepakbola Indonesia. Rentang ribuan kilometer antara Cimahi dan London teratasi oleh hamparan informasi yang luar biasa banyaknya. Asep di Cimahi dengan sangat mudah mengetahui bukan hanya statistik Andrea Pirlo dalam 1 musim, tapi juga bisa dengan mudah mencari tahu Julien Lescott berlatih sepakbola di SSB mana saat kecil dulu.
Inilah kiranya yang menyebabkan tulisan mengenai sepakbola Eropa sangat banyak jumlahnya ketimbang tulisan mengenai sepakbola Indonesia itu sendiri. Jika Asep hendak menulis review performa Radja Nainggolan di Cagliari mungkin hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk mengumpulkan data dan informasi, Asep boleh jadi butuh waktu berjam-jam untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai Imanuel Wanggai jika hendak mengulas performa Wanggai selama 1 musim.
Esai-esai Dalipin di About the Game-nya Detiksport menyeruak di tengah "ilusi" kemudahan menulis sepakbola Eropa. Dengan caranya sendiri, melalui esai-esainya itu, Dalipin menyodorkan semacam teguran lembut, mungkin seperti elusan seorang ayah di kepala anaknya: ada banyak aspek dalam sepakbola Eropa, khususnya Inggris, yang mustahil Anda tulis jika tak pernah bersentuhan langsung dengan keseharian dan kebudayaan yang melatari sepakbola Eropa itu sendiri.
Hampir semua esai Dalipin mengenai sepakbola Eropa, khususnya Inggris, lahir dari perjumpaan langsung dengan keseharian dan kebudayaan Inggris. Asep mungkin saja bisa mendapatkan informasi mengenai kisah stasiun dalam pertarungan dua kelompok suporter di London. Tapi tanpa pernah menginjakkan kaki di stasiun itu, Asep rasanya mustahil mengisahkan kontur, tekstur, dan psike stasiun itu pada saat match-day.
Kelas menulis Pandit Football pekan ini akan mengambil tema "MENULIS DARI DEKAT [SE]SEKALI". Dengan tema ini, kami berharap, peserta akan mendapatkan gambaran -- berdasarkan pengalaman kreatif Dalipin -- dalam menulis sepakbola Eropa, khususnya Inggris. Bagaimana Dalipin menangkap impuls-impuls keseharian di Inggris sebagai latar belakang dari esai-esainya mengenai sepakbola Inggris.
Hampir dipastikan bahwa impuls-impuls keseharian Inggris yang menjadi latar belakang esai-esainya Dalipin itu tidak sengaja ditangkap untuk kepentingan menulis sepakbola. Impuls-impuls itu hadir begitu saja, ditangkap sedemikian rupa, dan lantas diolah melalui proses kognisi yang panjang sehingga tampak wajar sekaligus transparan untuk dijadikan latar belakang esai-esainya.
Kami berharap, kelas menulis kali ini bisa memperkarya batin dan intelektual para (calon) penulis sepakbola di Indonesia. Tidak untuk menulis sepakbola Eropa yang jauh, tapi untuk menulis sepakbola Idonesia itu sendiri. Curah pengalaman yang akan dikisahkan oleh Dalipin, kami harapkan, akan mengasah kepekaan para (calon) penulis sepakbola di Indonesia untuk mulai peka dengan impuls-impuls keseharian yang berlangsung di Indonesia, di stadion, di jalan-jalan menuju stadion, atau pun di ruang keluarga yang kerap menyetel laga-laga sepakbola Indonesia.
Komentar