Oleh: Angga Septiawan Putra*
Akhir-akhir ini, saya sering berada di depan layar komputer, entah itu untuk mengerjakan tugas atau pun sekadar bermain game. Saya juga cukup sering berselancar di internet. Dalam suatu kesempatan, ketika saya tengah membuka Youtube, saya iseng mengetikkan nama Joshua Kimmich di panel pencarian. Kemudian, muncullah sebuah video yang mengingatkan saya pada kejadian di masa pramusim Bundesliga 2015/2016.
Kejadian tersebut terjadi pada pertandingan Bayern Munchen menghadapi AC Milan di ajang Audi Cup 2015. Ketika itu, pelatih Bayern, Pep Guardiola, beradu mulut dengan Nigel de Jong, gelandang AC Milan.
Saat berada di lorong stadion, Pep memulai perselisihan dengan mengeluarkan beberapa kalimat ke arah De Jong yang berada di dekatnya. Nama terakhir yang tak terima langsung menanggapinya. Pemain tengah asal Belanda itu bahkan terlihat sangat emosi dengan berusaha mendekati Pep. Beruntung, aksi tersebut dicegah oleh rekan setimnya.
Kejadian yang terjadi saat turun minum pertandingan di Allianz Arena tersebut ternyata disebabkan oleh insiden kecil ketika babak pertama tengah berlangsung. Pep marah ketika Joshua Kimmich, pemain yang baru didatangkan di awal musim 2015/2016 mendapat tekel dari De Jong yang membuatnya cedera.
"Saya sedih untuk Kimmich," ucap Pep setelah pertandingan berakhir.
Saya sedikit heran ketika Pep melakukan tindakan itu. Audi Cup hanyalah turnamen pramusim yang biasanya dijadikan pelatih sebagai wadah berkreasi terhadap formasi serta sistem permainan. Saat itu saya juga sempat melihat aksi Kimmich di jejaring sosial Youtube yang menurut saya tidak bagus-bagus amat.
Kemudian, stok gelandang Bayern –posisi Kimmich bermain– dapat dibilang mencukupi, bahkan berlimpah. Di musim itu, meskipun kehilangan Bastian Schweinsteiger, mereka mendapatkan penggantinya dalam diri Arturo Vidal. Selanjutnya ditambah dengan sederet pemain tengah berkualitas semacam Thiago Alcantara, Xabi Alonso, Sebastian Rode, Javi Martinez, dan Hojgberg. Belum lagi Philip Lahm dan David Alaba yang bisa bermain di lini tengah.
Sebenarnya, apa yang membuat pelatih berkepala pelontos tersebut begitu emosional? Apa alasannya?
Saya baru mendapat jawabannya ketika musim kompetisi 2015/2016 hampir berakhir. Jika diperhatikan di sepanjang musim, pemain kelahiran 8 Februari 1995 itu memang cukup berguna bagi Bayern. Bukan. Bukan cukup berguna, tetapi sangat berguna. Ini dapat dilihat dari berbagai aksi yang ia buat di musim ini.
Salah satu aksinya yang paling saya ingat adalah ketika Bayern bertandang ke Signal Iduna Park, markas Borussia Dortmund. Pada pertandingan Bundesliga tersebut, Kimmich diturunkan sebagai bek tengah oleh Pep Guardiola. Sebagai catatan, Kimmich bukanlah seorang bek tengah, ia berposisi asli sebagai seorang gelandang. Saat itu Bayern memang sedang krisis bek tengah.
Lantas, apa yang bisa pemuda 21 tahun ini lakukan?
Kimmich mampu bermain menghadapi para pemain depan tangguh Dortmund seperti Pierre-Emerick Aubameyang, Marco Reus, dan Henrikh Mkhitariyan. Meskipun bek tengah bukanlah posisi aslinya, ia kerap kali berhadapan satu lawan satu dengan pemain depan Dortmund dan beberapa kali melakukan penyelamatan gemilang.
Ada satu momen ketika Dortmund melakukan serangan balik. Saat itu, Aubameyang beradu sprint dengan Kimmich. Hasilnya? Tentu saja Kimmich kalah. Namun, yang dilihat adalah keberanian Kimmich untuk berhadapan dengan pemain yang lebih cepat darinya. Meskipun kalah, beruntung bola sepakan Aubameyang berhasil ditepis Neuer.
Kejadian lainnya, Kimmich melakukan tekel dengan timing yang sangat tepat ketika menghalau bola dari kaki Marco Reus. Reus sudah berdiri dalam posisi cukup bebas di depan gawang Neuer. Reus hanya tinggal melepaskan tendangan. Namun, Kimmich berhasil menghalaunya. Saat itu pula, Kimmich berhasil membuat saya berteriak girang untuk pertama kalinya ketika menyaksikan Bayern di musim ini.
Dalam pertandingan tersebut, Kimmich membuat dua intercept dan sekali sapuan sepanjang pertandingan (dilansir dari Squawka). Dengan tinggi yang "hanya" 176 cm, Kimmich tercatat dua kali memenangi duel udara. Sementara menurut goal, akurasi umpannya sangat oke untuk seorang pemain debutan Bundesliga, yakni mencapai 95%.
Bukan hanya itu yang patut dicatat dalam pertandingan tersebut. Hal yang menarik malah terjadi ketika laga berakhir. Setelah pertandingan, Pep Guardiola menghampiri Kimmich dan langsung memberikan intruksi yang terlihat cukup keras. Kimmich berdiri mematung di hadapan Pep. Tak ada kata-kata yang keluar dimulutnya. Hanya ada beberapa anggukan kecil.
Banyak orang menganggap Pep sedang memarahi Kimmich. Saya pun berspekulasi demikian. Namun, kenyataannya salah. Dalam konferensi pers setelah pertandingan, Pep menjelaskan bahwa ia justru memuji Kimmich. "Saya menyukai bocah ini. Dia punya segalanya dan bisa meraih apapun yang dia inginkan. Dia ingin belajar dan punya gairah," kata Pep Guardiola.
"Ketika saya bicara soal Joshua Kimmich, saya cuma bisa mengatakan hal-hal bagus. Saya punya pesan untuk para jurnalis: Jangan bilang dia tidak bisa main di lini belakang," katanya lagi.
Di musim ini, Kimmich yang mengenakan nomor punggung 32 telah tampil sebanyak 35 kali. Selain itu, Kimmich sudah bermain di lima posisi berbeda. Dia pernah memerankan posisi gelandang serang, sayap kanan, gelandang bertahan, gelandang box to box dan bek tengah. Bahkan, di beberapa laga penting seperti ketika menghadapi Juventus di leg pertama 16 besar Liga Champions, atau ketika menghadapi Dortmund tadi, Kimmich bermain sebagai seorang bek tengah. Untuk ukuran pemain muda yang baru saja bergabung, tentunya apa yang dilakukan Kimmich musim ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa.
Permainan ciamik yang ditunjukkan Kimmich di musim ini juga mendapatkan pujian dari seniornya di Bayern, Xabi Alonso. Alonso mengatakan bahwa ia mengagumi bakat yang dimiliki Kimmich. Saat melihat permainannya, Alonso mengaku teringat dengan mantan rekan setimnya di Liverpool, Javier Mascherano.
Mengingat aksi menawan yang sering ditunjukkan Kimmich, rasanya ia punya masa depan cerah di Bayern. Bahkan, bukan tidak mungkin di kemudian hari ia menjadi tulang punggung tim nasional Jerman.
Kemudian, dengan segala yang ditunjukkan Kimmich musim ini, saya dapat berujar, kemarahan Guardiola di pramusim lalu memang ada alasannya.
- Penulis adalah mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad. Beredar di dunia virtual dengan akun @sptwn_.
Catatan redaksi: Kimmich masuk ke dalam skuat bayangan kesebelasan negara Jerman untuk Piala Eropa 2016.
foto: allsoccerplanet.com
ed: fva
Komentar